Reporter: Inggit Yulis Tarigan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan tarif pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dari 7,5% menjadi 10% yang berlaku mulai 17 Mei 2025 berpotensi menekan margin keuntungan dan laba bersih emiten-emiten sawit.
Namun, menurut analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, masih ada peluang menarik bagi investor melalui emiten-emiten dengan eksposur ekspor rendah dan efisiensi tinggi seperti PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS).
“TAPG menjadi salah satu emiten yang cukup menarik untuk dicermati. Dengan porsi ekspor yang relatif kecil, TAPG memiliki eksposur risiko yang lebih rendah terhadap kebijakan tarif ekspor,” terangnya pada Kontan, (19/5).
Ia menambahkan bahwa efisiensi operasional TAPG juga membantu menjaga margin, bahkan di tengah tekanan eksternal. Ia memberikan target harga TAPG pada kisaran Rp1.000 - Rp 1.060 dalam jangka pendek hingga menengah.
Baca Juga: Tarif Ekspor CPO Naik, Ini Kata Sampoerna Agro (SGRO)
“SSMS juga menarik dari sisi valuasi dan stabilitas kinerja. Emiten ini memiliki struktur biaya yang efisien, profitabilitas yang kuat, serta tetap mencatatkan pertumbuhan laba di tengah tekanan sektor. Jika tren positif berlanjut, target harga SSMS berada di kisaran Rp 1.900 - 2.000,” tambah Ekky.
Meskipun beberapa emiten bisa bertahan, tekanan terhadap sektor tetap nyata. Ekky memperkirakan koreksi laba bersih bisa mencapai 5% - 10% secara sektoral, bahkan bisa lebih dalam apabila harga CPO global tidak menguat.
“Sinar Mas Agro Resources & Technology (SMAR) menjadi yang paling rentan terdampak karena eksposur ekspor yang tinggi, mencapai hampir 49,77% dari total penjualan. Kenaikan tarif ini otomatis akan menggerus margin secara langsung,” jelasnya.
Menurutnya, kedua saham ini layak dipertimbangkan bagi investor yang ingin mengambil posisi di sektor CPO namun dengan pendekatan yang lebih defensif.
Lebih jauh, Ekky mengingatkan bahwa dampak kebijakan ini bisa bersifat jangka menengah hingga panjang. Perusahaan bisa terdorong meningkatkan produksi untuk menjaga margin, namun hal itu justru bisa menciptakan oversupply yang menekan harga.
Baca Juga: Tarif Ekspor CPO Naik 10%, SSMS Belum Berencana Revisi Target Keuangan Tahun Ini
Meskipun saat ini masih belum terlihat menunjukkan penguatan, Ekky memberikan proyeksi harga CPO global sepanjang 2025 yang diperkirakan akan berada dalam rentang US$ 3.760 - US$ 4.250 per ton.
“Sentimen positif tetap hadir lewat kuatnya permintaan domestik dan program biodiesel pemerintah. Namun, potensi tekanan dari pasokan global dan persaingan dengan soybean oil juga perlu diperhatikan,” pungkasnya.
Selanjutnya: Indonesia Approaches Trading Firms in Singapore in Pertamina Investigation
Menarik Dibaca: ASRI dan Unilever Bersiap Edukasi 200.000 Murid dan Guru soal Sustainability
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News