Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Pasar saham di Asia melemah pada Senin (7/7), di tengah kebingungan seputar kebijakan tarif AS.
Pejabat pemerintah AS mengisyaratkan penundaan penerapan tarif, namun tanpa penjelasan rinci atau dokumen resmi, sehingga memicu ketidakpastian.
Sementara itu, harga minyak merosot setelah OPEC+ memutuskan untuk meningkatkan produksi lebih besar dari perkiraan.
Baca Juga: Trump Sebut Hampir Rampungkan Sejumlah Kesepakatan Dagang, Tarif Baru Mulai 1 Agustus
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Minggu (6/7) mengatakan bahwa AS hampir merampungkan sejumlah kesepakatan dagang dan akan memberi tahu negara mitra terkait tarif yang lebih tinggi paling lambat 9 Juli, dengan tarif mulai berlaku pada 1 Agustus.
“Mitra dagang kami akan menerima surat dari Presiden Trump yang menyatakan bahwa jika negosiasi tidak segera selesai, maka pada 1 Agustus akan kembali ke tarif seperti pada 2 April,” kata Menteri Keuangan AS, Scott Bessent kepada CNN.
Trump sebelumnya telah mengumumkan tarif dasar sebesar 10% untuk sebagian besar negara dan tarif tambahan hingga 50%, dengan tenggat awal pada Rabu (9/7) pekan ini.
Namun, Trump juga menyebut tarif bisa berkisar antara 10% hingga 70%, yang semakin membingungkan pelaku pasar.
Dengan sedikitnya kesepakatan dagang yang telah tercapai, banyak analis memperkirakan tenggat waktu akan diundur.
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Saham dan Proyeksi IHSG untuk Hari Ini (7/7)
Meski begitu, belum jelas apakah tenggat baru berlaku untuk semua mitra dagang atau hanya sebagian.
“Eskalasi kembali ketegangan dagang ini terjadi saat mitra utama seperti Uni Eropa, India, dan Jepang sedang berada di tahap krusial dalam negosiasi bilateral,” tulis analis ANZ dalam catatan riset.
“Jika tarif resiprokal diterapkan sesuai bentuk awal, atau bahkan diperluas, kami perkirakan hal ini akan menambah risiko penurunan pertumbuhan ekonomi AS dan meningkatkan tekanan inflasi.”
Reaksi awal pasar relatif berhati-hati. Kontrak berjangka indeks S&P 500 dan Nasdaq sama-sama turun 0,3%.
Indeks Nikkei Jepang turun 0,3%, indeks saham Korea Selatan melemah 0,7%, dan indeks MSCI Asia Pasifik (di luar Jepang) juga turun tipis 0,1%.
Baca Juga: Dolar Tertekan di Dekat Level Terendah Multi-Tahun Pagi Ini, Jelang Tenggat Tarif AS
Dolar Masih Tertekan
Obligasi pemerintah AS diminati, dengan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun turun hampir 2 basis poin ke 4,326%.
Di pasar valuta asing, indeks dolar tetap lemah, mendekati level terendah empat tahun di 96,913.
Euro diperdagangkan pada level US$1,1787, sedikit di bawah puncaknya minggu lalu US$1,1830, sementara dolar AS melemah terhadap yen Jepang di level 144,38.
Kekhawatiran pasar terhadap kebijakan tarif Trump yang dinilai kacau turut menekan dolar AS dan menimbulkan ketidakpastian terhadap prospek pertumbuhan dan inflasi.
Hal inilah yang menyebabkan Federal Reserve belum memangkas suku bunga. Risalah rapat terakhir The Fed yang akan dirilis pekan ini dapat memberikan petunjuk tentang arah kebijakan selanjutnya.
Pekan ini terbilang sepi pidato dari pejabat The Fed, dan data ekonomi juga terbatas.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Turun 1% Senin (7/7) Pagi, Usai OPEC+ Percepat Kenaikan Produksi
Pasar memperkirakan Bank Sentral Australia (RBA) akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 3,60% dalam pertemuan hari Selasa (8/7), pemangkasan ketiga di siklus saat ini dengan target suku bunga jangka menengah berkisar di 2,85%–3,10%.
Sementara itu, Bank Sentral Selandia Baru diperkirakan akan mempertahankan suku bunga di 3,25% pada pertemuan Rabu, setelah sebelumnya memangkas suku bunga sebesar 225 basis poin dalam setahun terakhir.
Di pasar komoditas, harga emas turun 0,3% menjadi $3.324 per ons, meskipun mencatat kenaikan hampir 2% pekan lalu seiring pelemahan dolar.
Harga minyak kembali melemah setelah OPEC+ sepakat pada Sabtu lalu untuk menaikkan produksi sebesar 548.000 barel per hari pada Agustus — lebih besar dari ekspektasi.
Kelompok tersebut juga memperingatkan bahwa peningkatan serupa bisa dilakukan pada September, yang menimbulkan dugaan bahwa OPEC+ mencoba menekan produsen berbiaya tinggi, terutama dari sektor shale oil AS.
Minyak mentah Brent turun 52 sen ke $67,78 per barel, sementara minyak mentah AS (WTI) melemah $1,01 menjadi $65,99 per barel.
Selanjutnya: Simak Tips Seimbangkan Kuliah dan Prestasi Nonakademik dari Atlet Karate Muda
Menarik Dibaca: Simak Tips Seimbangkan Kuliah dan Prestasi Nonakademik dari Atlet Karate Muda
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News