kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Aksi Rights Issue Masih Ramai, Ini yang Perlu Dicermati Pelaku Pasar


Selasa, 15 Februari 2022 / 06:10 WIB
Aksi Rights Issue Masih Ramai, Ini yang Perlu Dicermati Pelaku Pasar


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2022 masih akan diramaikan dengan aksi korporasi berupa penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue. Emiten di sektor perbankan bakal semarak menggelar aksi tersebut.

Pasalnya, perbankan di Indonesia yang tercatat sebagai emiten masih banyak yang harus melakukan penguatan modal guna memenuhi tenggat waktu aturan modal inti minimum Rp 3 triliun di akhir 2022.

Berdasarkan catatan Kontan.co.id, sejumlah emiten bank yang berencana rights issue di tahun ini, antara lain PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA), PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA), PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR), PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI), PT Bank Ganesha Tbk (BGTG).

Selanjutnya ada PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA), PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR), PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS), PT Bank NationalNobu Tbk (NOBU), PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB).

Baca Juga: Akan Right Issue, Waskita Karya (WSKT) Bidik Dana Segar Rp 4 Triliun

Selain bank-bank kecil, bank menengah dan besar juga merencanakan rights issue pada tahun ini. Diantaranya adalah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR) yang akan menerbitkan saham sebanyak-banyaknya 925 juta saham dengan perkiraan harga Rp 1.000 pada Maret mendatang. Target dana yang dibidik mencapai Rp 925 miliar.

Tak hanya di sektor perbankan, rights issue akan dilakukan oleh sejumlah emiten di sektor lain, seperti emiten media punya Menteri BUMN Erick Thohir yakni PT Mahaka Media Tbk (ABBA). Selanjutnya ada PT MNC Energy Investments Tbk (IATA), yang dahulu bernama PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk.

Equity Research Analyst MNC Sekuritas Rifqi Ramadhan menyebut bahwa rights issue merupakan aksi korporasi yang positif bagi emiten untuk meningkatkan ekuitas dan menjaga kecukupan likuiditas mereka. Bagaimana prospek kinerja emiten setelah rights issue, akan sangat bergantung dari alokasi penggunaan dana yang telah dijaring.

Baca Juga: Simak Sejumlah Strategi yang Disiapkan Emiten Emas di Tahun 2022

Untuk emiten perbankan, misalnya, mayoritas rights issue dilakukan untuk mencukupi kebutuhan permodalan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di samping untuk melakukan transformasi bisnis ke perbankan digital.

"Dari hal tersebut kami memandang baik tujuan rights issue itu, mengingat dana yang didapat akan digunakan untuk keperluan ekspansif," kata Rifqi kepada Kontan.co.id, Senin (14/2).

Begitu juga dengan ABBA, yang akan fokus pada keperluan investasi. Dana yang dihimpun lewat rights issue nantinya akan dipakai untuk modal kerja sebesar 10% dan investasi di sektor teknologi digital sebanyak 56%.

Rifqi juga memandang rights issue dan prospek bisnis IATA dengan kacamata yang positif. Mengingat IATA akan memakai dana tersebut untuk melakukan transformasi bisnis dari transportasi ke sektor energi. "Seperti yang diketahui, bisnis energi sedang diuntungkan dari kenaikan harga komoditas," imbuh Rifqi.

Baca Juga: Menanti Guyuran Dividen dari Bank BUMN

Senada, Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menambahkan bahwa salah satu tujuan rights issue emiten di sektor perbankan ialah untuk ekspansi penyaluran kredit. Mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan kredit sektor perbankan Indonesia dapat mencapai 7.5% (yoy) pada 2022, maka dana yang diperoleh dapat menjadi antisipasi perusahaan terhadap potensi perbaikan di sektor perbankan.

"Pada akhirnya, dapat menjadi katalis positif untuk kinerja keuangan perusahaan ke depannya. ABBA dan IATA serupa, sebagian besar dana perolehan dialokasikan untuk ekspansi usaha atau pengembangan bisnis," ujar Valdy. 

Sedangkan Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menyoroti bahwa saat ini rights issue menjadi salah satu cara emiten untuk mendapatkan dana yang tidak terkena beban bunga di tengah situasi pandemi covid-19. Melihat perekonomian yang berangsur pulih, emiten pun memerlukan dana segar untuk ekspansi bisnis.

"Sehingga ini menjadi hal yang baik dan pilihan tepat untuk emiten yang melakukan aksi rights issue," kata Andhika.

Baca Juga: Capital Strategic Invesco, Afiliasi Bank Capital (BACA) Menerbitkan MTN Rp 700 Miliar

Aksi rights issue akan menjadi sentimen positif, misalnya bagi BJBR yang akan menggunakan dana itu untuk memperkuat struktur permodalan dalam rangka ekspansi kredit. Dengan mulai membaiknya perekonomian, BJBR akan semakin berani memberikan kredit dan kian banyak kreditur yang akan membutuhkan dana untuk ekspansi bisnis di tengah pemulihan ekonomi. 

"Ditambah lagi The Fed akan menaikkan suku bunga pada tahun ini sebanyak 3-4 kali yang akan membuat margin perbankan semakin menarik," sebut Andhika.

Tak hanya bagi emiten, rights issue juga perlu dicermati oleh pelaku pasar agar sama-sama mendatangkan manfaat. Menurut Andhika, setidaknya ada tiga hal yang perlu dicermati oleh investor dalam aksi korporasi ini.

Baca Juga: MNC Energy Investments (IATA) Segera Gelar Right Issue, Simak Prospeknya

Pertama, memperhatikan ada atau tidaknya, dan siapakah standby buyer dari rights issue tersebut. Keberadaan standby buyer atau investor strategis akan membuat investor ritel yakin untuk mengikuti aksi korporasi ini.

Kedua, investor harus menghitung berapa harga teoritis, ketika suatu emiten melakukan rights issue. Ketiga, investor juga mesti mencermati prospektus, untuk mengetahui penggunaan dana yang didapatkan. 

"Apabila emiten mendapatkan dana dari hasil rights issue untuk ekspansi bisnis, ini menjadi bagus untuk para investor," ujar Andhika.

Baca Juga: Bakal Rights Issue, Begini Prospek Saham Merdeka Copper (MDKA)

Valdy juga mengamini, dalam mengambil keputusan investasi terkait rights issue, investor mesti mencermati tujuan penggunaan dana yang didapat. Selanjutnya, investor juga perlu melihat harga penebusan dan harga pasar pada periode penebusan tersebut.

"Yang terakhir adalah ketersediaan dana dari pemegang saham. Dari situ pemegang saham dapat memutuskan apa yang harus dilakukan atas rights yang diperolehnya," sebut Valdy.

Sedangkan menurut Rifqi, mengetahui standby buyer atau investor strategis dari rights issue juga menjadi hal yang penting. Mengingat peranannya yang dapat menentukan kebijakan atau bahkan transformasi bisnis baru dari emiten yang bersangkutan. 

"Standby buyers yang ideal adalah mereka yang memiliki ekosistem bisnis solid, besar dan terintegrasi dengan active users yang besar juga. Jadi peluang untuk monetizing pun akan cukup baik," tutup Rifqi.

Baca Juga: Bank Amar Bidik Dana Segar Rp 1 Triliun dari Rights Issue

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×