Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya emiten menjaring dana lewat penerbitan obligasi tak bisa dipungkiri marak terjadi pada tahun ini. Baik itu untuk penerbitan surat utang lokal maupun surat utang dengan tingkat global. Geliat penjaringan dana lewat obligasi marak salah satunya, karena kredit utang Indonesia yang dinilai positif.
Indonesia saat ini mengantongi penilaian positif dari beberapa lembaga pemeringkat international. Diantaranya Fitch Rating menaikan rating utang jangka panjang dalam mata uang asing dan lokal ke BBB dari BBB- dengan outlook stable. Standar and Poors juga menaikan rating Indonesia pada tahun lalu menjadi investment grade.
Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Sekuritas menyarankan penerbitan obligasi korporasi sebaiknya dilakukan sebelum bulan September 2018. Hal ini mempertimbangkan faktor eksternal seperti kenaikan Fed Fund Rate (FFR). Pasalnya, pelaku pasar juga belum dapat memastikan berapa kali The Fed akan menaikan suku bunga tahun ini.
“Kalau naik, maka yield akan naik. Ditambah obligasi 10 tahunan, maka cost akan tinggi,” kata Edwin kepada KONTAN di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (22/2).
Lebih lanjut dia menyatakan, penjaringan dana lewat instrumen ekuitas ini memang punya keleluasan. Hanya saja, tidak semua perusahaan bisa menggunakan fasilitas tersebut. Selain itu, penerbitan obligasi juga memiliki jangka waktu yang lebih panjang.
“Kalau perusahaan dengan rating baik, kan bisa dapat kupon obligasi rendah. Maka perusahaan punya cost of fund yang murah,” katanya.
Dalam penerbitan obligasi tersebut juga mempertimbangkan debt to equity ratio (DER) perusahaan. Menurutnya, perusahaan yang memiliki DER antara 2-2,5 kali terbilang menarik untuk menerbitkan obligasi. Sebab, bila lebih dari itu, maka akan terlalu berisiko. “Tapi pengecualian untuk JSMR yang bisa lebih dari 4 kali. Karena mereka dijamin pemerintah,” terangnya.
Edwin menambahkan, obligasi dengan penerbitan diatas Rp 2 triliun, akan ideal bila diterbitkan global. Pasalnya, bisa lebih memaksimalkan penyerapan dana. Sedangkan untuk dana sebesar Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun, sebaiknya lewat penerbitan lokal.
Untuk penggunaan dananya, Edwin menyarankan untuk melihat emiten yang membutuhkan dana untuk ekspansi. Menurutnya, itu lebih menarik bila dibandingkan untuk refinancing utang. “Lihat juga prospek emiten, sentimen sektoral, dan rating emiten,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News