Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren bearish masih melanda Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dalam sebulan terakhir, indeks hanya lima kali ditutup menguat. Penurunan indeks sejalan dengan aksi jual oleh pemodal asing. Pada perdagangan Rabu (28/3), asing keluar sebanyak Rp 697,06 miliar.
William Siregar, analis Paramitra Alfa Sekuritas menilai, tekanan yang terjadi pada saham seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 6,6 triliun (year to date), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) senilai Rp 10 triliun selama setahun terakhir, berhubungan dengan bobot saham tersebut yang besar terhadap indeks. Oleh karena itu, sentimen global sangat mempengaruhi pergerakan saham tersebut.
Pada saham TLKM, William melihat, emiten tersebut masih bertumbuh. Hanya saja, pertumbuhannya di bawah ekspektasi konsesus. Laba bersih TLKM pada 2016 tumbuh 24,94% (yoy), sedangkan laba bersih pada 2017 hanya naik 14,43% (yoy). “Laba perusahaan meningkat dan positif, tapi pelaku pasar melihat TLKM hanya naik tipis,” kata William, Rabu (28/3).
Dia menilai, pelaku pasar melihat pertumbuhan TLKM lambat. Selain itu, adanya tekanan global sehingga menambah kekhawatiran investor asing. Itu sebabnya, tekanan pada saham TLKM sudah terasa cukup besar bahkan sejak tahun lalu.
Sementara, pada saham BBRI, tekanan global seperti Fed Fund Rate (FFR) dan perang dagang Amerika Serikat dan China, turut menekan saham. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga dinilai membebani saham-saham perbankan, termasuk diantaranya BBRI. “Ini ada korelasi ke saham perbankan, jadi suatu rantai,” papar William.
Dia melihat penurunan pada saham BBRI tidak berkaitan langsung dengan fundamental emiten tersebut. Bahkan, pertumbuhan kinerja BBRI pada tahun lalu masih cukup bagus. Laba bersih BBRI tumbuh 10,69% (yoy) pada 2017, sedangkan laba bersih BBRI pada 2016 sebesar 3,14% (yoy).
William menilai, BBRI masih memiliki potensial upside sebesar 15,49% dengan target harga BBRI tahun ini bisa mencapai Rp 4.100. Pasalnya, saham BBRI dinilai murah dan memiliki harga yang lebih terjangkau oleh publik sehingga mudah didapatkan investor ritel. Selain itu, beberapa event nasional dan internasional seperti pemilihan kepala daerah, Asian Games, dan lain-lain bisa mempengaruhi sektor perbankan.
“BBRI juga memiliki basis anggota yang besar, ini jadi poin plus BBRI untuk ekspansi,” imbuhnya.
Sedangkan, saham TLKM masih ada potensial upside sebesar 17,64% dengan target harga mencapai Rp 4.200. Dia melihat, TLKM masih memegang market share yang paling besar pada industri telekomunikasi. Selain itu, adanya hajatan politik pada tahun ini juga dinilai akan mendongkrak kinerja sektor telekomunikasi. “Korelasi dengan sektor ini menjadi positif,” katanya.
Selain BBRI dan TLKM, dia juga melihat emiten HM Sampoerna (HMSP) punya potensi yang juga cukup menarik. Hal itu nantinya berkaitan dengan daya beli masyarakat. Diprediksi konsumsi masyarakat pada tahun ini akan meningkat, seiring dengan banyaknya event dan kegiatan di Indonesia. Dia menganalisa, HMSP masih bisa bertumbuh 19,7% dengan target harga Rp 4.800.
“Untuk BBRI masih bisa buy on weakness, sedangkan TLKM dan HMSP masih bisa buy. Pada kuartal I ini, tekanan masih akan berlangsung,” imbuh William.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News