Reporter: Yuliana Hema | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencetak penutupan rekor tertinggi sepanjang masa alias All Time High (ATH) baru. IHSG menutup perdagangan Jumat (10/10/2025) dengan menguat tipis 0,08% ke level 8.257,85.
VP of Equity Retail Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menilai penguatan IHSG ini belum terdampak fenomena window dressing sepenuhnya, tetapi disebabkan oleh beberapa sentimen.
Pertama, rebalancing indeks global seperti MSCI dan FTSE yang memasukkan emiten konglomerasi dan menjadi penopang pergerakan IHSG bahkan sampai mencetak rekor tertinggi terbaru.
“Kedua, spekulasi pada dampak implementasi suku bunga yang menurun. Ini membuat cost of fund emiten berpotensi menggairahkan ekspansi para emiten,” jelasnya kepada Kontan, Jumat (10/10/2025).
Baca Juga: IHSG Menguat 1,72% di Sepanjang Pekan Ini, Simak Deretan Sentimennya
Ketiga, siklus atau tematik komoditas dengan penguatan beberapa komoditas seperti tembaga, silver dan emas mendorong penguatan saham-saham yang berkaitan dengan komoditas terkait.
Terakhir, sentimen peningkatan likuiditas melalui penggelontoran dana Rp200 triliun pemerintah berpotensi mendorong aktivitas sektor riil dan akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
“Namun dengan emiten bobot besar, seperti big bank yang belum merealisasikan window dressing justru akan menjadi angin segar jika sudah terimplementasi dampak terhadap kinerja emiten,” katanya.
Meski begitu, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo Indy Naila mencermati untuk sekarang terlihat ada kombinasi juga dari window dressing dan kekuatan dari investor domestik.
“Sementara asing yang masih cukup selektif untuk masuk ke pasar saham, terutama ke saham growth karena investor menantikan laporan keuangan kuartal III-2025,” jelasnya kepada Kontan, Jumat (10/10/2025).
Indy menambahkan pelaku pasar, khususnya investor asing masih menantikan kondisi perekonomian Tanah Air seperti data ekonomi dan outlook suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan The Fed.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan, penguatan IHSG didorong oleh gelontoran paket stimulus yang diberikan oleh pemerintah untuk menggerakan ekonomi.
Baca Juga: Menguat Akhir Pekan Ini, Simak Prediksi IHSG pada Senin (13/10/2025)
Terbaru, Kementerian Keuangan mengumumkan akan menggelontorkan paket stimulus ekonomi tambahan yang difokuskan bagi masyarakat miskin dan rentan pada kuartal IV-2025.
“Kalau misalkan stimulus tersebut tepat sasaran, dampaknya akan dapat memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia di kuartal empat tahun ini,” kata Nafan.
Selain itu, lanjut Nafan, stabilitas nilai tukar rupiah juga turut memberikan sentimen positif tambahan bagi IHSG. Ini ditambah dengan kucuran kebijakan moneter yang dilakukan oleh BI.
“Sentimen juga dapat dari The Fed, yang berpeluang untuk memangkas suku bunga acuan dalam FOMC di akhir Oktober 2025 dan menanti arah kebijakan The Fed di Desember,” ucapnya.
Strategi investasi
Head of Research & Education Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mencermati dalam beberapa tahun terakhir sebenarnya fenomena window dressing justru terjadi di November dan investor cenderung wait and see di Desember.
“Di 2025, mungkin hal tersebut bisa terulang. Biasanya window dressing, pelaku pasar akan memilih saham-saham dengan fundamental bagus tetapi harga sahamnya murah atau terdiskon banyak,” katanya belum lama ini.
Dia mencontohkan, saham-saham di sektor perbankan khususnya empat saham perbankan besar yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sudah mengalami penurunan harga saham tajam.
Sementara, Indy menyarankan investor untuk tetap selektif dan memilih saham dari sektor defensif seperti konsumer atau juga bisa memantau laporan keuangan perbankan apakah ada pemulihan dari sisi profitabilitas.
Baca Juga: IHSG Menguat 0,08% ke 8.257 pada Jumat (10/10), ADMR, INKP, EXCL Top Gainers LQ45
Menurutnya, kalau ada pemulihan profitabilitas dari emiten perbankan bisa dipertimbangan untuk akumulasi ketika harga rendah. Indy merekomendasikan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dengan target di Rp 8.000, BBRI di Rp 5.025 dan BMRI di Rp 5.200.
Setali tiga uang, Nafan menambahkan investor bisa melakukan akumulasi beli pada saham dengan prospek yang solid. Dia bisa menerapkan strategi buy on dip atau merealisasikan keuntungan jika diperlukan.
Saham pilihan Nafan untuk akhir tahun ini jatuh pada BBCA,PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) LSIP, PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA), PT Astra International Tbk (ASII), PT Astra Otopart Tbk (AUTO), BBNI, BBRI, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), BMRI, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS),PT Elnusa Tbk (ELSA), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), PT Japfa Comfeed Tbk (JPFA),PT Perusahaan Listrik Negara Tbk (PGAS), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU) dan PT Sido Muncul Tbk (SIDO).
Selanjutnya: Transaksi Kripto Menurun pada September, Ada Apa?
Menarik Dibaca: 6 Zodiak yang Paling Cemburuan, Scorpio Nomor 2
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News