kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dipicu krisis Turki, emerging market alami manic Monday!


Selasa, 14 Agustus 2018 / 04:15 WIB
Dipicu krisis Turki, emerging market alami manic Monday!
ILUSTRASI. Bursa Asia


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pernahkah Anda mendengar istilah manic Monday? Manic Monday merupakan istilah saat kita memulai awal pekan dengan kondisi depresi yang dipicu oleh kondisi yang spontan atau tekanan emosi yang memuncak. Kondisi ini sering diasosiasikan dengan hari Senin.

Nah, sejumlah analis asing menilai, kondisi emerging market pada Senin (13/8) kemarin sebagai manic Monday. Pemicunya tak lain adalah krisis mata uang Turki sehingga merembet ke hampir seluruh emerging market di dunia sehingga menyebabkan pasar saham dan mata uang emerging anjlok ke level terendahnya dalam setahun terakhir.

Mengutip data Reuters, indeks MSCI Dunia, yang mendata saham di 47 negara, tercatat turun 0,5% pada Senin. Kondisi ini terjadi setelah lira anjlok ke rekor terendah yang mencapai 12% pada Senin pagi, dan berhasil meminimalisir pelemahan menjadi 7% pada Senin sore.

"Ada keengganan mengambil risiko yang dirasakan investor. Dipicu oleh aksi jual besar-besaran mata uang lira. Kita melihat aksi jual ini semakin besar, dan di emerging market kondisinya sama buruknya," jelas ekonom Investec Philip Shaw.

Dia merujuk pada rand Afrika Selatan dan peso Meksiko, di mana keduanya anjlok sekitar 2,5% pada hari ini. Dua mata uang ini merupakan contoh mata uang yang terpukul paling parah di emerging market.

Data Bloomberg juga menunjukkan, mata uang lira mencatatkan pelemahan terbesar di antara mata uang dunia lainnya setelah langkah pertama negara tersebut untuk mendongkrak sistem finansial. Permasalahannya, banyak yang menilai langkah bank sentral Turki tak cukup untuk melindungi market saat kondisi buruk.

Apalagi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terus berselisih dengan AS, menolak menaikkan suku bunga acuan, dan menegaskan bahwa dirinya tidak akan menerima bailout internasional. Alhasil, trader memutuskan untuk melepas aset-aset Turki secara besar-besaran sehingga mempengaruhi negara berkembang lainnya di dunia.

"Ini merupakan manic Monday lainnya. Kita memiliki banyak pilihan dan mereka harus menghentikannya: hal ini meliputi kenaikan suku bunga, melibatkan Badan Dana Moneter Internasional (IMF), dan menumbuhkan kembali kepercayaan market terhadap lira. Sayangnya, seluruh komponen bergerak ke arah sebaliknya," jelas Jordan Rochester, currency strategist Nomura International di London seperti yang dikutip Bloomberg.

Bank Indonesia tak punya banyak pilihan

Pelaku pasar khawatir, krisis Turki akan terus menekan emerging market. Belum lagi, trader juga mencemaskan ketegangan soal perang dagang antara Amerika dengan Rusia dan China. Meski demikian, banyak analis menilai, ada sejumlah alasan fundamental yang bisa ditambahkan ke negara berkembang. Itu artinya, meski tekanan terhadap perekonomian Turki berlanjut, korelasinya terhadap seluruh aset negara berkembang akan kian berkurang dalam waktu dekat.

"Emerging market sudah mengalami aksi jual besar-besaran pada April hingga Juli. Perkembangan negatif di Turki (bersama dengan Argentina) akan dilihat sebagai isolasi mengingat ketidakseimbangan eksternal luar biasa mereka dibandingkan dengan sebagian besar negara EM," papar analis JPMorgan, termasuk Luis Oganes dan Jonny Goulden dalam hasil risetnya yang ditujukan kepada klien.

Menurut Edward Glossop dari Capital Economics di London, terlepas dari apa yang terjadi pada mata uang negara-negara berkembang, sebagian besar bank sentral kemungkinan tidak akan merespon atas pelemahan yang terjadi baru-baru ini karena inflasi rendah dalam banyak kasus.

"Ada beberapa bank sentral yang lebih gelisah -Meksiko, Afrika Selatan dan Indonesia. Jika kita benar dalam berpikir bahwa mata uang akan stabil selama beberapa minggu ke depan, para regulator di Meksiko dan Afrika Selatan harus menahan diri untuk menaikkan suku bunga pada pertemuan mendatang mereka. Indonesia adalah pengecualian. Dengan pertemuan bank sentral berikutnya yang dijadwalkan pada Rabu, hanya ada sedikit waktu untuk memikirkan serangan kekacauan ini mereda,” jelas Glossop.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×