Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) Kamis (9/1) lalu, PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) terus berupaya menggenjot produksi dan menekan beban perusahaan di tahun 2020 ini.
Cisadane Sawit Raya melakukan penawaran umum saham perdana atau intital public offering (IPO) dengan melepas 410 juta saham baru ke publik dengan harga Rp 125 per saham. Melalui IPO, CSRA meraih dana Rp 51,25 miliar.
CSRA akan menggunakan dana tersebut untuk pembelian pupuk, pembelian tandan buah segar (TBS) yang berasal dari masyarakat, dan pembayaran kontraktor untuk biaya sewa alat berat serta alat konstruksi.
Baca Juga: Tawarkan 410 Juta Saham Baru Melalui, CSRA Mengincar Dana Rp 51,25 Miliar
Sekretaris Perusahaan Sidik Pramono berharap, bisnisnya bakal cerah pada tahun ini sejalan dengan tren kenaikan harga crude palm oil (CPO) sejak dua bulan terakhir di 2019. Pun untuk tahun ini, prediksi harga CPO yang masih akan membaik menjadi semangat perusahaan guna memanfaatkan momen kenaikan harga komoditas tersebut.
“Prediksi para analis terkait harga yang tetap akan baik pada 2020 menjadi semacam tambahan energi bagi kami untuk tetap menjaga agar produksi dan produktivitas terus meningkat sembari menjaga cost yang tetap terkontrol,” kata Sidik kepada Kontan.co.id, Jumat (17/1).
Tak hanya itu, penerapan B30 juga dinilai sebagai katalis positif bagi CSRA. Makanya, sejalan dengan adanya sentimen positif itu Cisadane Sawit berusaha untuk menggenjot produksi.
Baca Juga: Saham Cisadane Sawit Raya (CSRA) melonjak 69,6% pada perdagangan perdana
CSRA membidik kenaikan produksi menjadi sebesar 350.000 ton TBS dan lebih dari 62.000 ton CPO. Sampai 30 Juni 2019, produksi TBS mencapai 130.733 ton dan produksi CPO sebesar 22.217 ton. “Produk kami dijual ke Musim Mas, Sinar Mas, Pacific Indomas, dan lainnya,” ungkap Sidik.
Cisadane Sawit memiliki lokasi perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatra Utara. Melalui entitas anaknya, CSRA juga memiliki perkebunan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, dan Kabupaten Banyuasin, Musi Rawas, Musi Rawas Utara yang terletak di Sumatra Selatan.
Secara total, Cisadane Sawit Raya mempunyai lebih dari 18.000 hektare (ha). Dari total lahan tersebut, sekitar 85% di antaranya merupakan areal tanaman menghasilkan.
“Dengan umur tanaman produktif yang relatif masih muda, tentunya kami menargetkan adanya kenaikan produksi. Dalam lima tahun terakhir produksi TBS kami meningkat rerata sekitar 15%. Kami juga akan menjaga tingkat OER dari pabrik kami bisa mencapai setidaknya 20%,” imbuh Sidik.
Sidik menjelaskan, pihaknya belum berencana menambah lahan lantaran masih memiliki landbank di entitas anak usaha yang berlokasi di Sumatra Selatan. “Kami akan berkonsentrasi menanam di area yang masih tersisa tersebut,” tutur Sidik.
Baca Juga: Cisadane Sawit Raya (CSRA) optimistis produksi akan meningkat di 2020
Saat ini CSRA memiliki pabrik di Pelabuhan Ratu dengan kapasitas 60 ton per jam, dengan tingkat utilisasi mencapai 80% hingga 85%, tingkat oil extraction rate (OER) hingga 20%, dan kernel extraction rate (KER) hingga 5%.
Dengan adanya kenaikan produksi dan membaiknya harga komoditas, CSRA berharap pendapatan tahun ini bakal lebih baik ketimbang tahun lalu. Tapi, Sidik belum dapat menyebutkan detail target pertumbuhan pendapatan dan laba bersih. “Yang pasti, kami fokus kepada dua parameter yang dapat kami kendalikan, yaitu produksi dan cost,” jelas Sidik.
Baca Juga: Harga CPO cetak rekor penurunan terburuk dalam sepekan usai India batasi impor
Hingga Juni 2019 CSRA mencatatkan pendapatan sebesar Rp 223,46 miliar, turun 19,64% secara year on year (yoy) daripada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 278,08 miliar. Sementara itu, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp 4,43 miliar, turun 69,24% yoy. Penurunan kinerja keuangan ini lantaran lesunya harga kelapa sawit sepanjang 2019.
Di lain sisi, Sidik menambahkan, harga komoditas yang fluktuatif juga menjadi tantangan perusahaan. Sebelumnya, CSRA mengungkapkan akan menganggarkan dana Rp 35 miliar untuk belanja modal jika kenaikan harga CPO masih berlanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News