Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses delisting empat emiten yang dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) lantas menimbulkan pertanyaan, mau dibawa kemana nasib investor? Apalagi setelah di-delisting emiten tak lagi punya kewajiban untuk membuka informasi mengenai kondisinya kepada investor.
Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital mengatakan bahwa dengan adanya delisting yang dilakukan oleh pihak bursa ini yang paling dirugikan adalah investor ritel. Hal ini lantaran tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh investor ritel. Usai delisting akan gelap, tak ada kewajiban melaporkan aset perusahaan maupun memberikan pertanggungjawaban.
Meski Alfred mengakui bahwa hal tersebut merupakan risiko investasi, tetap saja, investor biasanya memperoleh informasi tertentu sehingga mau membeli saham suatu perusahaan. Bisa jadi informasi yang diperoleh investor merupakan informasi yang bodong baik dari perusahaan maupun dari media. "Banyak juga investor yang memilih saham karena adanya informasi. Hal tersebut seharusnya menjadi masukan regulator, terkait dengan informasi yang masuk ke publik harus punya pertanggungjawaban," kata Alfred kepada KONTAN,Kamis (19/10).
Terkait dengan kewajiban tender offer yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan, hal tersebut akan menjadi sulit, apalagi jika perusahaan tak lagi punya aset yang tersisa. Ia mencontohkan BRAU yang meski melakukan tender offer, keterbukaan informasi yang dilakukan oleh BRAU nampaknya juga tak terlalu serius.
"Seharusnya dibuka ruang cukup besar untuk melakukan public expose dan sebagainya. Ketika delisting tidak ada informasi, ini kan jadi kurang fair," tambah Alfred.
Terkait dengan solusi yang ditawarkan oleh BEI yakni relisting, Alfred juga tak terlalu optimis opsi tersebut bisa dilakukan. Opsi ini kemungkinan hanya memberi harapan semu bagi investor lantaran tidak ada kewajiban bagi emiten untuk melakukan relisting.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News