Reporter: Yuliana Hema | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Info penting untuk para investor saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejumlah saham berpotensi dikeluarkan dari anggota BEI secara paksa.
Saat ini regulator sedang menyiapkan aturan untuk mempercepat pencabutan pencatatan saham di BEI. Jika saham ditendang dari BEI, perusahaan harus melakukan pembelian kembali atau buyback saham.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana untuk menyempurnakan POJK Nomor 30/POJK.04/2017. Pada 24 Januari 2023, OJK juga telah menerbitkan Rancangan Peraturan atau RPOJK tentang buyback saham itu.
Baca Juga: FKS Food (AISA) Raih Penghargaan Top Governance, Risk, & Compliance Awards 2023
Dalam POJK Nomor 30/POJK.04/2017 di Pasal 8 tertuang bagi pelaksanaan buyback wajib diselesaikan paling lama 18 bulan setelah tanggal persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sementara dalam RPOJK ada revisi di Pasal 8. Nantinya, pelaksanaan buyback wajib diselesaikan paling lama 12 bulan setelah tanggal RUPS. Artinya lebih cepat enam bulan dari aturan sebelumnya.
Nah, saham-saham yang akan dikeluarkan dari BEI lantaran terkena sanksi sejak lama. Salah satunya PT Onix Capital Indonesia Tbk (ONIX) yang sahamnya sudah di suspensi sejak 1 September 2020. Artinya, saham ONIX sudah gembok selama 38 bulan.
Selain itu ada PT Jaya Bersama Indonesia Tbk (DUCK), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL) hingga PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ).
Saham lain yang terancam delisting ada PT Leyand International Tbk (LAPD) yang transaksi sahamnya sudah dibekukan sejak 2 Juli 2020. Hingga Oktober ini, LAPD telah disuspensi 39 bulan.
LAPD masih berupaya untuk tetap bisa bertahan menjadi perusahaan go public. Asal tahu saja, LAPD mendapatkan pantauan khusus karena tidak membukukan pendapatan sama sekali.
Untuk bisa kembali pulih, LAPD telah mengakuisisi 60.333 saham atau setara dengan 51% saham PT Rusindo Eka Raya dari PT Indoraya Tunggal Pratama dan PT Rusco Logistik International.
Sekretaris Perusahaan Leyand International Alie Budi Susanto menuturkan pengubahan bisnis dari penyewaan pembangkit listrik ke logistik sudah dilakukan.
"Right issue dibatalkan, tapi LAPD mendapat pinjaman dari pemegang saham pengendali untuk pengambil alih Rusindo," jelas Alie saat dihubungi Kontan, Kamis (12/10).
Leyand mendapatkan pinjaman dari Leo Andyanto selaku pengendali LAPD sebesar Rp 40 miliar dan PT Intiputera Bumitirta senilai Rp 18 miliar. Dus, LAPD memperoleh Rp 59 miliar.
Upaya LAPD mulai menemukan titik terang. Alie bercerita Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI sudah mengunjungi kantor Leyand dan Rusindo Eka Raya.
"Secara informal OJK dan BEI juga mengatakan ada kemungkinan untuk suspensi saham dibuka kembali. Namun masih menunggu laporan keuangan per 30 September 2023," kata Alie.
Namun Leyand adalah satu dari sekian kasus perusahaan yang memiliki cerita cukup cerah. Beda hal dengan PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA).
KONTAN telah menghubungi Iwandono Direktur Utama Sinergi Megah Internusa. Namun dia menyatakan sudah mengundurkan diri dari kursi direksi.
Memang dalam pengumuman bursa teranyar, nama Iwandono masih tercantum. Dia mengaku ada kendala internal soal kursi jabatannya sebagai direksi.
Saat ini, Sinergi Megah Internusa diurus oleh Andrianto Kasigit yang tercatat sebagai direktur. Hingga tulisan ini terbit, Andrianto Kasigit tidak memberikan respons.
Lain hal dengan ONIX yang masih menutup diri. Mauritius Ray, Direktur Onix Capital mengatakan pihaknya belum bisa memberikan informasi apapun soal rencana untuk go private atau tetap go public.
"Kami belum dapat memberikan informasi apapun sementara ini, akan diumumkan nanti di keterbukaan informasi lebih lanjut," Ray.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News