Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan rupiah terhadap dolar AS sejak awal tahun 2025 masih fluktuatif dengan kecenderungan melemah. Pergerakan hingga akhir semester I nanti banyak bergantung pada sentimen domestik yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah.
Pada Rabu (19/3), Rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Bank Indonesia (JISDOR BI) tercatat Rp 16.528, melemah 0,58% secara harian. Secara Year to Date (YtD), rupiah melemah sebesar 1,8%.
Depresiasi ini terjadi meski BI pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Rabu (19/3) kemarin mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%. Di sisi global, Federal Open Market Committee (FOMC) juga mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25%–4,5%.
Ekonom Senior KB Kalbe Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menilai, tekanan terhadap rupiah tidak dipengaruhi putusan The Fed dan BI, melainkan sentimen domestik di luar ekonomi. Hal ini juga, berlaku setidaknya untuk tengah tahun mendatang.
“Ada beberapa kebijakan pemerintah yang mungkin tidak disukai oleh market,” ungkap Fikri kepada Kontan.co.id, Kamis (20/3).
Baca Juga: Rupiah Dibuka Menguat Tipis ke Rp 16.523 Per Dolar AS di Hari Ini 20 Maret 2025
Fikri berpandangan, pasar khususnya pada pasar saham, mengalami tekanan jual karena isu-isu domestik yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Imbasnya, dana asing yang keluar meningkat dan mendorong rupiah turut tertekan.
“Misalnya terkait dengan Danantara, Koperasi Merah Putih, kekhawatiran mundurnya menteri keuangan, kekhawatiran defisit fiskal yang lebih lebar. Nah ini yang mendorong sentimen di Indonesia relatif lebih buruk,” kata Fikri.
Secara ekonomi, Indonesia sedang gencar melakukan berbagai upaya pemulihan. Di antaranya meningkatkan imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) yang diharapkan mampu menarik minat investor dan implementasi Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) 100% mulai 1 Maret lalu.
Selain itu, kenaikan rasio Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dari 4% menjadi 5% diharapkan mampu meningkatkan kredit ke sektor-sektor prioritas.
Untuk jangka panjang hingga akhir tahun nanti, Fikri melihat hasil proyek-proyek strategis pemerintah masih akan memainkan peran penting dalam ketahanan rupiah. Misalnya proyek dengan sorotan besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dihentikan di sejumlah daerah dan Danantara yang menimbulkan kekhawatiran transparansi, akuntabilitas, serta efisiensi.
“Secara keseluruhan ‘kan ini yang bikin marketnya tidak suka. (Investor) asing pasti akan melihat dulu hasilnya seperti apa. Sejauh ini implementasinya belum ada yang signifikan ya, ini bikin asing khawatir jangan-jangan pemerintah hanya lip-service saja,” sebut Fikri.
Baca Juga: Rupiah Melemah Imbas Ketidakpastian Global, BI Berharap Pelemahannya hanya Sementara
Sebaliknya, jika implementasi proyek-proyek domestik memberikan hasil yang positif, arus kas masuk dari investor asing akan mendorong apresiasi nilai rupiah. Fikri optimis nilai rupiah akan terapresiasi di akhir semester I 2025 nanti di level Rp 16.100–Rp 16.200, setelah sentimen-sentimen negatif domestik mereda.
Hingga akhir tahun, Fikri memproyeksi rupiah akan berada di Rp 16.100–Rp 16.250 dengan perhatian terhadap penurunan suku bunga The Fed dan BI serta inflasi yang terjaga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mendekati level 5,2% di akhir semester II.
Selanjutnya: Reasuransi Maipark Lampaui Ekuitas Minimum 2026, Kini Fokus Penuhi Target 2028
Menarik Dibaca: 7 Tips Cepat dan Sederhana Mengatasi Asam Lambung Naik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News