Reporter: Anna Marie Happy, Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Harga minyak melandai hampir mencapai level terendah dalam sepekan. Satu penyebabnya adalah rilis data manufaktur di Amerika Serikat (AS) yang turun, menimbulkan spekulasi permintaan minyak akan melemah.
Kontrak harga minyak WTI di Bursa Nymex, kemarin (5/9), pukul 18.00 WIB, senilai US$ 94,93 per barel. Harga itu melemah 0,38% dari sehari sebelumnya. Jika dihitung selama sebulan, harga minyak masih menanjak 27,59%.
Institute for Supply Management (ISM) baru saja merilis data indeks manufaktur AS sepanjang Agustus 2012 kembali terpangkas menjadi 49,6 dari 49,8 di bulan sebelumnya. Penurunan indeks ini sudah terjadi dalam tiga bulan terakhir.
Level itu merupakan yang terendah sejak Juli 2009. "Data manufaktur yang mengecewakan ini menurunkan kepercayaan pasar terhadap permintaan minyak dunia," ujar Ric Spooner, Chief Market Analyst di CMC Markets kepada Bloomberg. Maklumlah, AS merupakan konsumen minyak terbesar di dunia.
Aksi ambil untung Zulfirman Bashir, Analis Monex Investindo Futures, menilai, harga minyak turun didominasi oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi dunia. Kontraksi ekonomi yang terjadi di Eropa dan China dicemaskan bisa menggerogoti outlook permintaan global.
Apalagi sektor manufaktur yang erat kaitannya dengan permintaan minyak. "Ketika manufaktur AS melesu, maka permintaan minyak cenderung jatuh," kata Zulfirman.
Nizar Hilmy, Analis Soe Gee Fututres, menambahkan, harga minyak yang melemah juga diakibatkan aksi profit taking sejumlah pelaku pasar menjelang rapat European Central Bank (ECB), hari ini (6/9), dan rilis data tenaga kerja di AS. “Ada kekhawatiran di pasar, sehingga mereka bersiap dengan kemungkinan terburuk dan melakukan aksi ambil untung,” ungkap Nizar.
Selain itu, dollar AS yang menguat turut menggerogoti harga minyak. "Itu lantaran para pemodal sedang mencari save haven di tengah kondisi ekonomi yang tak jelas,” ujar Zulfirman.
Secara teknikal, penurunan harga minyak diprediksi masih bakal berlanjut. Indikator stochastic dan relative strength index (RSI) mengindikasi potensi turun. Sedangkan moving average (MA) bergerak mendatar menunjukkan gerak konsolidasi.
Zulfirman memprediksi, sepekan kedepan harga minyak akan berada di kisaran US$ 91,50 – US$ 98,30 per barel. Selama sebulan kedepan, minyak diprediksi berada di rentang US$ 90 – US$100 per barel. Hitungan Nizar, sepekan harga minyak di US$ 93,80 – US$ 96 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News