Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana akan meluncurkan tiga indeks baru pada 2020 mendatang. Adapun ketiga-tiganya merupakan green index atau indeks yang berisikan saham-saham yang yang memenuhi penilain Environmental Social and Governance (ESG) atau bisnis yang berkelanjutan.
Kepala Riset MNC Sekuritas Thendra Crisnanda menjelaskan, rencana bursa untuk merilis ketiga indeks hijau tersebut bagus. “Namun, secara umum di Indonesia kesadaran terhadap hal tersebut mulai berkembang, tetapi memang butuh waktu yang lama untuk dapat sepenuhnya terimplementasi,” jelasnya kepada Kontan, Senin (28/10).
Baca Juga: BEI akan meluncurkan tiga indeks baru di 2020
Thendra menjelaskan, penyerapannya tidak hanya dari perusahaan saja, tapi juga investor yang belum sepenuhnya teredukasi dan sadar terkait sangat pentingnya kontribusi dari lingkungan terhadap sustainabilitas perusahaan dalam jangka panjang.
Tentunya Indeks ini memiliki prospek yang menarik dalam jangka waktu panjang. Investor dari Eropa dan Jepang khususnya memiliki minat yang besar untuk dapat berinvestasi dalam perusahaan yang telah terbuka dalam penerapan Environmental Social and Governance (ESG).
Menurutnya, pada beberapa kasus di sektor Perbankan, ESG menjadi salah satu dasar penentuan besaran kredit dan insentif yang diberikan kepada Perusahaan.
Memang, tidak hanya sektor sahamnya saja yang dinilai oleh pihak scoring tapi juga likuiditas serta fundamental perusahaan tersebut. Namun, menurut Thendra terdapat banyak faktor baik kuantitatif dan kualitatif yang mempengaruhi sukses atau tidaknya suatu indeks acuan.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) belum berencana merevisi target penjualan
Di antara variabel tersebut, tentunya likuiditas menjadi faktor kunci.
Thendra menilai kemungkinannya setelah indeks ini diluncurkan, kebanyakan yang bakal menggunakan adalah dari Foreign Investor yang lebih sadar untuk investasi di perusahaan yang ramah lingkungan.
Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menjelaskan, indeks hijau ini punya konsep yang sangat baru. “Kalau melihat dari investor dalam negeri belum terlalu memperhatikan soal lingkungan sehingga butuh waktu yang lama untuk diserap dan dijadikan acuan investasi,” ujarnya.
Baca Juga: Menunggu Keputusan The Fed, Harga Emas Hari Ini Turun Tipis
Teguh bilang dari sisi investor domestik masih memperhatikan fundamental perusahaannya saja dan bagaimana impelementasi Good Corporate Governance (GCG)-nya.
Sebab saat ini masih banyak saham yang ‘digoreng; sehingga valuasinya masih terlalu fluktuatif dan tidak sejalan dengan fundamental perusahaanya.
Teguh menjelaskan kalau ada perlindungan yang lebih baik, investor publik baru lebih peduli terhadap saham-saham yang ramah lingkungan. Teguh mencontohkan Jepang dan Eropa mengapa lebih memperhatikan soal lingkungan karena mereka sudah sangat maju dan perlindungan ke investor publik sudah baik.
Baca Juga: Bursa Asia kompak menguat di awal perdagangan pekan ini
Kendati demikian, kalau BEI menambahkan penilaian GCG di dalam scoring saham hijau ada kemungkinan indeksnya bisa lebih menarik. Sebab indeks tersebut bisa memberikan gambaran ke investor kalau perusahaan itu selain mengimplementasikan bisnis berkelanjutan juga komitmen tidak mempermainkan investor ritel.
Teguh menilai, indeks hijau ini kemungkinan baru menarik dan digunakan banyak investor domestik pada satu sampai dua dekade mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News