Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat menjadi penghadang laju rupiah di awal pekan. Di Pasar Spot, Senin (28/3) rupiah anjlok 0,73% ke level Rp 13.343 per dollar AS dibanding sehari sebelumnya. Sejalan, kurs tengah Bank Indonesia memperlihatkan rupiah melemah 0,55% di angka Rp 13.323 per dollar AS.
Ekonom PT Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, dollar AS menguat sejak akhir pekan lalu setelah pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) kuartal IV-2015 direvisi menjadi 1,4% atau lebih tinggi dari sebelumnya 1%.
"Sentimen penguatan dollar AS akhirnya menekan rupiah," paparnya. Di samping itu, rupiah juga mendapat tekanan dari aksi jual di capital market yang mencapai Rp 487,76 miliar.
Kemunculan berbagai opini dari pejabat The Fed terkait potensi kenaikan suku bunga pada bulan April 2016 berpeluang terus mengangkat dolar AS sehingga menggoyahkan pergerakan rupiah.
Padahal, sentimen dari dalam negeri sebenarnya cukup positif. Kenaikan harga komoditas berpeluang membuat angka inflasi Maret cenedrung lebih tinggi dari bulan lalu. Namun, pasar kini menanti pengumuman harga bahan bakar minyak (BBM) dari pemerintah.
"Pemerintah kemungkinan akan kembali menurunkan harga BBM untuk periode April - Juni 2016 sehingga akan membuat inflasi kembali rendah," imbuh Josua.
Sementara untuk Selasa (29/3) rupiah masih akan sepi sentimen dari dalam negeri. Beberapa data negeri Paman Sam akan menjadi penggerak rupiah, di antaranya data Core PCE Price Index serta Personal Spending bulan Februari 2016. "Ini salah satu data yang dipantau The Fed. Jika hasilnya positif, maka rupiah berpeluang kembali tertekan," imbuh Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News