Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Adi Wikanto
Rekomendasi Saham - JAKARTA. Saham blue chip jadi pilihan banyak investor untuk berinvestasi. Di bawah saham blue chip, banyak saham dengan kapitalisasi pasar yang lebih kecil tapi memiliki prospek menarik untuk investasi.
Saham blue chip adalah saham dengan nilai kapitalisasi pasar besar hingga puluhan dan ratusan triliun rupiah. Di Bursa Efek Indonesia (BEI), saham blue chip biasanya tergabung dalam Indeks LQ45.
Di luar saham blue chip, banyak saham dengan kapitalisasi pasar menengah dan mini (middle & small cap) yang patut dilirik. Pasalnya, saham dengan kapitalisasi pasar menengan dan mini ini punya prospek yang tak kalah menarik dari saham keping biru berkapitalisasi pasar jumbo (big cap).
Hanya saja, pelaku pasar perlu lebih jeli memilih saham-saham lapis kedua dan lapis ketiga tersebut. Investor juga harus waspada dengan para spekulan yang menggoreng harga saham.
Baca Juga: IHSG Menguat Pada Perdagangan Senin (16/10) Pagi, MDKA, ANTM, MEDC Top Gainers LQ45
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto mengatakan, ada dua katalis penting yang menghampiri bursa saham di periode kuartal IV ini. Pertama, antisipasi pelaku pasar terhadap musim rilis laporan keuangan kuartal III serta fenomena window dressing.
Kedua katalis itu tidak hanya menerpa saham-saham big cap, tapi berpotensi menjalar ke saham middle & small cap. "Tapi bisa juga jadi sentimen negatif, tergantung dari datanya (hasil kinerja di laporan keuangan)," kata William kepada Kontan.co.id, Minggu (15/10).
Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo sepakat, daya tarik saham middle & small cap tergantung dari kondisi fundamental dan katalis yang mengiringinya pada periode akhir tahun ini. Apalagi, sejumlah sentimen eksternal membayangi pasar saham.
Mulai dari efek tensi geopolitik konflik Israel - Palestina, perlambatan ekonomi global, hingga potensi kenaikan suku bunga The Fed. Selain daya tahan terhadap sentimen eksternal, likuiditas saham juga berperan penting.
"Kalau likuiditasnya bagus, terus ada katalis yang berpotensi mendorong harga, biasanya menjadi pilihan," imbuh Wisnu.
Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus turut melihat rilis kinerja kuartal III, sentimen suku bunga The Fed, pelemahan rupiah, serta perkembangan tensi geopolitik akan banyak memengaruhi volatilitas saham middle dan small cap.
Apalagi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih cenderung bergerak sideways dalam beberapa bulan terakhir. "Pasar masih mencermati berbagai sentimen yang ada saat ini. Investor sebaiknya trading jangka pendek terlebih dahulu sambil melihat perkembangan arah pasar yang lebih jelas," saran Daniel.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro ikut mengingatkan, karakter saham middle-small caps identik dengan volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan saham big cap.
"Sehingga investor harus lebih mencermati strategi dalam berinvestasi di saham middle-small cap. Investor perlu menentukan risk tolerance yang disanggupi," tegas Nico.
Di sisi yang lain, Nico mengamati bobot saham-saham di indeks small-mid cap composite mencapai sekitar 30% terhadap bursa. Alhasil, perfoma saham-saham kategori ini juga punya peran yang penting terhadap arah IHSG sampai tutup tahun 2023.
"Secara katalis sebenarnya sama dengan katalis untuk big cap. Investor bisa terus mencermati adanya aksi korporasi yang sewaktu-waktu bisa menggerakkan saham middle dan small cap tersebut lebih volatile," ungkap Nico.
Rekomendasi Saham
Dalam memilah saham middle-small cap, Nico menyarankan untuk cermat menilik progres kinerja dari laporan keuangan kuartal I-III 2023.
"Ada prospek menarik khususnya yang top line atau bottom line-nya punya tren pertumbuhan konsisten, terlebih didukung prospek sektor bisnis menjanjikan," ungkap Nico.
CEO Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo menyoroti empat kriteria saham middle-small cap yang menarik dikoleksi.
Pertama, dari sisi valuasi price to earnings ratio (PER) dan price to book value (PBV) yang relatif murah. Kedua, berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan dan laba.
Ketiga, transaksi saham yang relatif likuid. Keempat, emiten yang rajin membagi dividen akan menambah daya tarik.
Menurut Praska, investor bisa menerapkan strategi buy dalam jangka menengah untuk saham middle-small cap dengan kriteria tersebut.
"Khususnya saham dari emiten dengan prospek industri yang masih positif di tahun depan serta tren harga saham yang belum mengalami kenaikan signifikan dalam tiga bulan terakhir atau masih dalam tren bearish jangka pendek," sebut Praska.
Sedangkan bagi saham middle-small cap berfundamental apik tapi harganya sudah naik tinggi, Praska menyarankan untuk menunggu dengan strategi buy on weakness. Pilihan lain yang bisa dipertimbangkan adalah trading jangka pendek.
Saham pilihan Praska meliputi PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA), PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI), PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX), PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR), PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) dan PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU).
William menyematkan rekomendasi buy bagi saham PT Mandiri Herindo Adiperkasa Tbk (MAHA), PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA), PT Solusi Kemasan Digital Tbk (PACK) dan PT Soechi Lines Tbk (SOCI). Sedangkan Nico memilih saham PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).
Itulah rekomendasi saham non blue chip yang layak dilirik untuk portofolio investasi. Ingat, segala risiko investasi atas rekomendasi saham di atas menjadi tanggung jawab Anda sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News