Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) resmi merilis aturan terkait batasan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk rumah ke-2 dan rumah ke-3. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013.
Hal ini tentunya menjadi ganjalan bagi PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dari divisi bisnis pengembang propertinya. Meski belum bisa memproyeksi seberapa besar dampaknya, namun manajemen sangat mengandalkan kinerja divisinya itu.
Lihat saja, di kuartal III tahun ini, divisi tersebut menyumbang pendapatan Rp 2,21 triliun, atau sekitar 72% dari pendapatan konsolidasi SMRA sebesar Rp 3,04 triliun. Pendapatan dari divisi properti SMRA naik 44% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 1,53 triliun.
Kendati demikian, manajemen menyambut positif kebijakan tersebut. Bahkan, kebijakan itu justru bisa membantu menggenjot bisnis SMRA. "Karena kami tidak ingin sebuah rumah dijadikan seperti barang komoditas (diperjualbelikan)," imbuh Johanes Mardjuki, Direktur Utama SMRA, (6/11).
Memang, umumnya rumah pertama itu dibeli karena si pembeli ini benar-benar butuh rumah. Sementara pembelian rumah ketiga dan seterusnya itu cenderung dilakukan untuk investasi. Nah, peraturan BI dikeluarkan untuk menimalisir risiko bubble harga properti akibat spekulasi harga oleh investor .
Sebelum aturan itu dikeluarkan, manajemen SMRA mengaku sudah berupaya menekan praktik spekulasi tersebut. Caranya, manajemen memberlakukan pengenaan penalti 6%-11% dari harga rumah jika ada pembeli yang melakukan 'pindah tangan' sebelum serah terima antara pihak pengembang dan pembeli pertama dilakukan.
"Jadi, dari awal kami sudah melakukan tindakan pencegahan. Soalnya, target kami adalah benar-benar end user, bukan spekulan," tutur Johanes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News