Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA) tengah berjuang keras menghadapi berbagai tantangan berat di industri transportasi darat berbasis bus. Emiten perusahaan otobus (PO) ini berharap bisa mencatatkan kinerja keuangan yang lebih sehat.
Sebagai kilas balik, kinerja di seluruh segmen bisnis LRNA kurang memuaskan pada 2024 lalu. Contohnya, segmen bus AKAP mencatatkan pendapatan Rp 62,24 miliar atau 77% dari target yakni Rp 117,23 miliar.
Realisasi pendapatan bus jarak pendek juga tercatat sebesar Rp 4,46 miliar atau 60% dari target yaitu Rp 10,55 miliar. Begitu pula dengan segmen rental bus yang mencetak pendapatan Rp 14,23 miliar atau hanya 46,5% dari target sebesar Rp 26,62 miliar.
Baca Juga: Bisnis Angkutan Bus Penuh Tantangan, Begini Strategi Eka Sari Lorena Transport (LRNA)
Secara total, pendapatan LRNA tercatat sebesar Rp 80,93 miliar atau merosot 12,94% year on year (yoy). Rugi bersih LRNA juga membesar 2.048,79% yoy menjadi Rp 16,70 miliar.
Tren negatif ini masih berlanjut memasuki 2025. Pada kuartal I-2025, pendapatan LRNA turun 13,43% yoy menjadi Rp 16,50 miliar. Namun, kali ini rugi bersih LRNA mampu berkurang 26,27% yoy menjadi Rp 6,96 miliar.
Direktur Eka Sari Lorena Transport Rianta Soerbakti mengaku, LRNA menghadapi persaingan yang ketat di segmen bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP).
Saat ini, bisa dibilang industri bus AKAP sudah memasuki fase sunset karena harus bersaing secara langsung dengan moda transportasi lain seperti pesawat udara dan kereta api.
“Kami juga menghadapi perang tarif dengan sesama perusahaan otobus,” ujar dia dalam paparan publik, Kamis (26/6).
Di segmen bus jarak pendek, LRNA juga dihadapkan oleh kebijakan work from home (WFH) dan work from anywhere (WFA) yang diterapkan oleh beberapa instansi pemerintah dan swasta di area Jakarta. Padahal, segmen ini menyasar penumpang yang biasa berkegiatan secara commuting, atau bekerja di Jakarta namun tinggal di luar Jakarta.
Baca Juga: Lebaran 2025, Banyak Kursi Kosong di Bus AKAP Akibat Daya Beli Turun
Sederet tantangan ini sudah dirasakan LRNA dalam beberapa tahun terakhir. Sejak 2024 lalu, LRNA sudah gencar melakukan efisiensi dengan memangkas beberapa rute bus AKAP yang dianggap tidak menguntungkan serta melakukan pengalihan rute (reroute) dengan mempertimbangkan faktor permintaan dari pelanggan dan persaingan pasar.
LRNA juga memperkuat kembali segmen bus jarak dekat, baik melalui layanan Transjabodetabek Reguler (TJR), Jabodetabek Residence Connexion (JRC), dan Jabodetabek Airport Connexion (JAC). Segmen ini cukup diuntungkan oleh kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang turut memperluas layanan Transjakarta hingga ke kota-kota penyangga Jakarta, sehingga permintaan layanan transportasi umum bakal meningkat.
“Upaya reroute dan penguatan fokus di rute bus jarak pendek baru akan terlihat hasilnya pada 2025,” kata Rianta.
Belum cukup, LRNA juga akan memaksimalkan segmen rental bus. Saat ini, LRNA aktif melakukan tender rental bus dengan beberapa perusahaan. Segmen ini masih memiliki potensi yang tinggi, mengingat ada banyak perusahaan yang butuh angkutan untuk berbagai keperluan, namun tidak memiliki armada.
Jika LRNA berhasil memenangkan tender rental bus, bisa dipastikan perusahaan ini memperoleh tambahan pendapatan. Hasil pendapatan ini bisa diinvestasikan kembali oleh LRNA untuk menambah jumlah armada bus yang akan dioperasikannya.
Baca Juga: Jelang Lebaran, Penjualan Tiket Bus AKAP Turun 40% Dibanding Tahun Lalu
Tidak hanya itu, LRNA juga hendak masuk ke bisnis jasa kargo dengan menggandeng sister company yakni ESL Express. Diharapkan kolaborasi ini akan segera terwujud dalam waktu dekat.
Dengan sejumlah strategi yang disebutkan tadi, LRNA menargetkan bisa membukukan arus kas yang positif pada tahun ini. “Kami harap arus kas perusahaan bisa tumbuh 10%--15% dibandingkan 2024 atau setidaknya lebih sehat,” jelas dia.