kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Analis: Kinerja emiten farmasi terganjar impor bahan baku


Selasa, 05 November 2019 / 21:20 WIB
Analis: Kinerja emiten farmasi terganjar impor bahan baku
ILUSTRASI. logo pt Phapros tbk PEHA. Sejumlah emiten farmasi mencatatkan pertumbuhan penjualan hingga kuartal III 2019, namun tak diiringi pertumbuhan laba.


Reporter: Kenia Intan | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten farmasi mencatatkan pertumbuhan penjualan hingga kuartal III 2019. Sayangnya, pertumbuhan penjualan tersebut tidak diiringi dengan pertumbuhan di pos laba. 

Salah satunya, PT Phapros Tbk (PEHA), pendapatannya bertumbuh 14,65% secara year on year (yoy) menjadi Rp 791,93 miliar, sementara labanya justru menurun 37,33% yoy menjadi  Rp 59,99 miliar. 

Sekretaris perusahaan Phapros Zahmila Akbar bilang, kenaikan pendapatan terjadi  karena penjualan beberapa produk PEHA meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, seperti produk di sektor etikal dan Over The Counter (OTC). 

Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi 5,02%, sektor saham ini bisa jadi pilihan

Di sisi lain, laba perusahaan tergerus cukup dalam karena  penjualan produk-produk bermargin tebal belum maksimal. Penurunan penjualan yang terjadi khususnya untuk produk-produk generik. 

"Beberapa tender pemerintah ditahan hingga kuartal IV 2019, bahkan carry over hingga tahun 2020," jelas Mila ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/11). 

Penurunan permintaan obat generik tersebut mempengaruhi realisasi produksi, sehingga perusahaan memutuskan untuk melakukan peningkatan Harga Pokok Penjualan (HHP) per unit produk. 

Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengamati bahwa sebagian besar bahan baku produk yang masih diimpor menjadi tantangan bagi emiten farmasi. 

"Tingkat volatilitas mata uang juga merupakan salah satu variabel lagi ketika mengimpor bahan baku tersebut," kata Nico ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/11). Menurutnya, hingga akhir tahun, industri farmasi belum banyak berubah.

Baca Juga: Rugi bersih Indosat (ISAT) susut 81% terkerek pendapatan selular

Ke depannya, menurut Nico, emiten farmasi akan mendapatkan berkah dari program pemerintah yang mengutamakan keunggulan Sumber Daya Manusia, termasuk dari segi kesehatannya.

Tidak jauh berbeda dengan Nico, Head of Research Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe menyampaikan bahwa bahan baku masih menjadi faktor yang memperberat kinerja emiten farmasi. Kiswoyo bilang, 90% bahan baku industri farmasi yang masih impor menyebabkan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kurs.  

Hal ini juga menjadi salah satu sebab sebagian besar emiten farmasi mampu bertumbuh dari sisi pendapatan, akan tetapi mencatatkan penurunan pada pos laba ruginya.

Terkait prospek ke depan, Kiswoyo bilang, sebenarnya emiten farmasi memiliki potensi apalagi masyarakat mulai peduli dengan kesehatan. Sayangnya, faktor bahan baku yang tergantung dengan kurs menyebabkan gejolaknya terlalu tinggi. Padahal, kata Kiswoyo, saham menjadi menarik dimiliki jika ada kepastian. 

"Farmasi naik turun, tidak memenuhi syarat untuk investasi jangka panjang. Secara sektoral memang berat sih," tambahnya. 

Bernasib sama dengan Phapros, PT PT Kimia Farma Tbk (KAEF) juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan hingga 14,65% yoy menjadi 6,87 triliun. Akan tetapi, laba bersihnya terkikis hingga 81,45% yoy, dari sebelumnya Rp 225,45 miliar menjadi Rp 41,83 miliar. 

Baca Juga: Agung Podomoro Land (APLN) cetak marketing sales Rp 1,4 triliun

Berdasar penelusuran Kontan, ada pula emiten farmasi yang mencatatkan pertumbuhan baik di pos pendapatan maupun pos laba ruginya, yakni PT Kalbe Farma Tbk. 

Perusahaan dengan kode emiten KLBF (anggota indeks Kompas100) itu mencatatkan pertumbuhan pendapatan 7,33% yoy menjadi Rp 16,82 triliun, sementara labanya bertumbuh 6,15% yoy menjadi Rp 1,9 triliun. 

"Perseroan mampu membukukan pertumbuhan positif, dengan menerapkan kenaikan harga sebesar 3% hingga 5% secara selektif pada produk nutrisi,” kata Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan Kalbe Bernadus Karmin Winata dalam keterangan yang dirilisnya. 

Adapun laba bersih masih bertumbuh seiring dengan meningkatnya penjualan dan efisiensi dalam mengelola biaya operasional.

Hingga akhir tahun, KLBF pun membidik target pertumbuhan pendapatan dan laba bersih di kisaran 6% hingga 8%. Asal tahu saja, di akhir tahun 2018, KLBF mencatatkan pendapatan sebesar Rp 21,07 triliun dan laba bersih Rp 2,45 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×