Reporter: Nadya Zahira | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan rupiah sedang dalam tren penurunan karena terdampak guncangan politik di Amerika Serikat (AS) seiring dengan mundurnya kandidat Presiden AS, Jow Biden. Analis pun memperkirakan rupiah akan makin melemah terhadap dolar AS jika Donal Trump memenangkan pemilu AS.
Pada perdagangan Senin (22/7), rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup melemah 0,18% ke level Rp 16.228 per dolar AS. Sejalan, kurs rupiah spot melemah 0,18% ke Rp 16.220 per dolar AS pada hari ini.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo mengatakan, secara historis, pemilu berdampak pada pasar keuangan dalam jangka menengah dan panjang. Untuk itu, jika Donal Trump menang, kemungkinan besar rupiah akan tertekan karena dolar AS menguat.
“Jika dilihat secara historis, dolar AS menguat setelah kemenangan Donal Trump tak terduga pada tahun 2016 dan melemah saat kekalahannya dalam pemilu tahun 2020. Maka pola serupa tersebut mungkin akan kembali muncul jika ia menang pada pilpres nanti,” kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Senin (22/7).
Baca Juga: Analis Sebut Indofood CBP (ICBP) Akan Terima Manfaat dari Program Makan Siang Gratis
Pasalnya, Sutopo mengatakan bahwa Donal Trump selalu menerapkan kebijakan untuk terus melakukan pemotongan pajak bagi perusahaan dan individu kaya. Kebijakan ini secara historis mendukung dolar yang lebih kuat. Namun, dia menilai, tren ekonomi dan inflasi cenderung memberikan pengaruh yang lebih konsisten terhadap kinerja pasar dibandingkan hasil pemilu.
Selain itu, Sutopo mengatakan bahwa kecenderungan Donal Trump terhadap tarif impor, terlepas dari dampak ekonominya, juga dapat memberikan dukungan terhadap dolar dengan meningkatkan harga produk dalam negeri dan mendorong Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi.
“Jika skenario ini sejalan, maka rupiah kemungkinan besar akan semakin terpukul,” imbuhnya.
Adapun investor kini sedang menantikan laporan-laporan penting ekonomi AS yang akan dirilis pada minggu ini, termasuk data personal consumption expenditure (PCE) AS, data indeks manajer pembelian (PMI), dan angka Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2024.
Sutopo pun memperkirakan secara teknis, pada akhir tahun 2024, rupiah akan lanjut melemah berada di kisaran Rp 16.500 per dolar AS.
Baca Juga: Ramai-Ramai Emiten Memilih Pendanaan Lewat Obligasi
Selaras dengan hal ini, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa rencana pembunuhan terhadap Donald Trump ini menjadi awal dolar mengalami penguatan. Namun, sebelum penembakan Trump, dolar melemah disebabkan oleh spekulasi penurunan suku bunga.
“Tapi saya kira penurunan suku bunga memiliki efek yang lebih kecil dibandingkan dengan percobaan pembunuhan terhadap Donald Trump,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Senin (22/7).
Ibrahim memperkirakan, Donal Trump kemungkinan besar 68% akan memenangkan Pilpres AS pada November mendatang. Hal tersebut karena Donald Trump sendiri menjanjikan, jika dirinya terpilih sebagai Presiden Amerika, maka perang besar di Rusia-Ukraina, dan Israel-Palestina akan mereda.
“Jadi hal ini merupakan titik balik, karena sebelumnya Amerika Serikat begitu mendukung Ukraina, kemudian mendukung Israel sehingga peperangan sampai saat ini masih terus terjadi,” imbuhnya.
Selain itu, Ibrahim menuturkan bahwa dalam wawancara dengan Bloomberg Trump mengatakan apabila dirinya terpilih sebagai Presiden Amerika, dia akan melakukan perang dagang dengan Tiongkok tahap ketiga dan juga dengan Taiwan.
Baca Juga: Melemah di Awal Pekan, Simak Proyeksi Rupiah Untuk Selasa (23/7)
Menurut Trump, Taiwan sampai saat ini mendapatkan persenjataan dari Amerika, tetapi tidak pernah memberi timbal balik terhadap Amerika. Trump mengatakan Amerika dianggap Taiwan sebagai perusahaan asuransi.
“Sehingga ini mempengaruhi pasar, dan membuat saham-saham di Amerika mengalami kenaikan terutama saham-saham teknologi. Di Eropa juga mengalami kenaikan," ujar Ibrahim.
Kendati begitu, Ibrahim bilang, pasar saham di Asia berguguran karena kondisi Tiongkok sebagai salah satu negara ekonomi terbesar kedua di dunia sedang mengalami permasalahan, setelah pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2024 berada di luar dugaan.
China pun mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,7%, yang sebelumnya diekspektasikan sebesar 5,1%. Namun, hal ini diperparah dengan testimoni dari Donald Trump yang akan melakukan perang dagang.
“Publik juga menganggap bahwa Donald Trump kemungkinan besar akan memenangkan Pilpres di bulan November, dan Ini membuat harga saham di Asia berguguran. Kemudian, juga berdampak dengan indeks harga saham di Indonesia, serta berdampak terhadap rupiah," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News