Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek energi terbarukan memegang kunci untuk valuasi saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) di masa mendatang. Ini karena ADRO telah melakukan aksi korporasi yaitu divestasi dengan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), dan mengalihkan fokusnya ke bisnis hijau yang dianggap lebih menguntungkan dan berkelanjutan.
Analis Sucor Sekuritas Andreas Yordan menilai strategi tersebut masih prospektif bagi ADRO, sebab perusahaan ini memiliki posisi strategis dan neraca keuangan yang solid. Menurutnya, ADRO diperkirakan akan mempertahankan posisi kas bersih sebesar US$ 2,0 miliar dengan ekuitas mencapai US$ 5,5 miliar.
Maka dari itu dengan posisi keuangan yang kokoh ini akan memberikan fondasi bagi ADRO untuk memanfaatkan peluang pertumbuhan di sektor energi terbarukan, sehingga membuka jalan bagi peningkatan profitabilitas dan memperkuat struktur modalnya.
ADRO juga memiliki total kapasitas energi terbarukan sebesar 1,7 gigawatt (GW), dengan 1,3 GW berasal dari tenaga air dan 0,4 GW dari tenaga surya. Ini menjadikannya salah satu penyedia energi terbarukan terbesar di Indonesia.
Baca Juga: Kinerja Emiten Big Caps Masih Beragam, Cek Rekomendasi Sahamnya untuk Jangka Panjang
Dalam proyek pembangkit listrik tenaga air, ADRO memegang 50% saham dengan imbal hasil ekuitas (ROE) rata-rata mencapai 31%. Selain itu proyek pembangkit listrik tenaga surya juga menjanjikan dengan rencana ekspor ke Singapura pada tarif sekitar $0,25/kWh. Andreas pun memperkirakan nilai NPV proyek ini mencapai $4,2 miliar, "yang merepresentasikan 3,7 kali EV/EBITDA dan tingkat pengembalian internal (IRR) sebesar 15%," jelas Andreas dalam riset 2 Desember 2024.
Oleh sebab itu, menurut Andreas investasi di sektor terbarukan ini dapat meningkatkan penilaian ADRO hingga 56%.
Selaras, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas memandang bahwa sektor energi baru terbarukan (EBT) memiliki prospek yang menjanjikan dan berkelanjutan di masa depan. Hal ini dinilai dapat menarik perhatian investor, khususnya yang mencari portofolio berbasis pada prinsip ramah lingkungan. Pun valuasi di sektor ini dinilai lebih tinggi dibandingkan perusahaan berbasis fosil.
"Prospek permintaan global akan energi bersih juga semakin meningkat seiring dengan kesadaran perubahan iklim dan regulasi yang semakin ketat," kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Senin (23/12).
Baca Juga: Cum Dividen Interim Besok (24/12) hingga Januari, Cermati 8 Saham Berikut Ini
Kendati tantangan untuk sektor EBT adalah membutuhkan investasi yang cukup besar dan dalam jangka waktu yang panjang. Kemudian teknologi energi terbarukan masih terus berkembang, sehingga ada risiko ketidakpastian. Tantangan selanjutnya terkait kompetisi dan regulasi.
Namun, dia menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi sektor ini. Salah satunya adalah kebutuhan investasi yang besar dan berjangka panjang, mengingat pengembangan energi terbarukan memerlukan biaya awal yang signifikan.
Selain itu, teknologi yang digunakan dalam energi terbarukan masih berada dalam tahap pengembangan, sehingga terdapat risiko ketidakpastian terkait keberlanjutan dan efisiensi teknologinya.
Tantangan lainnya adalah persaingan yang semakin ketat di pasar karena banyak juga perusahaan yang mulai mengembangkan fokus ke energi hijau, serta kompleksitas regulasi yang berpotensi menghambat perkembangan sektor ini.
Baca Juga: Ada Dividen Jumbo Rp 3,2 Triliun, Cermati Harga Saham Blue Chip yang Tren Turun Ini
Di sisi lain Analis BRI Danareksa, Erindra Krisnawan dan Kafi Ananta menyatakan dalam riset 15 Desember 2024, bahwa valuasi saham ADRO diperkirakan mampu berada di angka US$ 5,3 miliar hingga US$ 7,0 miliar. Sedangkan valuasi ekuitas AADI diperkirakan mencapai US$6,1 miliar.
Sehingga dengan perhitungan tersebut, pemegang saham ADRO berpotensi menghadapi penurunan kapitalisasi pasar sebesar 9%-31% atau setara dengan US$ 0,7 miliar-US$ 2,4 miliar dari kapitalisasi pasar saat ini. Sedangkan pemegang saham AADI berpotensi mengalami kenaikan hingga 112%-127% atau setara US$ 3,0 miliar-US$ 4,5 miliar.
"Menurut kami risiko utama bagi pemegang saham adalah kerugian, khususnya apabila apabila market memberika diskon holdco yang lebih besar," jelas Erindra dan Kafi.
Adapun risiko tersebut dapat diminalisir apabila ADRO memiliki visibilitas yang lebih baik pada proyek-proyek terbarukannya. Misalnya, tenaga air sebesar 1,375 GW, tenaga angin 70 MW, dan kemungkinan proyek tenaga surya 2 GW.
Baca Juga: Alamtri (ADRO) Bagi Bonus Lagi, Kini Tebar Dividen Interim US$ 200 Juta
Sebab BRI Danareksa mencermati perusahaan-perusahaan global dengan proyek serupa diperdagangkan dalam kapitalisasi pasar rata-rata US$ 1,1 per GW. Namun demikian perlu diingat bahwa proyek hidro ADRO dijadwalkan rampung pada tahun 2030.
Berdasar analisa ini BRI Danareksa memproyeksi pendapatan ADRO sebesar US$ 6,2 miliar, dan pada tahun fiskal 2025 sedikit turun menjadi US$ 5,8 miliar. Sedangkan net profit diperkirakan sebesar US$ 1,1 miliar pada akhir tahun 2025, dan sebesar US$ 997 juta untuk estimasi tahun depan.
Sucor Sekuritas memproyeksi pendapatan ADRO sampai akhir tahun ini sebesar US$5,3 miliar, dan net income US$1,02 miliar. Sementara untuk proyeksi pendapatan tahun 2025 mengalami penurunan menjadi US$2,03 miliar, dan net income diperkirakan turun juga menjadi US$552 miliar.
Dengan analisa di atas pula, BRI Danareksa menurunkan peringkat saham ADRO menjadi hold tetapi target harganya lebih tinggi menjadi Rp 4.100 per saham.
Kalau Sucor merekomendasikan Buy ADRO dengan target harga Rp 4.500 per saham. Sedangkan Kiwoom Sekuritas memberi rekomendasi untuk ADRO hold dengan target harga Rp 2.880 per saham.
Selanjutnya: Kinerja Emiten Big Caps Masih Beragam, Cek Rekomendasi Sahamnya untuk Jangka Panjang
Menarik Dibaca: Toyota Yaris Cross HEV Meraih Penghargaan Most Worthy Car di Uzone Choice Award 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News