Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (5/12). Emiten yang bergerak di bisnis pertambangan batubara dan ekosistem pendukungnya ini optimistis bisa mencapai kinerja apik usai melantai di bursa saham.
Direktur Utama Adaro Andalan, Julius Aslan, meyakini kinerja AADI masih bisa terdongkrak oleh prospek batubara yang tetap atraktif pada tahun 2025. Sebab, kebutuhan terhadap komoditas batubara masih tinggi, khususnya di kawasan Asia dan Asia Tenggara sebagai pasar utama dari Adaro.
Adapun, AADI memasarkan batubaranya ke sektor pembangkit listrik dan industri termasuk pengolahan logam dan semen. Pasar utamanya adalah Indonesia, China, India, dan Asia Tenggara. Julius menyebut beberapa negara dengan pasar ekspor potensial yang menjadi fokus AADI.
Baca Juga: Adaro Andalan (AADI) ARA Usai Melantai di Bursa, Harga Melonjak 19,82%
Meliputi China, India, Jepang, Filipina, Malaysia dan Thailand. "Semuanya masih oke. Harga batubara sekarang sebetulnya masih cukup tinggi. Ke depan menurut saya masih atraktif, terutama karena pasar di Asia cukup baik," terang Julius selepas seremoni pencatatan saham AADI, Kamis (5/12).
Meski begitu, Julius memberikan sejumlah catatan. Pertama, bisnis batubara bersifat siklikal. Artinya, tergantung pada siklus dan akan sangat terpengaruh oleh kondisi ekonomi global. Pada umumnya, harga batubara akan melejit ketika ekonomi melonjak, dan akan terjun saat ekonomi turun.
Julius menyoroti, dalam lima tahun terakhir harga batubara bergerak dinamis. Pernah menembus rekor tertinggi (all time high) di atas US$ 400 per ton pada tahun 2022. Sebaliknya, sempat ke titik terendah di bawah US$ 50 pada tahun 2020, saat pandemi covid-19 merebak.
Harga batubara termal Indonesia dengan nilai kalori 5.000 GAR pun sempat berada di titik terendah US$ 35 per ton pada tahun 2020. Sementara titik tertinggi ada di atas US$ 200 per ton pada tahun 2022.
Baca Juga: Susul Adaro Andalan (AADI), Ada Dua Perusahaan Lighthouse Jumbo yang Bakal IPO
"Kondisi itu tentunya tidak bisa kami kendalikan. Oleh karena itu kami akan fokus pada hal-hal yang bisa kami kendalikan, yaitu pencapaian operasional dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi, sehingga bisa mendapatkan margin laba yang baik," jelas Julius.
Kedua, faktor geo-politik. Dalam hal ini, Julius menyoroti terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), serta potensi perang dagang antara AS dan China. Julius berharap situasi ini tidak mengganggu ekonomi global, terutama pasar China yang merupakan penggerak komoditas dunia.
Julius yakin, pada akhirnya AS dan China akan menemukan titik keseimbangan (equilibrium) untuk mengakomodasi kepentingan masing-masing. "Saling membutuhkan, tidak mungkin saling menghancurkan. Jadi pada dasarnya pasti dilihat titik di mana keduanya saling menguntungkan," kata Julius.
Baca Juga: Adaro Andalan (AADI) Listing Hari ini (5/12), Ada Komitmen dari Boy Thohir
Dengan berbagai dinamika makro-ekonomi dan geo-politik tersebut, Julius memastikan AADI akan menjaga biaya (cost) supaya tetap rendah. Sebab, dalam bisnis batubara thermal, dia menegaskan manajemen cost menjadi kunci untuk bisa bertahan (survive).
"Jadi kalau cost-nya rendah, tentu pada harga berapa pun kami masih bisa survive. Seperti waktu itu (harga batubara) pernah di bawah US$ 50 per ton, tetapi Adaro masih bisa survive. Maka kami ingin menjadi the most efficient mining company," tandas Julius.