Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) tak kunjung menyerah untuk menggarap blok minyak dan gas (migas) di Yaman, Gallo Oil (Jersey) Ltd, meskipun belum juga mencapai skala produksi sejak pertama kali dimiliki pada tahun 2000 silam.
Dalam prospektus Penawaran Umum Terbatas IV (PUT IV) dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atau rights issue yang dirilis Kamis (26/6) lalu, BUMI, bahkan, berniat mengalokasikan dana senilai US$ 48 juta atau setara Rp 552 miliar untuk mengembangkan Gallo Oil.
Secara spesifik, dana hasil rights issue itu akan digunakan untuk merealisasikan program Blok 13 dan Blok R2 dari konsesi hidrokarbon yang dimiliki Gallo Oil.
"Jika dana hasil PUT IV ini tidak mencukupi [...], Perseroan akan mencari sumber dana lain yang berasal dari project financing atau akan ditangguhkan oleh Perseroan," tulis manajemen BUMI.
Rencana itu memperkuat strategi BUMI untuk tetap mempertahankan Gallo Oil. "Kami tetap yakin ada potensi (migas) di sana," kata Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI kepada KONTAN, belum lama ini.
Dalam laporan eksplorasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (20/5), BUMI memang menyatakan tetap menjajaki kemungkinan untuk mengebor satu sumur eksplorasi di Blok R2 milik Gallo Oil.
Tak hanya itu, BUMI juga berencana melakukan pengeboran lanjutan di sumur Al Rizq Blok 13 guna menghitungan cadangan gas di areal tersebut. Tapi, perlu dicatat, rencana pengeboran di dua blok itu baru akan dilakukan jika situasi politik di Yaman sudah kembali stabil.
Faktor ini memang menjadi dalih utama BUMI ketika tak juga berhasil mengembangkan Gallo hingga tahap eksploitasi. Imbasnya, BUMI harus meminta perpanjangan izin eksplorasi Gallo kepada pemerintah Yaman berkali-kali dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan laporan keuangan BUMI per 31 Maret 2014, pada 13 April 2014 lalu, Gallo kembali memperoleh perpanjangan izin eksplorasi blok R2 dan 13 masing-masing hingga 1 April 2015 dan 14 mei 2015.
Strategi BUMI mempertahankan Gallo tentunya menimbulkan efek samping dalam hal biaya eksplorasi yang harus dikucurkan. Per 31 Maret 2014, biaya eksplorasi Blok R2 yang sudah dikeluarkan BUMI mencapai US$ 166,58 juta. Sementara biaya eksplorasi Blok 13 senilai US$ 205,24 juta.
Begitu besarnya biaya eksplorasi Gallo jelas memberatkan BUMI. Terlebih timbunan utang BUMI juga sangat tinggi. BUMI sebenarnya bisa saja menjual kepemilikan saham Gallo kepada pihak lain guna meringakan beban keuangannya.
Opsi ini sebenarnya sudah pernah dijajaki BUMI. Pada 28 Desember 2009, BUMI mengikat perjanjian jual beli atas 7,4 juta atau setara 20% saham Gallo kepada Florenceville Financial Ltd.
Namun, pada 21 April 2011, kedua belah pihak sepakat untuk membatalkan transaksi jual beli tersebut. Alasannya, Florenceville gagal meraih pendanaan karena situasi politik di Yaman yang memanas kala itu.
Pembatalan ini membuat BUMI harus merugi US$ 35,89 juta yang sebelumnya sudah diakui sebagai keuntungan atas penjualan saham dalam laporan keuangan 2009. Banyaknya ketidakjelasan aksi korporasi BUMI, membuat rekomendasi saham BUMI menjadi negatif.
Dari sembilan analis yang dikompilasi Bloomberg, tidak ada satu pun yang merekomendasikan "beli" saham BUMI. Empat analis merekomendasikan "jual" dan lima analis lainnya hanya menyarankan investor untuk "hold" saham BUMI.
Target harga BUMI berdasarkan konsensus Bloomberg adalah Rp 288,57 per saham. Pada Jumat (27/6), harga BUMI ditutup menguat 14,67% ke level Rp 172 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News