Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penguatan mata uang dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah bisa memberikan pengaruh terhadap kinerja emiten. Bisa memberikan pengaruh negatif bagi mereka yang memiliki banyak ongkos operasional dalam bentuk dollar. Sebaliknya, hal tersebut bisa juga memberikan efek positif, bagi mereka yang menjual dalam bentuk dollar AS dengan ongkos produksi rupiah.
Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas mengatakan kinerja emiten juga memberikan pengaruh dalam menghadapi momentum ini. Artinya penjualan emiten memang baik dan bertumbuh. Emiten seperti SRIL misalnya, memiliki basis konsumen global yang kuat. “Bisa dikatakan, ini bonus kenaikan margin yang bisa terealisasi dalam rupiah,” kata Alfred kepada Kontan.co.id, Jumat (2/3).
Selain SRIL, emiten lain yang berpotensi mendapat pengaruh positif yakni PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Emiten memiliki porsi penjualan besar dalam bentuk dollar AS. Sementara biaya operasional mereka dalam bentuk rupiah. Meski demikian, biasanya penjualan batubara sudah ditentukan melalui kontrak misalnya saja tiga bulanan. Berbeda halnya dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), di mana banyak kontrak perusahaan yang berupa jangka panjang.
Emiten yang punya kontrak pendek lainnya, di antaranya seperti PT Harum Energy Tbk (HRUM) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Emiten ini berkesempatan mendapatkan ruang dan skema harga baru. “2018 ini kemungkinan banyak terjadi perubahan kontrak, karena perubahan harga batubara. Jadi margin makin besar,” lanjutnya.
Muhammad Alfatih, Analis Samuel Sekuritas Indonesia menyatakan emiten biasanya sudah mempersiapkan kondisi perubahan nilai tukar rupiah. Salah satu di antaranya melalui mekanisme kontrak jangka pendek, maupun hedging. “Saham-saham yang kalau dollar menguat, biaya operasionalnya dalam dollar dirugikan, sedangkan pemasukan dalam dollar diuntungkan,” kata Alfatih di BEI, Jumat (2/3).
Lebih lanjut, dia menyatakan saat ini SRIL dan beberapa emiten tambang berpotensi mendapat bonus margin. Dia merekomendasikan beli SRIL dengan target harga 500. Bila dilihat dari pergerakan harga, SRIL masih belum terlalu mudah untuk tebus level 400. “Masih bisa beli untuk jangka panjang dan trading juga,” katanya.
Sedangkan untuk emiten batubara sendiri, belakangan masih dipengaruhi oleh sentimen kebijakan domestic market obligation (DMO). Namun beberapa emiten batubara masih memiliki pangsa pasar ekspor yang cukup menarik misalnya saja, ITMG. ITMG saat ini masih konsolidasi dan bisa untuk beli. “Target harga 32.300. Kalau koreksi sampai 27.900 maka everagenya 25.400,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News