Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. PT Benakat Petroleum Energy Tbk (BIPI) layak disebut pemberi harapan palsu. Perusahaan energi terintegrasi ini ternyata tak kunjung memfinalisasi akuisisi PT Astrindo Mahakarya Indonesia (AMI).
Padahal sebelumnya, manajemen BIPI optimis dapat merampungkan akuisisi pada April 2013. Ini adalah penundaan finalisasi akuisisi AMI yang kesekian kalinya terjadi sejak penandatanganan perjanjian jual beli bersyarat pada akhir tahun 2011 silam.
"Penghambatnya masih sama yaitu soal masalah legal di Astrindo," kata Firlie Ganindito, Direktur BIPI kepada KONTAN, Selasa (11/6). Seluk-beluk identitas AMI memang penuh tanda tanya. Bahkan, ada indikasi AMI masih terkait dengan Grup Bakrie.
Secara kasat mata, seluruh saham AMI sebenarnya dikuasai PT Indokreasi Nuansa Sejahtera. BIPI dan Indokreasi kemudian menyepakati nilai transaksi seluruh saham AMI senilai US$ 600 juta.
Beberapa kejanggalan kemudian muncul seiring keluarnya prospektus BIPI mengenai skema pendanaan akuisisi tersebut. BIPI berencana menutupi kebutuhan dana akuisisi AMI dari enam sumber pendanaan.
Pertama, BIPI mendapatkan pinjaman US$ 117 juta dari Nixon Investments Pte Ltd. Kedua, BIPI juga mendapatkan pinjaman US$ 90 juta dari AMI. Sebelum mengucurkan pinjaman, AMI akan mendapatkan dana dari Nomura Singapore Ltd senilai US$ 150 dengan jaminan saham AMI yang nantinya diakuisisi BIPI.
Belakangan, Nomura ternyata undur diri dari kesepakatan itu. BIPI sendiri mengklaim sudah mendapatkan pengganti Nomura. "Saya belum bisa sebutkan (identitas) penggantinya," jelas Firlie.
Ketiga, BIPI akan meraih pinjaman US$ 220 juta dari Poseidon Corporate Service. Keempat, sumber dana berasal dari pinjaman senilai US$ 32,6 juta dari PT Ciptadana Capital.
Masuknya Ciptadana sebagai pemberi pinjaman terkait dengan aksi korporasi yang dilakukan anak usaha AMI yaitu PT Nusantara Pratama Indah (NPI). Pada 31 Agustus 2010, Ciptadana memberi surat utang yang diterbitkan NPI senilai US$ 32,64 juta.
Dana tersebut digunakan untuk mengakuisisi 70% saham PT Mitratama Perkasa (PTMP). Namun, belum diketahui dari siapa NPI mengakuisisi saham PTMP tersebut. Satu hal yang pasti PTMP merupakan perusahaan yang sempat diakuisisi oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Awalnya, BUMI merupakan penguasa tunggal PTMP dengan kepemilikan 99,83% saham PTMP. Tapi, pada 2012, BUMI menjual 69,83% saham PTMP kepada PT Cahaya Pratama Lestari senilai US$ 190 juta.
Pada Agustus 2012, BUMI kembali melego 30% sisa saham PTMP kepada PT Sumber Energi Andalan Tbk (ITMA). Keputusan ITMA mengakuisi PTMP terbukti menuai berkah. Dalam laporan keuangan per 31 Desember 2012, ITMA mendapatkan bagian dari laba PTMP senilai Rp 76,73 miliar.
Ini membikin ITMA sukses meraup laba bersih Rp 84,08 miliar di tahun lalu. Padahal, pada tahun sebelumnya, ITMA masih menderita rugi bersih Rp 1,49 miliar. Kelima, BIPI akan menjual anak usaha, PT Benakat Patina senilai US$ 105 juta kepada PT Florenceville.
Skema kelima ini pun mengisyaratkan keganjilan lain. Pada 28 Desember 2009, perusahana ini sempat terkait dengan BUMI. Kala itu, Florenceville sempat berencana membeli 7,4 juta unit atau 20% saham Gallo Oil (Jersey) Ltd dari BUMI.
Namun, pada 21 April 2011, kedua belah pihak membatalkan rencana transaksi tersebut. Alasannya, Florenceville gagal meraih pendanaan karena situasi politik di Yaman yang memanas kala itu.
Divestasi Benakat Patina juga belum bisa diselesaikan BIPI. "Divestasi Patina akan dilakukan setelah akuisisi Astrindo berlaku efektif," ujar Firlie. Sementara sumber dana terakhir akan diambil dari kas internal BIPI.
Kendati begitu, BIPI mencoba meyakinkan publik bahwa finalisasi akuisisi AMI tidak akan molor hingga paruh kedua 2013. Firlie bilang, BIPI akan merampungkan akuisisi AMI sesegera mungkin.
BIPI memang akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 27 Juni 2013 ini. Kamis (13/6), harga BIPI ditutup anjlok 4,7% menjadi Rp 142 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News