Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas menunjukkan stabilitasnya dalam perdagangan Asia pada pagi Rabu (27/12), setelah keluar dari rentang perdagangan yang terlihat sepanjang bulan Desember. Hal ini terjadi pasca lemahnya rilis data inflasi Amerika Serikat (AS), yang kembali memicu spekulasi tentang potensi pemotongan suku bunga pada awal tahun 2024.
Pada Rabu (27/12) pukul 08.00 WIB, harga emas spot turun tipis sebesar 0,12% menjadi US$ 2.065,39 ons troi, sementara emas spot yang akan berakhir pada bulan Februari mengalami kenaikan sebesar 0,35% menjadi US$ 2.076,90 ons troi.
Analis Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer mengatakan, harga emas telah mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa sesi terakhir. Keadaan ini dipicu oleh angka Indeks Harga PCE yang di bawah perkiraan, sebagai pengukur inflasi pilihan Federal Reserve.
Data PCE yang lemah muncul setelah sinyal dovish dari The Fed dalam rapat terakhirnya untuk tahun 2023, yang menambah harapan bahwa bank sentral AS dapat memangkas suku bunga secepatnya pada Maret 2024.
Baca Juga: Pasar SBN Ritel Diprediksi Bakal Tetap Semarak Tahun Depan, Ini Alasannya
“Gagasan ini memberikan prospek yang kuat bagi emas, terutama karena suku bunga yang tinggi membuat biaya peluang untuk berinvestasi dalam emas lebih menarik,” kata Fischer dalam riset harian, Rabu (27/12).
Namun para analis memperingatkan untuk tetap waspada terhadap koreksi harga yang mungkin terjadi, mengingat harga emas sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi. Emas spot telah menembus rentang perdagangan US$ 2.000 hingga US$ 2.050 yang terbentuk selama sebagian besar bulan Desember 2023.
Saat ini, emas diperdagangkan kurang dari US$100 dari rekor tertingginya, yang mencapai lebih dari US$ 2.130 ons troi pada awal bulan.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga pada Maret 2024 semakin menguat setelah data inflasi PCE yang lemah. FedWatch tool dari CME Group menunjukkan bahwa lebih dari 70% trader memperkirakan kemungkinan pemotongan suku bunga sebesar 25 bps pada Maret 2024.
Goldman Sachs bahkan memproyeksikan bahwa bank sentral akan melakukan pemotongan pada bulan Maret, disusul oleh dua pemotongan lagi pada paruh pertama tahun 2024, serta dua penurunan suku bunga lagi di tahun depan.
Meskipun beberapa pejabat Federal Reserve memperingatkan bahwa harapan untuk penurunan suku bunga pada awal 2024 mungkin terlalu optimis, pelemahan dolar ke level terendah lima bulan dan penurunan Treasury yields pada hari Selasa memberikan keuntungan bagi harga emas.
Logam mulia ini juga dapat diuntungkan dari memburuknya kondisi ekonomi global pada tahun mendatang, akibat dampak kebijakan moneter ketat yang dirasakan oleh negara-negara besar.
Baca Juga: Harga Emas Spot Stabil di US$2.066,86 pada Rabu (27/12)
Dalam analisanya, Fischer meramalkan kenaikan harga emas saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk konflik geopolitik yang cenderung meluas. Fokus utama saat ini adalah Laut Merah, di mana terdapat ketegangan yang terkait dengan kelompok Houthi dan perhatian terhadap kapal AS.
“Dengan adanya ketegangan ini (konflik Laut Merah), kenaikan harga emas dapat terus berlanjut karena investor cenderung mencari perlindungan dalam aset safe haven seperti emas,” ujarnya.
Fischer berpendapat bahwa kenaikan emas masih akan berlangsung dalam jangka waktu yang lebih panjang, mungkin hingga awal bulan tahun baru. Dalam konteks ini, perlu diingatkan bahwa keadaan geopolitik yang tidak stabil dapat mempertahankan minat investor terhadap emas sebagai pelindung nilai.
Dia turut menyoroti untuk hari ini belum ada berita yang cukup signifikan yang dapat mengubah tren kenaikan harga emas secara drastis. Secara umum, tren pasar masih menunjukkan pola kenaikan, dan belum ada tanda-tanda perubahan harga secara besar-besaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News