Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek ekonomi Indonesia tahun 2025 diperkirakan melemah seiring meningkatnya risiko global akibat kebijakan tarif baru dari mantan Presiden AS Donald Trump. Meskipun ketergantungan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat relatif kecil hanya 1,9% dari PDB, dampak tidak langsung melalui keterkaitan ekonomi dengan China menjadi perhatian utama.
Analis Samuel Sekuritas, Prasetya Gunadi memproyeksikan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun fiskal 2025 akan turun menjadi 4,8%, dari sebelumnya 4,97%. Penurunan ini terutama disebabkan depresiasi nilai tukar rupiah yang semakin dalam, dipicu oleh pelebaran defisit transaksi berjalan menjadi 1,5% dari sebelumnya 1,4%.
Dengan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang kini berada di atas 4,4% per 11 April 2025, ekspektasi terhadap suku bunga acuan The Fed yang tetap tinggi diperkirakan akan membatasi ruang Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga dalam waktu dekat. "Fokus utama Bank Indonesia tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," jelas Prasetya dalam riset 16 April 2025.
Baca Juga: Outflow Asing Mencapai Rp 13,9 Triliun, Simak Review IHSG Pekan Ini
Ketidakpastian global akibat kebijakan tarif yang berlarut-larut menimbulkan risiko penurunan pertumbuhan laba perusahaan-perusahaan di indeks harga saham gabungan (IHSG). "Permintaan yang lesu akibat daya beli yang tertekan, serta biaya input berbasis dolar yang lebih tinggi dan suku bunga yang tetap tinggi, menjadi tantangan utama," tulis analis Samuel Sekuritas.
Dalam kondisi ini, investor disarankan untuk fokus pada saham dengan dividen tinggi dan fundamental kuat yang memiliki kemampuan menaikkan harga untuk menjaga margin keuntungan. Sektor yang disukai meliputi konsumer, peternakan (Poultry), dan telekomunikasi, yang mendapat dukungan tambahan dari stimulus pemerintah seperti program makan gratis dan kenaikan upah minimum sebesar 6,5%.
Sebaliknya, sektor pertambangan logam perlu diwaspadai karena penurunan volume dan harga akibat melambatnya ekonomi China, meskipun beberapa komoditas seperti tembaga dan nikel dikecualikan dari kenaikan tarif.
Meskipun pengumuman pembagian dividen lebih tinggi dari bank BUMN pasca pembentukan Danantara serta kebijakan baru OJK yang memperbolehkan buyback saham tanpa RUPS telah membantu meredakan sentimen negatif domestik. Samuel Sekuritas memangkas target IHSG untuk akhir tahun 2025 ke level 6.900, dari sebelumnya 7.300.
Penyesuaian ini mencerminkan valuasi Price to Earnings (PE) sebesar 12x masih lebih tinggi dibanding rata-rata regional sebesar 11,3x. Namun, ini juga menunjukkan perlambatan estimasi pertumbuhan laba (EPS) tahun 2025 yang kini hanya 1,6% (sebelumnya 4,7%).
Samuel Sekuritas juga merevisi asumsi nilai tukar rupiah menjadi Rp 16.900 per dolar AS dari Rp 16.600. Asumsi ini juga mendasari penurunan IHSG. Analisis sensitivitas menunjukkan setiap 1% depresiasi nilai tukar dapat mengurangi laba IHSG sebesar 1,3%.
Baca Juga: IHSG Naik ke 6.438 Hari Ini (17/4), Net Sell Asing Terjadi 8 Hari Berturut-turut
Adapun rekomendasi saham dari analis Samuel Sekuritas diantaranya sebagai berikut:
Saham defensif unggulan: BBCA, TLKM, ICBP, AMRT, JPFA
Saham dividen tinggi: ASII, HMSP, UNVR, PTBA, TAPG
Saham pilihan alfa: BRMS, SSMS, RAJA, WIFI, SSIA
Saham yang berisiko kinerja lemah di kuartal I-2025: BBRI, JSMR, MEDC, INCO, AKRA
Selanjutnya: Begini Cara Mengubah Nama di Facebook ya, Ini yang Paling Tepat Dijamin Berhasil
Menarik Dibaca: Begini Cara Mengubah Nama di Facebook ya, Ini yang Paling Tepat Dijamin Berhasil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News