kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.294.000   -9.000   -0,39%
  • USD/IDR 16.585   5,00   0,03%
  • IDX 8.258   6,92   0,08%
  • KOMPAS100 1.128   -3,16   -0,28%
  • LQ45 794   -6,53   -0,82%
  • ISSI 295   3,34   1,15%
  • IDX30 415   -3,30   -0,79%
  • IDXHIDIV20 467   -5,39   -1,14%
  • IDX80 124   -0,60   -0,48%
  • IDXV30 134   -0,53   -0,39%
  • IDXQ30 130   -1,48   -1,13%

Batas Free Float Bakal Naik, Begini Efeknya ke Pasar Saham Domestik


Jumat, 10 Oktober 2025 / 19:54 WIB
Batas Free Float Bakal Naik, Begini Efeknya ke Pasar Saham Domestik
ILUSTRASI. OJK mengkaji perubahan aturan free float atau porsi saham yang dimiliki publik dari 7,5% menjadi 10%


Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji perubahan aturan free float atau porsi saham yang dimiliki publik. Sejumlah analis menilai, upaya ini bisa menekan emiten tertentu secara jangka pendek namun berbuah positif dalam jangka panjang. 

Sebelumnya, OJK pada 18 September 2025 telah mengusulkan kepada Komisi XI DPR RI untuk mengubah secara bertahap aturan minimum free float dari 7,5% ke 10%.

OJK juga mengusulkan untuk mengganti ketentuan free float dari sebelumnya berbasiskan nilai ekuitas menjadi nilai kapitalisasi pasar. Pendekatan ini mengacu pada praktik yang telah diterapkan di sejumlah pasar modal global, seperti Malaysia, Singapura, dan Hong Kong.

Baca Juga: IHSG Cetak Rekor ATH Baru, Apakah Window Dressing Datang Lebih Cepat?

Ada dua skema perubahan yang diusulkan, yakni ketentuan free float untuk emiten yang baru melakukan penawaran umum perdana (IPO) dan emiten yang sudah listing di bursa.

Bagi free float emiten IPO dengan nilai kapitalisasi pasar kurang dari Rp 5 triliun, batas minimum yang diusulkan yakni 20%. Untuk kapitalisasi lebih dari Rp 5 triliun hingga Rp 50 triliun, minimal free float 15%, dan untuk lebih dari Rp 50 triliun harus memenuhi minimal free float 10%.

Adapun untuk emiten yang sudah listing, OJK mengusulkan kenaikan minimal free float dari sebelumnya 7,5% menjadi 10% dalam 3 tahun ke depan, lalu diulas secara berkala untuk kemudian bisa ditingkatkan secara bertahap.

Dalam simulasi yang dilakukan OJK, bila minimum free float naik 10%, nilai yang harus diserap pasar yakni Rp 36,64 triliun. Sedangkan jika 15%, penyerapannya membutuhkan sekitar dana Rp 232,12 triliun.

Adapun bila kewajibannya 20%, nilai yang mesti diserap yakni Rp 527,58 triliun, sedangkan jika 25%, perlu penyerapan pasar sebesar Rp 956,2 triliun.

Baca Juga: IHSG Menguat 1,72% di Sepanjang Pekan Ini, Simak Deretan Sentimennya

Di kesempatan lain, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengusulkan OJK untuk menaikkan batas minimum free float menjadi sebesar 30%. Hal ini dilakukan demi pasar modal yang lebih aktif, aman, dan likuid.

Terlebih, batas free float Indonesia menurutnya tertinggal dari negara tetangga. Singapura dan Filipina memasang minimum free float sebesar 10%, sementara Thailand dan Malaysia masing-masing 15% dan 25%.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, pihaknya bersama Self-Regulatory Organization (SRO) saat ini tengah mengkaji rencana implementasi tersebut. Kajian ini termasuk soal identifikasi dampaknya terhadap peraturan eksisting.

Adapun saat ini, beleid soal free float tercantum di Undang Undang Pasar Modal Pasal 35 huruf e dan Peraturan Bursa Tahun 2021 Nomor I A.

“Selanjutnya akan dibahas bersama bursa (BEI) dan juga Asosiasi Emiten Indonesia dalam rapat kerja Komisi 11 (DPR RI) yang nantinya direncanakan pada kuartal IV 2025,” terang Inarno dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Kamis (9/10/2025).

Menurut Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, usulan kenaikan free float ini berpotensi menekan saham dengan porsi free float rendah dalam jangka pendek. 

Baca Juga: IHSG Menguat 0,08% ke 8.257 pada Jumat (10/10), ADMR, INKP, EXCL Top Gainers LQ45

Pasalnya, mereka harus menjual sebagian sahamnya ke publik demi memenuhi aturan tersebut. Akibatnya, akan ada tambahan suplai saham besar ke pasar dalam waktu singkat sehingga harga saham bisa turun sementara akibat tekanan jual.

“Potensi tekanan jual besar di awal penerapan, serta risiko hilangnya kendali bagi pemegang saham utama,” jelas Harry kepada Kontan, Jumat (10/10/2025)

Terlebih, pasar modal Indonesia menurut Harry belum tentu langsung siap menyerap semua tambahan saham baru itu. Bila langsung diterapkan penuh, hal ini berpotensi membuat harga saham-saham tertentu jatuh karena permintaan belum seimbang dengan suplai.

“Penerapan bertahap sangat penting,” tegasnya.

Meski demikian, menurut Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Angga Septianus, naiknya batas free float dapat memperluas kepemilikan saham sehingga tidak hanya dikuasai segelintir pemegang besar.

Dengan lebih banyak saham di tangan publik, transaksi harian jadi lebih ramai, likuiditas pasar meningkat, dan pergerakan harga lebih sehat serta transparan. 

“Hal ini juga tidak akan memengaruhi kinerja saham karena fundamental saham adalah hal yang berbeda,” ujar Angga.

Baca Juga: OJK Bakal Naikkan Batas Free Float, Begini Dampaknya ke Pasar Saham

VP Equity Retail Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi juga berpendapat serupa. Dengan jumlah saham beredar yang lebih besar, peluang manipulasi harga pada saham dengan free float rendah dapat ditekan.

Peningkatan rasio saham publik juga menurutnya akan memperkuat kredibilitas pasar modal Indonesia di mata investor global, terutama bagi penyusun indeks dan pengelola reksa dana pasif seperti ETF. “Ini bisa mendorong aliran dana pasif (passive inflow) masuk bisa ke pasar Indonesia,” tambahnya.

Harry menimpali, bila hal ini terwujud, tak menutup kemungkinan akan ada banyak saham Tanah Air berpeluang masuk ke indeks global unggulan seperti Morgan Stanley Capital International (MSCI) dan FTSE International Limited.

“Peningkatan likuiditas juga bisa menjadi katalis positif yang mendorong re-rating dan menarik investor institusi,” tambahnya

Strategi Investasi

Dalam menghadapi perubahan aturan ini, investor menurut Harry sebaiknya fokus pada saham berfundamental kuat seperti perbankan, telekomunikasi, dan barang konsumsi pokok (consumer staples).

Selain itu, mengincar saham yang memiliki likuiditas tinggi dan mudah menarik investor asing juga patut dipertimbangkan.

Setali tiga uang, Angga juga menyarankan investor untuk memperhatikan besaran free float masing-masing emiten, kinerja bisnis, serta rencana aksi korporasi yang akan dilakukan.

Senada, investor juga menurut Audi sebaiknya mulai mengevaluasi emiten yang memiliki free float di bawah 15% karena akan menjadi kelompok yang paling terpapar risiko kebijakan ini. 

Selain itu, investor juga disarankan menyiapkan cash buffer untuk mengantisipasi potensi sell off pada saham-saham berkualitas dengan fundamental kuat.

Berdasarkan data yang dihimpun Audi, terdapat sekitar 17 emiten big caps anggota LQ45 yang saat ini memiliki free float di bawah 30%-40%. Emiten-emiten tersebut berasal dari berbagai sektor seperti energi, barang baku, konsumer, hingga telekomunikasi.

Selanjutnya: Rasio Utang Pemerintah Mendekati 40% dari PDB, Risiko Beban Bunga Utang Menghantui

Menarik Dibaca: 6 Zodiak yang Paling Cemburuan, Scorpio Nomor 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×