Reporter: Herry Prasetyo, Klaudia Molasiarani | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Setelah cukup lama ditunggu investor, saham emiten konstruksi BUMN akhirnya mulai naik daun. Pada perdagangan hari ini, Rabu (12/4), saham emiten konstruksi pelat merah berhasil mencuri perhatian pelaku pasar.
Harga saham empat emiten pelat merah pada hari ini melonjak cukup signifikan. Harga saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI), misalnya, melonjak 9,26% menjadi Rp 2.360 per saham pada perdagangan hari ini. Dibuka di harga Rp 2.180 per saham, harga saham ADHI sempat menyentuh Rp 2.380 per saham. Nilai perdagangan saham ADHI hari ini mencapai Rp 149,39 miliar dengan volume sebanyak 64,78 juta saham. Investor asing mencatatkan beli bersih alias net buy senilai Rp 8,39 miliar.
Di posisi kedua, ada saham PT Wijaya Karta Tbk (WIKA) yang mengukir kenaikan harga sebesar 7,76% pada hari ini menjadi Rp 2.360 per saham. Menjelang akhir perdagangan, harga saham WIKA malah sempat menyentuh posisi Rp 2.370 per saham. Hingga perdagangan usai, nilai perdagangan saham WIKA mencapai Rp 124,4 miliar dengan volume sebanyak 53,79 juta saham. Dari total nilai perdagangan tersebut, net buy investor asing sebesar Rp 35,63 miliar.
Posisi ketiga ditempati saham PT PP Tbk (PTPP) yang mencetak kenaikan harga sebesar 6,96% menjadi Rp 3.380 per saham. Sepanjang perdagangan hari ini harga saham PTPP bergerak dari Rp 3.160 per saham pada saat pembukaan hingga Rp 3.420 per saham menjelang penutupan perdagangan. Nilai perdagangan saham PTPP hari ini mencapai Rp 164,39 miliar. Investor asing mencetak beli bersih senilai Rp 67,49 miliar.
Sementara saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) naik 4% menjadi Rp 2.340 per saham. Dibuka di posisi Rp 2.250 per saham, harga saham WSKT sempat menyentuh Rp 2.380 per saham. Total nilai perdagangan saham WSKT hari ini sebesar Rp 50,66 miliar. Investor asing mencatatkan net buy Rp 9,26 miliar.
Kenaikan harga saham keempat emiten BUMN tersebut meletupkan optimisme investor, terutama investor yang memegang saham WIKA, PTPP, dan WSKT. Maklum, di tengah tren Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus mencoba mencetak rekor tertinggi baru, pergerakan ketiga saham tersebut masih jauh tertinggal.
Setelah sempat mengukir rekor baru di posisi 5.680 pada Kamis (6/4) lalu, pergerakan IHSG di pekan ini memang mengalami koreksi. Hari ini, Rabu (12/4), IHSG masih berada di posisi 5.644. Dihitung sejak awal tahun, IHSG masih menguat 6,56%.
Toh, kecuali ADHI, kenaikan harga ketiga saham emiten konstruksi lainnya masih jauh tertinggal meski hari ini mencatat lonjakan harga. Dibandingkan awal tahun, harga saham WIKA pada hari ini tak berubah. Harga saham PTPP, dihitung sejak awal tahun, justru masih tercatat turun 11.29%. Sementara harga saham WSKT minus 8,24%.
Padahal, secara fundamental, kinerja ketiga emiten tersebut tergolong cemerlang. PTPP, misalnya, sepanjang tahun lalu membukukan laba bersih sebesar Rp 1,02 triliun. Dibanding tahun sebelumnya, laba bersih PTPP tumbuh mencapai 38,3%. “Sejak 2012, rata-rata laba bersih PTPP tumbuh di atas 30%,” ungkap Agus Purbianto, Direktur Keuangan PTPP.
Kenaikan laba WIKA malah jauh lebih tinggi. Tahun lalu, WIKA meraup laba bersih Rp 1,02 triliun. Ketimbang tahun sebelumnya, laba bersih WIKA melonjak hingga 161,88%. Sedang WSKT mencetak pertumbuhan laba bersih 62,86% menjadi Rp 1,71 triliun.
Kenaikan laba tersebut membikin ketiga emiten jorjoran membagikan dividen kepada pemegang saham. Masing-masing emiten membagi dividen sebesar 30% dari perolehan laba bersih. Toh, pembagian dividen tak mampu mengangkat harga saham ketiga emiten.
Setiap investor saham tentu sudah paham, pada akhir periode perdagangan saham dengan hak dividen alias cum dividen, harga saham emiten biasanya naik. Maklum, minat beli investor meningkat lantaran ingin terciptrat berkah dividen. Namun, kecuali PTPP, harga saham WIKA dan WSKT justru berakhir di zona merah pada hari cum dividen.
Ariandi Siregar mengakui, harga saham hampir semua perusahaan konstruksi milik pemerintah terkoreksi sejak awal tahun. Meski begitu, Sekretaris Perusahaan WSKT ini meyakini, fundamental perusahaannya sangat baik sehingga akan ada pergerakan positif yang signifikan terhadap saham WSKT dalam waktu dekat.
Peluang akumulasi
Memang, enggak gampang memperkirakan pergerakan harga saham di bursa. Kecuali market, tidak ada yang tahu ke mana arah pergerakan harga suatu saham emiten.
Toh, analis meyakini, tekanan terhadap pergerakan harga saham emiten konstruksi pelat merah di kuartal satu tahun ini sejatinya merupakan hal musiman. Maklum, Kepala Riset Ciptadana Securities Arief Budiman mengatakan, realisasi belanja pemerintah biasanya lambat di awal tahun.
Kinerja perusahaan konstruksi pelat merah memang enggak lepas dari realisasi anggaran belanja pemerintah. Sebab, sebagian besar proyek infrastruktur yang mereka kerjakan dibiayai oleh Anggaran dan Pendapatan Belanja (APBN).
Meski terbilang wajar lantaran faktor musiman, Arief bilang, tekanan harga saham emiten konstruksi BUMN awal tahun ini cukup mengherankan. Soalnya, total kontrak maupun nilai kontrak baru ketiga emiten melonjak tinggi tahun lalu. Alhasil, pendapatan emiten tersebut tahun ini seharusnya bagus. “Investor mungkin lebih memilih saham cylical seperti saham komoditas,” tebak dia.
Michael Ramba juga tak habis mengerti, seperti apa sebetulnya ekspektasi pasar terhadap kinerja emiten konstruksi BUMN. Padahal, meski tidak akan sebagus tahun lalu, pertumbuhan kinerja ketiga emiten konstruksi tersebut masih akan bagus pada tahun ini.
Bisa jadi, Analis BCA Sekuritas ini menduga, pelaku pasar berekspektasi pertumbuhan kinerja WIKA, PTPP, dan WSKT tidak akan sebagus tahun lalu. Memang, perolehan kontrak baru tidak akan setinggi tahun lalu. Namun, pertumbuhan total kontrak emiten itu akan tumbuh bagus hingga 2019.
Menurut Franky Rivan, penyerapan belanja pemerintah menjadi salah satu faktor yang membikin harga saham emiten konstruksi BUMN tertekan. Apalagi, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia ini bilang, realisasi belanja pemerintah awal tahun ini justru turun dibandingkan tahun lalu.
Kesulitan pemerintah dalam menyediakan pendanaan untuk berbagai proyek besar juga menjadi sentimen negatif bagi emiten konstruksi. Sebab, jika harus menggaet pendanaan sendiri, alih-alih menerima kucuran APBN, emiten bakal mendapat beban berat.
Tambah lagi, beberapa emiten konstruksi pelat merah mulai berganti haluan. Enggak cuma sebagai kontraktor, beberapa emiten diminta menjadi operator proyek, seperti operator jalan tol maupun operator light rail transit (LRT). Padahal, internal rate of return (IRR) operator lebih kecil ketimbang IRR kontraktor.
Soal pembiayaan, Michael mengatakan, tidak semua emiten bergantung pada APBN. Pendanaan untuk proyek kereta cepat Jakarta–Bandung yang digarap WIKA, misalnya, berasal dari China Development Bank. Artinya, risiko pembiayaan justru lebih kecil.
Memang, sebagian proyek yang digarap ketiga emiten merupakan proyek pemerintah yang didanai APBN. Karena itu, Michael memperkirakan, jika dana APBN untuk berbagai proyek terserap dengan lebih cepat, pergerakan harga saham emiten konstruksi BUMN akan dapat sentimen positif.
Bagi Danny Eugene, pergerakan harga saham WIKA maupun WSKT yang tertinggal dibanding IHSG karena valuasi harga sahamnya sudah cukup tinggi. Tahun lalu, harga saham kedua emiten itu telah naik tinggi, sementara kinerja sepanjang 2016 ternyata kurang sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar. “Valuasi sudah naik dulu,” ujar Kepala Riset Mega Capital Indonesia ini.
Nah, seperti apa sebetulnya prospek kinerja dan saham ketiga emiten konstruksi BUMN tersebut? Yuk, simak rekomendasi analis berikut ini:
- WIKA
Sejak awal tahun, emiten hasil nasionalisasi perusahaan Belanda bernama NV Vis en Co. ini langsung tancap gas. WIKA menargetkan perolehan kontrak baru mencapai Rp 43,24 triliun, naik 475% dibandingkan dengan tahun lalu. Awal Maret lalu, WIKA mengantongi kontrak baru senilai Rp 13,32 triliun atau 30,80% dari target.
Yang terbaru, WIKA memenangkan tender pengerjaan proyek jalan tol Cengkareng–Batu Ceper–Kunciran senilai Rp 2,17 triliun. Perolehan kontrak baru ini menambah daftar kontrak yang telah mereka raih sebelumnya, seperti proyek Trans Park Cibubur, pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1.000 megawatt (MW) di Cilacap dan Sulawesi Selatan, serta proyek Jembatan Soebada di Timor Leste.
Hingga akhir tahun ini, WIKA menargetkan mencetak laba Rp 1,22 triliun, naik 20,45% dibandingkan dengan realisasi tahun lalu. Total kontrak diperkirakan mencapai Rp 102,94 triliun, tumbuh 123,59%.
Untuk membiayai berbagai proyek, Direktur Keuangan WIKA Antonius Steve Kosasih menyatakan, perusahaannya berencana menerbitkan obligasi senilai Rp 5 triliun–Rp 10 triliun tahun ini. Bulan lalu, WIKA telah menggaet pinjaman perbankan dari sindikasi tujuh bank sebesar Rp 5 triliun. Pinjaman itu ditujukan sebagai modal kerja pembangunan jalan tol Balikpapan–Samarinda dan tol Soreang–Pasir Koja.
Mengikuti jejak WSKT, WIKA juga mulai berinvestasi di bisnis jalan tol. Menggandeng PTPP dan PT Jababeka Infrastruktur, mereka membentuk konsorsium dalam investasi jalan tol Serang–Panimbang.
Meski tak seagresif Waskita, Michael menilai, langkah WIKA masuk bisnis jalan tol akan berdampak positif. Sebab, WIKA otomatis akan memperoleh kontrak pengerjaan proyek jalan bebas hambatan miliknya. Selain itu, margin usaha konstruksi akan lebih bagus.
Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung, menurut Franky, memberikan keuntungan bagi WIKA. Lantaran sudah mengetahui cetak biru proyek tersebut, WIKA telah membeli banyak lahan di sekitar proyek. Dalam tiga bulan, harga tanah yang WIKA beli naik 30%.
Franky menuturkan, bisnis jualan tanah ini menjadi bumper saat bisnis konstruksi tidak begitu bagus. Dari pembelian lahan itu, WIKA juga mendorong bisnis anak usahanya yang bergerak di bidang properti, PT Wijaya Karya Realty.
Franky memperkirakan, pendapatan WIKA tahun ini Rp 24,62 triliun, dengan laba bersih Rp 1,36 triliun. Meski perolehan kontrak baru tahun ini tak setinggi tahun lalu, proyeksi Danny, WIKA bisa meraup laba bersih Rp 1,95 triliun.
Danny merekomendasikan beli untuk saham WIKA, dengan target harga Rp 3.170 per saham. Franky dan Michael juga merekomendasikan beli untuk saham WIKA, dengan target harga masing-masing Rp 3.200 per saham dan Rp 3.600 per saham. Saat ini, harga saham WIKA mencerminkan rasio harga saham terhadap laba bersih per saham alias price to earning ratio (PER) sebesar 20,88 kali.
- WSKT
Tahun ini, WSKT menargetkan perolehan kontrak baru senilai Rp 70 triliun. Dengan sisa nilai kontrak tahun lalu sebesar Rp 80 triliun, total kontrak WSKT tahun ini Rp 150 triliun. Hingga akhir Maret lalu, WSKT telah mengantongi kontrak baru dengan nilai Rp 11,6 triliun. Sebesar Rp 6,9 triliun berasal dari proyek jalan tol.
WSKT memang masih fokus menggarap bisnis jalan tol. Ariandi mengatakan, proyek jalan tol diharapkan menyumbang kontrak paling besar pada tahun ini. Dari total belanja modal Rp 30 triliun di tahun ini, sebanyak Rp 20 triliun dialokasikan untuk proyek jalan tol.
Tahun ini, WSKT berencana menambah tiga ruas tol baru. Hingga saat ini, WSKT menguasai 17 ruas jalan tol. Selain menambah ruas tol, WSKT juga menggelar divestasi anak usaha di bisnis jalan tol, yakni PT Waskita Toll Road (WTR).
Hingga akhir tahun, Ariandi bilang, WSKT menargetkan meraup pendapatan Rp 35 triliun. Sedangkan laba bersih ditargetkan mencapai Rp 2,7 triliun. Oh, iya, untuk membiayai ekspansi tahun ini, WSKT berencana menerbitkan obligasi senilai Rp 10 triliun secara bertahap.
Menurut Franky, langkah WSKT menggelar divestasi WTR merupakan hal positif. Sebab, jika hanya menjadi operator, keuntungan WSKT tidak banyak. Melalui divestasi, WSKT bisa memperoleh dana segar untuk membiayai proyek baru. Jadi, melalui penguasaan konsesi jalan tol, tujuan utama yang WSKT bidik ialah meraup kontrak pengerjaan jalan tol.
Setelah PT Jasa Marga Tbk (JSMR), Michael bilang, WSKT saat ini tercatat sebagai perusahaan nomor dua di bisnis jalan tol. Hingga 2019, proyek WSKT masih tumbuh kuat berkat investasi di jalan tol. Di segmen bisnis beton pracetak, kontribusi PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) tahun ini juga akan lebih bagus. Sebab, WSBP cukup agresif dalam meningkatkan kapasitas produksi.
Hitungan Michael, pendapatan WSKT tahun ini Rp 33,45 triliun, dengan laba bersih Rp 2,28 triliun. Franky memproyeksikan, pendapatan WSKT tahun ini Rp 36,6 triliun, dengan laba bersih Rp 2,24 triliun.
Kedua analis memberikan rekomendasi beli untuk saham WSKT. Franky memasang target harga Rp 3.300 per saham, sedangkan Michael mematok target harga Rp 3.500 per saham. Saat ini, saham WSKT diperdagangkan dengan PER sebesar 18,57 kali.
- PTPP
PTPP menargetkan mengantongi kontrak baru senilai Rp 40,6 triliun hingga akhir tahun. Hingga pertengahan Maret lalu, PTPP telah memenangkan 12 proyek dengan total nilai kontrak baru Rp 6,6 triliun. Jumlah ini di luar proyek yang diperoleh anak usaha.
Di segmen enginering, procurement, construction (EPC), kontrak baru PTPP diperoleh dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Bangkanai Tahap 2 dan proyek pembangkit tenaga angin sebesar 72 MW. Dengan perolehan dua kontrak tersebut, proyek pembangkit listrik yang PTPP kerjakan mencapai 2.100 MW.
Di segmen konstruksi, PTPP memenangkan kontrak konstruksi jalan tol Cimedang–Sumedang–Dawuan dan jalan tol Tangerang–Merak. Proyek jalan tol lain yang PTPP tangani adalah jalan tol Medan–Kuala Namu–Tebing Tinggi, Depok–Antasari, lalu Pandaan–Malang, Balikpapan–Samarinda, serta ruas Manado–Bitung.
Tahun ini, PTPP akan menggelontor investasi senilai Rp 21 triliun. Alokasi tersebut termasuk untuk injeksi modal anak usaha. Seperti diketahui, PTPP berencana mengantarkan ketiga anak usahanya menggelar penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO). Ketiga anak usaha itu adalah PT PP Energi, PT PP Peralatan, dan PT PP Urban.
Nah, sebelum menggelar IPO, anak usaha tersebut akan melakukan ekspansi melalui aksi akuisisi. Direktur PTPP Agus Purbianto mengatakan, PTPP menyiapkan dana Rp 1 triliun untuk modal PP Peralatan menggelar akuisisi. Sementara anggaran untuk PP Energi juga sebesar Rp 1 triliun.
Hingga akhir tahun, PTPP menargetkan pendapatan mencapai Rp 25 triliun. Agus optimistis, laba bersih PTPP tahun ini tumbuh 40%–50%.
Menurut Franky, PTPP memiliki banyak amunisi pada tahun ini lewat penjualan maupun IPO anak usaha. Dari aksi tersebut, PTPP akan mendapat tambahan ekuitas yang bisa digunakan untuk menggaet pendanaan lagi. Di sisi lain, ekuitas PTPP naik cukup besar pasca menggelar rights issue tahun lalu. Alhasil, daya ungkit untuk mendapat utang juga besar.
Meski pertumbuhan kontrak tidak sefantastis WIKA maupun WSKT, Michael menilai, kinerja PTPP lebih stabil. Selain itu, di bidang konstruksi pembangkit listrik, PTPP juga lebih memimpin dibanding emiten lain.
Keunggulan lainnya, menurut Franky, PTPP cukup banyak memperoleh proyek pelabuhan. Padahal, proyek pelabuhan memberikan margin lebih tinggi dibanding proyek lainnya.
Franky memperkirakan, PTPP tahun ini mencetak pendapatan Rp 24,14 triliun, dengan laba bersih Rp 1,4 triliun. Hitungan Michael, pendapatan PTPP Rp 21,2 triliun, dengan laba bersih Rp 1,39 triliun.
Michael merekomendasikan beli untuk saham PTPP, dengan target harga Rp 5.200 per saham. Franky juga memberikan rekomendasi beli untuk saham PTPP, dengan target harga Rp 4.770 per saham. PER saham PTPP saat ini sebesar 20,48 kali.
Menilik target harga para analis, peluang untuk mengakumulasi saham ketiga emiten konstruksi dengan harga diskon masih terbuka. Asal sabar menanti, cuan akan menghampiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News