CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Dampak tapering dinilai minim, yield SBN masih berpotensi menuju 6% pada akhir tahun


Rabu, 30 Juni 2021 / 17:09 WIB
Dampak tapering dinilai minim, yield SBN masih berpotensi menuju 6% pada akhir tahun
ILUSTRASI. Total return obligasi negara tercatat sebesar 3,4% pada kuartal kedua 2021.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat tertekan pada tiga bulan pertama tahun ini, pasar obligasi Indonesia membaik sepanjang kuartal kedua 2021. Merujuk data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), total return obligasi negara tercatat sebesar 3,4% pada kuartal kedua 2021.

Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi kuartal pertama 2021. Total return obligasi negara justru -2,4% di kuartal pertama lalu. Dengan kinerja yang lebih baik di kuartal kedua2021, dus secara year to date (per 29 Juni), total return obligasi negara menjadi 1% pada semester pertama ini. 

Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menjelaskan, perbaikan sentimen global datang dari penurunan yield US Treasury dan indeks dolar Amerika Serikat (AS). Keduanya dinilai punya peranan penting dalam aliran dana investor asing yang masuk ke pasar obligasi Indonesia. Adapun, pada kuartal kedua 2021, investor asing mencatatkan net buy SBN sebesar Rp 23 triliun, berbanding terbalik dari kuartal pertama yang justru net sell Rp 22 triliun. 

Namun, memasuki paruh kedua tahun ini, berkembang ekspektasi bahwa The Fed akan melakukan normalisasi suku bunga seiring kondisi ekonomi AS yang mulai pulih. Walau begitu, Handy menilai tapering quantitative easing tersebut belum akan terjadi pada tahun ini. 

Baca Juga: Investasi Obligasi SBR-010 Bermodal Mulai Rp 1 Juta, Takar Plus Minusnya

“The Fed memang merevisi outlook PDB terus membaik tahun ini, tetapi proyeksi pengangguran masih relatif tinggi dan tingginya inflasi diperkirakan hanya sementara. Hal ini akan membuat The Fed mempertahankan suku bunga tetap rendah hingga 2022,” ujar Handy.

Senada, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga meyakini hal itu urung terjadi tahun ini. Hanya saja, sentimen ekspektasi normalisasi tersebut akan berdampak negatif bagi pasar obligasi Indonesia dalam jangka pendek ini. 

Pasalnya, sentimen tersebut berpotensi memengaruhi pergerakan yield US Treasury yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan volatilitas. Wawan menilai hal ini akan membuat yield SBN ikut bergerak volatile yang pada akhirnya akan membuat investor domestik menahan diri terlebih dahulu.

“Jadi ketimbang kenaikan suku bunga acuan AS, The Fed lebih mungkin untuk melakukan tapering dengan mengurangi pembelian obligasi. Tapi ini seharusnya dampaknya minim, karena porsi asing di SBN sudah jauh berkurang, ditambah lagi likuiditas dalam negeri yang berlimpah dan posisi investor domestik yang kuat bisa mengurangi dampaknya,” imbuh Wawan. 

Baca Juga: Investor diramal masih akan masuk ke tenor pendek pada lelang sukuk Selasa (29/6)

Selain karena likuiditas dan porsi investor domestik yang kuat, Handy juga meyakini, external risk factors di emerging markets, termasuk Indonesia jauh lebih baik dibandingkan posisi 2013 yang tercermin dari penurunan current account deficit (CAD) yang signifikan. Selain itu porsi kepemilikan asing di pasar obligasi juga sudah jauh lebih rendah dibandingkan 2013 dari level 40% menjadi di bawah 23%.  

Handy menambahkan, kepemilikan long term investor asing justru menignkat. Kini, porsinya lebih dari 25% dari sebelumnya yang hanya 18% pada 2018. Menurutnya, hal ini akan mengurangi tekanan jual asing jika terjadi gejolak di pasar global. 

Memasuki paruh kedua tahun ini, Handy juga menilai, BI juga dalam posisi yang aman untuk membeli SBN jika terjadi lagi gejolak di pasar obligasi. Hal ini tidak terlepas dari meningkatnya penawaran masuk pada lelang SBN maupun SBSN pada kuartal kedua 2021. Pada akhirnya, partisipasi BI di lelang pun berkurang.

Berdasarkan perhitungannya, Ia menyebut BI sudah melakukan pembelian SBN di lelang dengan total nilai Rp 120,1 triliun atau 23.7% dari total penerbitan obligasi lewat lelang. Dengan asumsi BI masih bisa membeli 25-30% dari target penerbitan SBN, Handy perkirakan pada paruh kedua tahun ini BI masih bisa beli lebih dari Rp 200 triliun dari lelang.

Baca Juga: Reksadana terproteksi ritel bisa jadi pilihan menarik bagi investor

Sementara secara valuasi, Handy mengatakan obligasi Indonesia saat ini memberikan risiko yang relatif rendah dengan ekspektasi return yang cukup tinggi. Hitungan ini menggunakan CAD to GDP sebagai proxy risk factor dari kaca mata investor asing dan real yield sebagai proxy potential return.

“Jika dilihat dari historical pattern berdasarkan perkembangan yield US Treasury, BI rate, CDS dan rupiah, yield obligasi Indonesia juga masih di bawah fair valuenya. Sehingga kami pun masih melihat potensi terbuka untuk yield SBN turun dari level saat ini,”  kata Handy.

Dengan berbagai pertimbangan di atas, Mandiri Sekuritas masih memandang positif outlook pasar obligasi Indonesia pada sisa tahun ini. Untuk risiko di pasar obligasi, Handy menyebut ada dua, yakni jika penanganan Covid-19 terus memburuk dan kenaikan suku bunga the Fed lebih cepat dari perkiraan awal.

Sementara Wawan juga masih meyakini prospek obligasi akan menarik ke depan. Sekalipun akan terjadi gejolak, dia bilang para investor masih akan tetap mendapatkan kupon dari obligasi. Oleh karena itu, selama investor bisa hold setidaknya dua tahun, investor masih akan mendapatkan keuntungan dari investasi obligasi.

Baik Wawan dan Handy sama-sama memproyeksikan yield SBN acuan 10 tahun akan bergerak ke level 6% pada akhir tahun nanti. Rabu (30/6), yield SBN acuan tenor 10 tahun seri FR0087 berada di 6,56%. Artinya, masih ada potensi kenaikan harga.

Baca Juga: Investor Domestik Masih Minati Lelang Sukuk Negara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×