kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.395.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Bukan Emas! Ini Instrumen Paling Prospektif di Sisa Tahun 2024


Minggu, 30 Juni 2024 / 20:39 WIB
Bukan Emas! Ini Instrumen Paling Prospektif di Sisa Tahun 2024
ILUSTRASI. Pialang memantau pergerakan perdagangan saham di Jakarta, Senin (3/6/2024). Emas Antam mencetak return terbaik selama bulan Juni 2024, tapi analis menjagokan obligasi sebagai instrumen prospektif.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emas Antam mencetak return terbaik selama bulan Juni 2024. Meski begitu, analis menjagokan obligasi sebagai instrumen prospektif di sisa tahun ini.

Berdasarkan data yang dihimpun Kontan.co.id, emas Antam mencetak return 1,72% month on month (MoM) di Juni 2024. Lalu disusul Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencatatkan return 1,33% MoM, kemudian obligasi korporasi 0,28% MoM, dan obligasi pemerintah 0,01% MoM.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, kenaikan emas Antam dikarenakan pelemahan yang terjadi pada rupiah. Sebab di periode itu, emas spot mencatat return -0,32% MoM.

Baca Juga: Harga Emas Bersinar di Tengah Harapan Penurunan Suku Bunga Setelah Rilis Data Inflasi

"Jika rupiah dalam kondisi normal, return emas Antam juga akan negatif karena mengikuti pergerakan emas dunia," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (30/6).

Namun memang, secara kumulatif sejak awal tahun (Ytd), emas Antam mencetak return 18,88% dan emas spot sebesar 13,11%. Adapun obligasi korporasi mencatatkan pengembalian 2,34% Ytd, lalu obligasi pemerintah 0,93% Ytd, sementara IHSG -2% Ytd.

Sementara itu, IHSG sedikit terdorong di awal bulan Juni karena keluarnya saham BREN dari papan FCA. Namun utamanya, Fikri melihat IHSG didorong menurunnya sentimen risiko defisit fiskal sehingga IHSG kembali rebound, mengingat valuasi saham bluechip yang sudah rendah.

Untuk Juli 2024, diharapkan kinerja IHSG berlanjut positif. Adapun pendorongnya, bank-bank besar yang mencatatkan pertumbuhan kinerja yang apik hingga Mei 2024.

Baca Juga: Kupon SBR 013 6,45% & 6,6%, Cek Cara Investasi Secara Online Modal Minimal Rp 1 Juta

Selain itu, dengan depresiasi rupiah yang terjadi saat ini juga diharapkan dapat menarik asing untuk kembali masuk ke pasar saham. "Dengan rupiah yang sudah turun menjadi ada valuasi yang jauh lebih murah," sebutnya.

Meski demikian, Fikri menilai untuk jangka pendek instrumen investasi emas masih menjadi andalan. Menurutnya, selain didorong nilai tukar, investor juga masih mencermati kondisi geopolitik.

Kendati kondisi di Palestina-Israel menurun, tetapi situasi di Rusia-Ukraina meningkat dalam dua pekan terakhir. Ditambah, saat debat antara Donald Trump dengan Biden juga menyinggung Palestina-Israel, sehingga dinilai menjadi sentimen negatif juga untuk investor secara global.

"Jadi kemungkinan investor akan menahan diri dan akan ada pengalihan dana dari pasar saham ke aset jangka pendek, seperti emas dan dolar Amerika Serikat (AS)," katanya.

Sebagai informasi, kinerja valas juga mencetak kinerja apik di semester I 2024 atas rupiah. Misalnya, USD menguat 3,75% Ytd terhadap rupiah, lalu AUD menguat 4,60% Ytd, dan GBP menguat 3,29% Ytd.

Di pasar saham, Fikri juga menilai pasar masih melihat seberapa besar efek risk on saat pivot Fed Rate dan BI rate terjadi. Selain itu juga, pasar masih mencermati sektor riil.

"Saya pikir baru bisa terlihat dampaknya di kuartal IV atau setidaknya akhir kuartal III, sehingga sampai saat itu marketnya masih wait and see," terangnya.

Di sisi lain, saat suku bunga diturunkan umumnya reli yang paling pesat terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Meskipun memang, investor di pasar SBN ini masih menantikan kepastian waktu pemangkasan suku bunga.

Baca Juga: Harga Emas Jatuh ke Bawah Level US$ 2.300, Terendah Dalam 2 Pekan

Saat suku bunga turun, Fikri menilai obligasi pemerintah akan menjadi instrumen yang paling menarik. Adapun di semester I kalah bersaing dengan obligasi korporasi karena frekuensi pembayaran kupon.

Obligasi korporasi membayarkan kupon sebanyak empat kali dalam satu tahun. Sementara, obligasi pemerintah hanya membayarkan dua kali dalam satu tahun.

Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong berpendapat, untuk bulan Juli belum ada instrumen investasi yang menarik. Menurutnya, sentimen dari the Fed mempengaruhi secara umum sehingga investor terlihat masih berhati-hati, ditambah karena pelemahan rupiah dan kekhawatiran fiskal pemerintah masih membayangi.

"Belum ada investasi yang akan 'stand out' di bulan Juli karena masih perlu melewati masa-masa yang penuh ketidakpastian dalam beberapa bulan ke depan," sebutnya.

Baca Juga: SBR 013 Terjual Rp 9,06 Triliun, Ini Kupon & Cara Investasi SBR 013 Secara Online

Untuk emas, Lukman juga berpendapat masih akan bergerak konsolidasi. Ia memperkirakan di Juli, harga emas akan bergerak direntang US$ 2.290 - US$ 2.360 per ons troy.

Sementara untuk jangka panjang, obligasi disebut menjadi instrumen yang menarik. Sebab, saat era pemangkasan suku bunga dimulai harganya akan naik dari harga saat ini yang sudah sangat murah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×