Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang akan melepas di PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) menarik perhatian publik. Langkah ini menjadi bagian dari strategi ADRO untuk memisahkan (spin-off) pilar bisnis pertambangan dengan pilar bisnis Adaro Minerals dan Adaro Green.
ADRO berencana menjual sebanyak-banyak seluruh kepemilikan atau 99,9999% saham di AAI. Nilai transaksi akan mempertimbangkan hasil penilaian saham dari penilai independen, yaitu sebesar US$ 2,45 miliar, atau setara dengan 31,8% dari total ekuitas ADRO.
Hanya sebagai gambaran, jika dikonversi memakai kurs Rp 15.430 per dolar Amerika Serikat (AS), jumlah itu setara dengan Rp 37,80 triliun. Adapun, mekanisme transaksi akan dilakukan melalui Penawaran Umum oleh Pemegang Saham (PUPS) berdasarkan POJK 76/2017.
Pembeli adalah para pemegang saham ADRO yang terdaftar pada tanggal pencatatan dan memilih untuk membeli saham AAI. "Perseroan akan menawarkan Saham Yang Ditawarkan kepada seluruh pemegang saham Perseroan yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham Perseroan pada tanggal tertentu yang akan diumumkan pada Prospektus PUPS," ungkap manajemen ADRO dalam keterbukaan informasi, Rabu (11/9).
Baca Juga: Saham ADRO Melompat 12% di Tengah Rencana Jual AAI Rp 37,7 Triliun
ADRO akan meminta persetujuan atas aksi ini dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang akan diselenggarakan pada Jumat, 18 Oktober 2024. ADRO pun mempertimbangkan untuk membagikan dividen tunai kepada seluruh pemegang sahamnya, yang tercatat pada tanggal pencatatan.
"Para pemegang saham Perseroan atas pilihannya, dapat menggunakan dividen tunai tersebut untuk membantu mendanai partisipasi para pemegang saham Perseroan dalam Rencana Transaksi," ungkap manajemen ADRO.
Sebagai informasi, PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) dahulu bernama PT Alam Tri Abadi. Melalui AAI, ADRO memiliki saham pada beberapa perusahaan pertambangan batubara termal, yaitu PT Adaro Indonesia, PT Paramitha Cipta Sarana, PT Semesta Centramas, PT Laskar Semesta Alam, dan PT Mustika Indah Permai.
AAI juga memiliki saham-saham pada dua perusahaan pertambangan batubara termal yang saat ini sedang dikembangkan, yaitu PT Pari Coal dan PT Ratah Coal. Selain itu, AAI memiliki bisnis jasa logistik, antara lain meliputi angkutan tongkang dan pemuatan kapal batubara.
AAI juga memiliki bisnis-bisnis pendukung melalui perusahaan anaknya yang bergerak di bisnis pertanahan, air, investasi, dan ketenagalistrikan sebagai pendukung operasi bisnis pertambangan. Manajemen ADRO menegaskan rencana strategis melakukan ekspansi dan diversifikasi pada pilar non pertambangan batubara.
ADRO telah menyampaikan komitmen untuk memiliki sekitar 50% total pendapatan dari bisnis non-batubara termal pada tahun 2030. Target ini akan dicapai dengan mengembangkan bisnis di bidang-bidang yang mendukung ekosistem hijau.
Guna mendukung komitmen tersebut, ADRO berencana untuk memisahkan bisnis pilar pertambangan dan beberapa bisnis pendukung di bawah AAI dengan pilar bisnis Adaro Minerals dan Adaro Green. Rencana transaksi ini diharapkan membantu AAI dan pilar bisnis non batubara termal untuk meningkatkan fokus pengembangan dan kinerja.
Pemisahan ini juga akan membantu bisnis hijau ADRO untuk mendapatkan akses terhadap sumber pembiayaan yang lebih banyak, biaya pendanaan yang lebih kompetitif, memberikan akses lebih baik pada proyek-proyek ramah lingkungan dengan partner bisnis potensial peringkat atas.
Head of Corporate Communication Adaro Energy Indonesia Febriati Nadira belum memberikan komentar lebih detail selain yang telah disampaikan dalam keterbukaan informasi. Nadira hanya menegaskan bahwa dana dari penjualan AAI akan digunakan untuk pengembangan bisnis ADRO ke depan.
Mengenai waktu transaksi, Nadira menekankan pelaksanaannya akan tergantung pada pihak regulator dan pemenuhan persyaratan, serta persetujuan di dalam RUPSLB.
"Sebagaimana lazimnya rencana transaksi di pasar modal, bisa disetujui, bisa ditunda, atau bahkan tidak dilaksanakan karena tidak disetujui.," kata Nadira kepada Kontan.co.id, Kamis (12/9).
Aksi ini mendapat sambutan positif dari pelaku pasar. Tampak dari laju harga saham ADRO yang bergerak dalam rentang Rp 3.800 - Rp 4.050 pada perdagangan Kamis (12/9). ADRO ditutup menguat 9,38% ke level Rp 3.850 per saham.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan melihat respons positif pasar terutama disebabkan oleh ekspektasi dividen tunai yang lebih tinggi dari ADRO. Apalagi potensi dividen khusus akan memberikan dukungan tambahan bagi investor untuk berpartisipasi dalam penawaran saham AAI.
Hingga semester I-2024, AAI diestimasikan memiliki Price to Earning Ratio (P/E) tahunan sebesar 1,3 - 1,4 kali. Lebih rendah dari rata-rata peer saat ini di level 4 - 6 kali. Rizkia memprediksi harga penawaran AAI akan dinilai tidak terlalu tinggi oleh pasar.
"Terutama jika dikombinasikan dengan pandangan pasar yang menguntungkan terhadap bisnis batubara ADRO, yang memiliki pangsa pasar solid, kehadiran ekspor kuat, dan manajemen biaya yang efisien," kata Rizkia.
Baca Juga: ADRO Pisahkan Bisnis Batubara, Jual Adaro Andalan Indonesia US$ 2,45 miliar
Analis Stocknow.id Dinda Resty Angira menambahkan, lonjakan harga ADRO mencerminkan optimisme pasar bahwa ADRO akan memanfaatkan hasil dari penjualan AAI untuk mendanai ekspansi lebih lanjut. Termasuk ekspektasi pembagian dividen tunai, di mana ADRO merupakan salah saru saham dengan pembagi imbal hasil tertinggi.
Dinda menilai, ADRO memiliki outlook jangka panjang yang stabil dengan target untuk mengurangi ketergantungan pada batubara dan meningkatkan kontribusi dari sektor hijau.
"Investor dapat mempertimbangkan strategi investasi jangka panjang, sejalan dengan diversifikasi bisnis," kata Dinda.
Investment Advisor Phintraco Sekuritas Nauval Maulana mengamini antusiasme pasar terhadap aksi ADRO ini mempertimbangkan pembagian dividen dan skema penawaran umum AAI. Sehingga memungkinkan pemegang saham ADRO menebus saham AAI memakai dividen yang diterima.
Dengan target pendapatan 50% dari non-batubara termal pada tahun 2030, aksi ini membuka potensi bagi ADRO untuk menjadi perusahaan berbasis pada bisnis green energy. Hal ini dapat memberikan keuntungan seperti kemudahan akses pembiayaan dan peningkatan minat investor asing untuk berinvestasi.
Hanya saja, Nauval memberikan catatan bahwa penjualan AAI bisa berdampak pada penurunan pendapatan secara signifikan. Rizkia punya sorotan serupa, di mana AAI berkontribusi signifikan pada kinerja keuangan konsolidasi ADRO, yakni sekitar 89% dari pendapatan dan sekitar 105% dari laba bersih.
Dus, prospek kinerja ADRO akan tergantung pada pembaruan transaksi yang akan datang dan seberapa banyak saham AAI yang akan dipertahankan ADRO.
"Kami melihat potensi bagi investor untuk menilai kembali harga saham ADRO dalam waktu dekat," terang Rizkia.
Secara fundamental, investor bisa jadi mulai menganggap ADRO sebagai perusahaan energi terbarukan, yang dapat menjamin kelipatan valuasi lebih tinggi. Meski terjadi pemisahan pendapatan utama dan penghasil laba bersih.
Selain itu, ADRO dapat dilihat lebih sebagai perusahaan induk atau investasi, yang dapat mendorong revisi ke bawah dari P/E tersiratnya saat ini di sekitar 4,9 kali. "Kami melihat potensi revisi ke bawah harga saham ADRO dalam jangka pendek, yang dapat terwujud setelah pengumuman dividen berikutnya," tandas Rizkia.
Sementara itu, Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto mengingatkan agar pelaku pasar tetap waspada dalam euforia pada saham ADRO. Kondisi ini berpotensi mendatangkan koreksi.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Adaro (ADRO) yang Genjot Kinerja di Paruh Kedua 2024
William lantas menyarankan untuk membeli kembali dengan strategi buy on weakness saat terjadi koreksi. Hitungan William, support ADRO berada di harga Rp 3.600 dan resistance pada Rp 4.200.
Analis RHB Sekuritas Indonesia Fauzan Djamal dan Muhammad Wafi dalam riset 9 September 2024 menyematkan rekomendasi buy saham ADRO dengan target harga Rp 3.900. "ADRO disukai oleh investor yang ingin memanfaatkan likuiditas dan margin kompetitifnya dibandingkan dengan emiten batubara lainnya," ungkap Fauzan dan Wafi.
Fauzan dan Wafi memperkirakan risiko penurunan harga relatif terbatas, dan pasar sudah mempertimbangkan kekhawatiran akan penurunan laba bersih akibat normalisasi harga batubara. Apalagi tingkat harga batubara tetap lebih tinggi daripada puncak sebelumnya (> US$ 100-120 per ton).
Sementara itu, Dinda menyoroti prospek jangka panjang ADRO dari aksi korporasi saat ini dan strategi diversifikasi ke bisnis sektor energi hijau. Dinda menaksir target harga ADRO ada di level Rp 4.250 sebagai resistance.
Harga ADRO berpotensi naik ke level Rp 4.500 jika resistance itu tertembus, dimana posisi support ada di Rp 3.560. Sedangkan Nauval menghitung support ADRO ada di Rp 3.800 dan resistance di Rp 4.000, dengan target ke level harga Rp 4.500 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News