kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.164.000   41.000   1,93%
  • USD/IDR 16.695   76,00   0,46%
  • IDX 8.125   85,16   1,06%
  • KOMPAS100 1.130   12,55   1,12%
  • LQ45 811   6,69   0,83%
  • ISSI 282   3,69   1,32%
  • IDX30 425   2,99   0,71%
  • IDXHIDIV20 489   5,53   1,14%
  • IDX80 124   1,36   1,11%
  • IDXV30 133   1,56   1,18%
  • IDXQ30 135   1,11   0,83%

Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Pasar Modal & Saham Rekomendasi Analis di Sisa 2025


Selasa, 23 September 2025 / 19:08 WIB
Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Pasar Modal & Saham Rekomendasi Analis di Sisa 2025
IHSG Melejit-Suasana di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (23/09/2025). Mengukur dampak stimulus ekonomi pemerintah terhadap pasar modal Indonesia dan saham-saham rekomendasi analis di sisa 2025.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja pasar saham di sisa tahun 2025 masih menemui jalan berbatu. Sejumlah kebijakan pemerintah dianggap jadi stimulus sekaligus tantangan bagi pasar keuangan domestik.

Terbaru, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 16,23 triliun pada APBN 2025 untuk 8 stimulus ekonomi hingga akhir tahun 2025 ini. Ini adalah bagian dari 17 program paket ekonomi tahun 2025-2026 yang menyasar seluruh kalangan masyarakat.

Paket ekonomi di tahun 2025 ini yang terdiri dari 8 program akselerasi di 2025, 4 program yang dilanjutkan di 2026, dan 5 program yang terkait dengan andalan pemerintah untuk penyerapan tenaga kerja.

Baca Juga: Dampak Positif Paket Stimulus Ekonomi Terhadap Pasar Saham dan Rekomendasi Analis

Sebelumnya, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan lain yang dianggap bisa mendorong pergerakan ekonomi. Menteri Keuangan mengucurkan suntikan dana Rp 200 triliun ke bank Himbara dalam bentuk call on deposit.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur bulan September 2025.

Penurunan suku bunga BI itu sejalan dengan langkah The Fed yang memangkas Fed rate sebesar 25 bps menjadi kisaran 4% - 4,25% pada bulan September ini.

Ada juga insentif perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan penyaluran KUR Rp 130 triliun dan program 3 juta rumah. Program makan bergizi gratis (MBG) juga masih berjalan, meskipun praktiknya masih banyak menemui kekurangan.

Baca Juga: Saham Merdeka Gold Resources (EMAS) Melesat Usai IPO, Begini Pandangan Analis

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto melihat, paket stimulus ekonomi sebesar Rp 16,23 triliun itu tak besar jika dibandingkan dengan total APBN 2025 sekitar Rp 3.500 triliun. Ini lantaran penyerapan tenaga kerja biasanya membutuhkan waktu lama.

Namun, paket stimulus ekonomi yang dikeluarkan pemerintah itu bisa menjadi shock absorber yang berfungsi untuk melindungi masyarakat yang paling terdampak dari ketidakpastian dan perlambatan ekonomi. Alhasil, dampaknya belum akan terlalu besar ke pertumbuhan ekonomi domestik.

Langkah yang paling tepat untuk dilakukan pemerintah justru adalah mempercepat penyerapan sisa belanja anggaran di empat bulan terakhir tahun 2025. Asal tahu saja, realisasi belanja negara per Agustus 2025 sebesar Rp 1.960,3 triliun, baru 55,6% dari pagu APBN 2025.

Baca Juga: Kinerja Saham-Saham Berbasis ESG Lesu, Ini Penyebabnya

“Harapannya ini (percepatan penyerapan belanja pemerintah) bisa membantu dari sisi pertumbuhan (ekonomi),” ujarnya dalam Media Day Mirae Asset Sekuritas, Selasa (23/9).

Selain itu, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su melihat, keputusan pemerintah yang meningkatkan APBN 2026 menjadi Rp3.842,7 triliun dari Rp3.500 triliun di tahun 2025 mencerminkan arah kebijakan fiskal yang lebih ekspansif namun tetap terukur. 

Belanja negara yang tumbuh signifikan diarahkan pada delapan agenda prioritas, yaitu ketahanan pangan, ketahanan energi, makan bergizi gratis, pendidikan, kesehatan, pembangunan desa (UMKM), pertahanan semesta, dan akselerasi investasi serta perdagangan. Dari perspektif ekonomi riil, dorongan ini bersifat katalistik. 

“APBN ditempatkan bukan sekadar instrumen pembiayaan, melainkan motor penggerak aktivitas ekonomi, sehingga bisa memperluas daya beli masyarakat, menstimulasi sektor riil, serta mendorong investasi swasta melalui multiplier effect,” katanya kepada Kontan, Selasa (23/9).

Dampak ke Bursa

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa (23/9/2025) parkir di level 8.125, naik 1,06%. Tercatat, IHSG sudah naik 14,76% YTD.

Melansir data BEI, aliran dana asing pada Selasa tercatat masuk Rp 5,5 triliun. Meskipun begitu, aliran dana asing masih keluar Rp 52,65 triliun dari pasar saham sejak awal tahun.

Rupiah juga tercatat turun 0,46% ke level Rp 16.688 per dolar Amerika Serikat (AS).

Rully melihat, ada perbedaan gaya kepemimpinan antara Sri Mulyani dan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai menteri keuangan. Sri dianggap lebih konservatif dan menjaga stabilitas, sehingga pertumbuhan ekonomi tak akan tumbuh terlalu signifikan.

Sementara, Purbaya cenderung melakukan akselerasi yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun risikonya juga jauh lebih tinggi.

Baca Juga: Gelar RUPSLB, Vale Indonesia (INCO) Ubah Susunan Direksi

Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi seharusnya bisa meningkatkan profit atau pendapatan dari perusahaan.

“Kalau pemerintah lebih agresif, dampaknya bisa positif ke perusahaan dan IHSG, asalkan bisa disertai dengan kehati-hatian,” katanya.

Ekonom Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai, pasar saham Indonesia di sisa 2025 masih punya prospek positif, tapi jalannya tidak mulus. 

Paket stimulus pemerintah seperti suntikan Rp 200 triliun ke Himbara, insentif perumahan MBR, MBG, hingga program Pakt Ekonomi “8+4+5” bisa menjadi katalis kuat untuk konsumsi dan sektor riil. 

“Hal itu juga ditambah penurunan suku bunga BI yang memberi ruang likuiditas lebih longgar bagi emiten,” katanya kepada Kontan, Selasa (23/9).

Namun, di sisi lain, pelemahan rupiah jadi pemberat pergerakan pasar, karena meningkatkan beban impor dan utang valas emiten. Rupiah yang rentan melemah juga membuat sebagian investor asing lebih berhati-hati. 

Baca Juga: Simak! Ini Strategi Diversifikasi Bisnis Astra Otoparts (AUTO)

“Jadi efek kebijakan pemerintah ini campuran. Dalam jangka pendek bisa menopang konsumsi dan investasi, tapi risiko eksternal tetap jadi tantangan,” ungkapnya.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, prospek pasar saham hingga akhir 2025 masih cukup menjanjikan, meskipun tetap dibayangi sejumlah tantangan.

“Namun, berbagai kebijakan yang digulirkan pemerintah belakangan ini, memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah berkomitmen mempercepat pemulihan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (23/9).

Harry melihat, pasar saham masih berpeluang menguat, didukung injeksi likuiditas Rp 200 triliun jika dimanfaatkan dengan tepat oleh perbankan untuk disalurkan ke sektor produktif, penurunan suku bunga BI, dan stimulus kebijakan fiskal yang dapat support pertumbuhan PDB di atas 5%.

”Namun, pelemahan rupiah bisa jadi pemberat, menekan konsumer impor tetapi sekaligus menguntungkan komoditas ekspor seperti batubara, nikel, dan CPO,” ungkapnya.

Kenaikan belanja pemerintah di tahun 2026 juga akan mendorong kinerja emiten di sektor konsumen, sektor infrastruktur dan konstruksi melalui akselerasi perdagangan dan investasi, sektor energi yang didorong suntikan Rp 402,4 triliun untuk transisi energi), hingga sektor kesehatan dan pendidikan.

Baca Juga: Simak! Ini Strategi Diversifikasi Bisnis Astra Otoparts (AUTO)

“Efek psikologisnya bagi investor adalah keyakinan bahwa pemerintah konsisten menjaga arah pertumbuhan, sehingga risiko domestik relatif terkelola,” katanya.

Namun, akan ada pergeseran nuansa untuk tahun 2026, jika dibandingkan dengan kebijakan di tahun 2025. Di tahun ini, lebih bernuansa konsolidasi, karena menjaga stabilitas dan memastikan transisi kebijakan berjalan mulus. Sehingga, masih menghasilkan sentimen wait and see.

Sementara di tahun 2026, nuansanya sudah mulai menampilkan “warna” ekspansi, dengan belanja sosial, produktif, dan investasi lebih besar. Sehingga, sentimen yang muncul menjadi “optimistic cautious”.

APBN 2026 didesain untuk menjadi catalyst yang menggerakkan ekonomi sekaligus memberi ruang pertumbuhan bagi pasar saham.

Bagi investor, arah fiskal ini menjadi penegasan bahwa pemerintah tidak hanya menjaga stabilitas, tetapi juga berani mengeksekusi agenda pembangunan dengan skala lebih besar

“Pasar lebih percaya diri pada prospek domestik, meskipun tetap mewaspadai faktor global seperti suku bunga The Fed atau harga komoditas,” katanya.

Sektor Pilihan dan Rekomendasi

Rully melihat, implikasi kebijakan baru tersebut bagi pasar modal adalah volatilitas jangka pendek yang berpotensi berlanjut, tetapi peluang investasi tetap terbuka dalam periode konsolidasi.

“Pasar masih menantikan kepastian apakah kebijakan ekspansif ini akan tetap menjaga keberlanjutan fiskal. Ketidakpastian tersebut menjadi salah satu faktor yang menahan pergerakan indeks saham dan meningkatkan volatilitas pasar obligasi,” jelasnya.

Pelemahan pasar saham masih berpotensi berlanjut dalam jangka pendek. Secara fundamental, Mirae Asset belum mengubah target IHSG dari level 6.900 di akhir tahun 2025.

Namun, tidak menutup kemungkinan IHSG masih bisa bertahan di atas 8.000 hingga akhir tahun ini dengan volatilitas cukup tinggi.

Namun, kondisi tersebut justru dapat menjadi momentum bagi investor untuk membeli di saat koreksi (buy on weakness) pada saham-saham pilihan berfundamental baik. 

Baca Juga: Kinerja Indeks Industri Terdorong Pemangkasan Suku Bunga, Cek Rekomendasi Sahamnya

Rully menyarankan sektor perbankan yang diprediksi kinerjanya dapat membaik, terutama untuk bank BUMN dengan adanya penyaluran dana Rp 200 triliun, asalkan tidak diikuti dengan kenaikan kredit tidak lancar (NPL) yang signifikan. 

“Selain saham-saham emiten perbankan, TLKM, TOWR, MTEL, JPFA, KLBF, dan BRPT bisa menjadi saham pilihan yang berpotensi menarik dalam periode konsolidasi ini,” ungkapnya.

Felix melihat, dengan kombinasi stimulus fiskal dan moneter, IHSG punya peluang untuk tetap menguat sampai akhir tahun. Target realistis IHSG ada di kisaran 8.100–8.300 di akhir 2025, dengan asumsi sentimen global tidak memburuk. 

Sementara, saat yang tepat bagi aliran dana asing untuk masuk ke IHSG akan bergantung pada stabilitas rupiah dan kejelasan arah kebijakan fiskal pasca reshuffle. 

“Masuknya kembali arus asing kemungkinan lebih terlihat di kuartal IV, ketika pasar mulai pricing in atas outlook tahun 2026 dengan prospek inflasi terkendali dan suku bunga global turun,” katanya.

Baca Juga: Kembali Cetak Rekor, Bagaimana Prospek Harga Emas Hingga Akhir Tahun?

Dilihat dari sektoral, sektor konsumer menjadi penerima manfaat utama dari program bantuan sosial dan stimulus rumah tangga. Sektor properti juga akan terdongkrak berkat insentif perumahan MBR.

Sektor perbankan besar juga tetap jadi tulang punggung, karena menyalurkan kredit konsumsi dan KPR, apalagi di era suku bunga rendah. 

Selanjutnya: IKN Bakal Jadi Ibu Kota Politik, Kementerian ESDM Stop Izin Tambang Baru

Menarik Dibaca: Ini Kiat Atasi Mata Minus Pada Anak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×