Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Selain karena likuiditas dan porsi investor domestik yang kuat, Handy juga meyakini, external risk factors di emerging markets, termasuk Indonesia jauh lebih baik dibandingkan posisi 2013 yang tercermin dari penurunan current account deficit (CAD) yang signifikan. Selain itu porsi kepemilikan asing di pasar obligasi juga sudah jauh lebih rendah dibandingkan 2013 dari level 40% menjadi di bawah 23%.
Handy menambahkan, kepemilikan long term investor asing justru menignkat. Kini, porsinya lebih dari 25% dari sebelumnya yang hanya 18% pada 2018. Menurutnya, hal ini akan mengurangi tekanan jual asing jika terjadi gejolak di pasar global.
Memasuki paruh kedua tahun ini, Handy juga menilai, BI juga dalam posisi yang aman untuk membeli SBN jika terjadi lagi gejolak di pasar obligasi. Hal ini tidak terlepas dari meningkatnya penawaran masuk pada lelang SBN maupun SBSN pada kuartal kedua 2021. Pada akhirnya, partisipasi BI di lelang pun berkurang.
Berdasarkan perhitungannya, Ia menyebut BI sudah melakukan pembelian SBN di lelang dengan total nilai Rp 120,1 triliun atau 23.7% dari total penerbitan obligasi lewat lelang. Dengan asumsi BI masih bisa membeli 25-30% dari target penerbitan SBN, Handy perkirakan pada paruh kedua tahun ini BI masih bisa beli lebih dari Rp 200 triliun dari lelang.
Baca Juga: Reksadana terproteksi ritel bisa jadi pilihan menarik bagi investor
Sementara secara valuasi, Handy mengatakan obligasi Indonesia saat ini memberikan risiko yang relatif rendah dengan ekspektasi return yang cukup tinggi. Hitungan ini menggunakan CAD to GDP sebagai proxy risk factor dari kaca mata investor asing dan real yield sebagai proxy potential return.
“Jika dilihat dari historical pattern berdasarkan perkembangan yield US Treasury, BI rate, CDS dan rupiah, yield obligasi Indonesia juga masih di bawah fair valuenya. Sehingga kami pun masih melihat potensi terbuka untuk yield SBN turun dari level saat ini,” kata Handy.
Dengan berbagai pertimbangan di atas, Mandiri Sekuritas masih memandang positif outlook pasar obligasi Indonesia pada sisa tahun ini. Untuk risiko di pasar obligasi, Handy menyebut ada dua, yakni jika penanganan Covid-19 terus memburuk dan kenaikan suku bunga the Fed lebih cepat dari perkiraan awal.
Sementara Wawan juga masih meyakini prospek obligasi akan menarik ke depan. Sekalipun akan terjadi gejolak, dia bilang para investor masih akan tetap mendapatkan kupon dari obligasi. Oleh karena itu, selama investor bisa hold setidaknya dua tahun, investor masih akan mendapatkan keuntungan dari investasi obligasi.
Baik Wawan dan Handy sama-sama memproyeksikan yield SBN acuan 10 tahun akan bergerak ke level 6% pada akhir tahun nanti. Rabu (30/6), yield SBN acuan tenor 10 tahun seri FR0087 berada di 6,56%. Artinya, masih ada potensi kenaikan harga.
Baca Juga: Investor Domestik Masih Minati Lelang Sukuk Negara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News