Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Penyedia data dan indeks pasar modal Financial Times Stock Exchange (FTSE) Russell, kembali merombak daftar saham Global Equity Index Asia Pacific ex Japan ex China Regional. Terdapat sembilan emiten yang menjadi penghuni baru indeks yang akan efektif pada Senin (23/9) mendatang.
Salah satunya adalah saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Emiten ternak unggas ini akan menghuni indeks FTSE bersama delapan saham lainnya.
Baca Juga: Jelang pemberlakuan efektif, begini pergerakan sembilan saham baru FTSE
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali mengatakan saham-saham yang masuk ke dalam Indeks FTSE harusnya memiliki likuiditas yang tinggi. Akan tetapi, prospek bisnisnya masih cukup menantang, salah satunya adalah bisnis ternak unggas yang menjadi bidang JPFA.
Hal ini karena peningkatan harga daging ayam yang masih terbatas. Bahkan, saat ini harga daging ayam masih berada di bawah harga yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar Rp 19.000 dari peternak ke pedagang.
“Artinya, peternak seperti JPFA memiliki margin yang relatif lebih kecil dibanding pedagang yang menjual ke konsumen dengan harga yang lebih stabil,” ujar Frederik kepada Kontan.co.id, Jumat (20/9).
Baca Juga: Japfa Comfeed (JPFA) mulai ekspor ke Timor Leste
Selain dari pasokan ayam dalam negeri yang sudah melimpah, impor ayam dari Brazil turut memperparah kondisi ini. Untuk diketahui, organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) telah memenangkan gugatan Brasil terkait masalah impor ayam atas Indonesia.
Sengketa terkait ayam ini sebenarnya sudah diajukan Brasil sejak tahun 2014 kepada WTO. Dengan demikian, ayam dari negeri Samba tersebut dapat melenggang bebas masuk ke Indonesia.
Di samping itu, Lanjut Frederik, harga jagung (yang merupakan bahan pakan ternak ayam) juga ikut baik bahkan lebih tinggi dibandingkan dua tahun belakangan. “Hal ini menyebabkan ongkos peternak juga meningkat,” lanjutnya.
Harga jagung dalam negeri saat ini berkisar Rp 4.000-Rp 4.500, sementara harga jagung di pasar internasional hanya Rp 3.100 – 3.200 per kilogram.
Untuk itu, ia menargetkan harga JPFA hingga akhir tahun mencapai level Rp 1.700 per saham. Target dipasang mengingat pasokan ayam saat ini lebih stabil setelah pemerintah melakukan ‘culling program’ pada Juni 2019 lalu.
Culling program dilakukan dengan melakukan pemusnahan dini indukan ayam untuk menghentikan kelebihan pasokan (suplai) ayam yang terus berlanjut.
Baca Juga: Saham JPFA menutup perdagangan dengan rapor hijau, naik 0,99%
Di sisi lain, Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai sektor bisnis JPFA masih prospektif.
Per 30 Juni 2019, JPFA membukukan penjualan bersih sebesar 18,24 triliun atau naik 9,22% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, laba bersih emiten penghuni Indeks Kompas100 ini turun 25,17% menjadi Rp 829,28 miliar.
William pun merekomendasikan beli (buy) saham JPFA dengan target Rp 1.750 per saham. “Akumulasi yang terjadi pada saham ini cukup besar dibandingkan yang lainnya,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News