Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Meski dengan ketangguhan fundamental ekonomi tersebut, tapi pasar saham Indonesia masih tertatih pada awal tahun ini. Pada pertengahan bulan Januari, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat ambles 3% secara year to date.
Pada pekan lalu, IHSG bisa membalikkan situasi dengan penguatan 3,5%. Namun, kondisi ini masih belum aman. Lantaran pada hari ini (24/1) IHSG ditutup melemah 0,20% ke posisi 6.860,85.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menilai gejolak pasar saham di awal tahun ini lebih karena investor sedang melakukan penyeimbangan kembali aset (rebalancing). Terutama mencerna arah harga komoditas energi yang pada tahun lalu menyetir laju pasar saham.
Dia melihat investor juga mulai beralih menjajaki pasar Surat Berharga Negara (SBN). Meski, Fikri memprediksi pasar saham tidak akan redup dalam waktu yang lama. Sebab, musim rilis laporan keuangan dalam beberapa pekan ke depan akan menjadi katalis positif.
Baca Juga: Permintaan Kendaraan Listrik Naik, Prospek Saham Vale (INCO) Bakal Makin Kuat
Saran Fikri, cermati saham-saham bigcaps dan peluang terjadinya rotasi sektoral di luar saham komoditas energi. Sementara itu, Nico memandang gejolak pasar saham di awal tahun ini utamanya disebabkan oleh reopening China.
Kondisi ini membuat dana investor asing kembali mengalir ke Negeri Tirau Bambu tersebut, apalagi valuasi saham di sana dinilai masih murah. "Risiko lainnya masih seputar resesi ekonomi yang umumnya akan dialami negara maju, yang turut meningkatkan persepsi risiko pada awal tahun 2023," imbuh Nico.
Menurut Nico, pengetatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) akan membuat ekspektasi investor terhadap fundamental domestik semakin kuat, mengerek cadangan devisa dan stabilitas rupiah. Hal ini bakal turut mengurangi gejolak di pasar saham.
Oleh sebab itu, Nico merekomendasikan instrumen saham dengan fokus koleksi pada saham big caps yang punya fundamental solid dan valuasi murah. Ditambah dengan prospek bisnis apik, seperti sektor perbankan yang akan menikmati hasil dari kebijakan DHE.
Baca Juga: IHSG Turun 0,20% ke 6.860 Hingga Tutup Pasar Selasa (24/1), Sektor Teknologi Melesat
"Investasi obligasi juga layak diperhatikan sebagai salah satu instrumen untuk mitigasi risiko volatilitas pasar sembari masih bisa menikmati gain secara fixed," tandas Nico.
Sedangkan Sutopo lebih menyoroti karakteristik pelaku pasar dalam berinvestasi. Untuk tipe investor moderat, Sutopo menilai obligasi dan emas bisa jadi pilihan menarik.
Sedangkan bagi investor yang cenderung agresif, saham jadi instrumen prospektif. "Bisa juga mengatur portofolionya, 70:30. 70% yang moderat dan yang 30% ke agresif," tandas Sutopo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News