Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Boleh dibilang, perkembangan pasar modal Indonesia cukup prospektif dan potensial. Hal ini terlihat dari jumlah emiten tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terus bertambah dari tahun ke tahun.
Hingga Agustus 2019, jumlah perusahaan terbuka yang mencatatkan sahamnya di BEI mencapai 648 emiten. Pada 2018 silam terdapat 57 emiten baru di BEI Jumlah ini merupakan yang terbanyak di Asia Tenggara mengalahkan Malaysia (22 emiten), Thailand (19 emiten), dan Singapura (18 emiten).
Data terbaru menunjukkan, tahun ini sudah ada 40 pencatatan efek di BEI. Terdiri atas 32 pencatatan saham baru lewat aksi IPO (Initial Public Offering), satu (Dana Investasi Infrastruktur), dua DIRE (Dana Investasi Real Estat) dan lima ETF (Exchange Traded Fund).
Baca Juga: Penurunan suku bunga dan insentif pajak akan dorong emiten terbitkan obligasi
Untuk diketahui, BEI menargetkan ada 75 pencatatan efek baik melalui skema pencatatan saham baru lewat aksi IPO, DINFRA, DIRE maupun ETF hingga akhir tahun 2019. Angka ini cukup rasional apabila berkaca pada keadaan pertumbuhan IPO dan fund rising di Indonesia yang masih lebih baik ketimbang negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
BEI sendiri terus mendorong perusahaan baik besar maupun kecil untuk mencari pendanaan dari pasar modal seperti lewat IPO.
Dalam acara Seminar Go Publik di JCC Senayan (23/8), I Gede Nyoman Yetna selaku Direktur Penilaian Perusahaan BEI memaparkan beberapa poin penting mengenai seluk beluk pasar modal dan aktivitas IPO.
Baca Juga: Mandiri Sekuritas terima mandat lima perusahaan untuk go public tahun ini
Menurut Nyoman, bila satu perusahaan memutuskan untuk go public maka kesempatan perusahaan itu untuk berkembang dan melakukan ekspansi semakin terbuka lebar.
Ia pun memberikan beberapa contoh perusahaan keluarga yang berkembang pesat setelah melantai di bursa saham. Misal Kalbe Farma yang kini bertransformasi menjadi perusahaan terbuka bidang farmasi terbesar di Asia.
Guna mendorong minat perusahaan untuk masuk ke pasar modal, BEI bahkan rela melakukan strategi 'jemput bola'.
"Kami langsung ke daerah-daerah. Kami mengadakan workshop seperti ini juga di Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Makasar, Medan, Kalimantan, dan sekarang di Jakarta," ujar Nyoman saat ditemui di acara Seminar Go Public di JCC Senayan, Jumat (23/8).
Baca Juga: OJK: Obigasi daerah harus disaring agar tidak ada pendanaan tumpang tindih
Bahkan BEI memiliki divisi khusus yang akan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada perusahaan yang berminat masuk ke pasar modal.
BEI juga telah menyediakan Clinic Go Public yang dapat dimanfaatkan calon emiten untuk mengetahui dan mempersiapkan hal-hal tentang pasar modal dan proses IPO.
Dengan menjadi perusahaan terbuka, pemilik usaha tidak hanya mampu untuk menggalang dana tetapi juga mampu mendapat keuntungan lain, seperti kemudahan mendapat mitra kerja dan networking, keterbukaan informasi, perbaikan reputasi dan profesionalismen perusahaan, hingga diawasi secara otomatis oleh regulator dan investor.
"Sehingga, menjadi perusahaan tercatat merupakan perusahaan yang naik kelas," lanjut Nyoman.
Baca Juga: OJK proyeksikan obligasi bakal populer dengan tren suku bunga dan insentif pajak
Nyoman berharap, para pengusaha tertarik untuk masuk ke pasar modal. Nyoman ingin agar mereka memilih pasar modal sebagai media keberlanjutan usaha khususnya bagi mereka yang memiliki/mewarisi usaha keluarga.
"Jangan menunggu besar untuk go public, tetapi jadilah besar dengan go public," kata Nyoman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News