Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Senada, Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menambahkan bahwa salah satu tujuan rights issue emiten di sektor perbankan ialah untuk ekspansi penyaluran kredit. Mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan kredit sektor perbankan Indonesia dapat mencapai 7.5% (yoy) pada 2022, maka dana yang diperoleh dapat menjadi antisipasi perusahaan terhadap potensi perbaikan di sektor perbankan.
"Pada akhirnya, dapat menjadi katalis positif untuk kinerja keuangan perusahaan ke depannya. ABBA dan IATA serupa, sebagian besar dana perolehan dialokasikan untuk ekspansi usaha atau pengembangan bisnis," ujar Valdy.
Sedangkan Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menyoroti bahwa saat ini rights issue menjadi salah satu cara emiten untuk mendapatkan dana yang tidak terkena beban bunga di tengah situasi pandemi covid-19. Melihat perekonomian yang berangsur pulih, emiten pun memerlukan dana segar untuk ekspansi bisnis.
"Sehingga ini menjadi hal yang baik dan pilihan tepat untuk emiten yang melakukan aksi rights issue," kata Andhika.
Baca Juga: Capital Strategic Invesco, Afiliasi Bank Capital (BACA) Menerbitkan MTN Rp 700 Miliar
Aksi rights issue akan menjadi sentimen positif, misalnya bagi BJBR yang akan menggunakan dana itu untuk memperkuat struktur permodalan dalam rangka ekspansi kredit. Dengan mulai membaiknya perekonomian, BJBR akan semakin berani memberikan kredit dan kian banyak kreditur yang akan membutuhkan dana untuk ekspansi bisnis di tengah pemulihan ekonomi.
"Ditambah lagi The Fed akan menaikkan suku bunga pada tahun ini sebanyak 3-4 kali yang akan membuat margin perbankan semakin menarik," sebut Andhika.
Tak hanya bagi emiten, rights issue juga perlu dicermati oleh pelaku pasar agar sama-sama mendatangkan manfaat. Menurut Andhika, setidaknya ada tiga hal yang perlu dicermati oleh investor dalam aksi korporasi ini.
Baca Juga: MNC Energy Investments (IATA) Segera Gelar Right Issue, Simak Prospeknya
Pertama, memperhatikan ada atau tidaknya, dan siapakah standby buyer dari rights issue tersebut. Keberadaan standby buyer atau investor strategis akan membuat investor ritel yakin untuk mengikuti aksi korporasi ini.
Kedua, investor harus menghitung berapa harga teoritis, ketika suatu emiten melakukan rights issue. Ketiga, investor juga mesti mencermati prospektus, untuk mengetahui penggunaan dana yang didapatkan.
"Apabila emiten mendapatkan dana dari hasil rights issue untuk ekspansi bisnis, ini menjadi bagus untuk para investor," ujar Andhika.
Baca Juga: Bakal Rights Issue, Begini Prospek Saham Merdeka Copper (MDKA)
Valdy juga mengamini, dalam mengambil keputusan investasi terkait rights issue, investor mesti mencermati tujuan penggunaan dana yang didapat. Selanjutnya, investor juga perlu melihat harga penebusan dan harga pasar pada periode penebusan tersebut.
"Yang terakhir adalah ketersediaan dana dari pemegang saham. Dari situ pemegang saham dapat memutuskan apa yang harus dilakukan atas rights yang diperolehnya," sebut Valdy.
Sedangkan menurut Rifqi, mengetahui standby buyer atau investor strategis dari rights issue juga menjadi hal yang penting. Mengingat peranannya yang dapat menentukan kebijakan atau bahkan transformasi bisnis baru dari emiten yang bersangkutan.
"Standby buyers yang ideal adalah mereka yang memiliki ekosistem bisnis solid, besar dan terintegrasi dengan active users yang besar juga. Jadi peluang untuk monetizing pun akan cukup baik," tutup Rifqi.
Baca Juga: Bank Amar Bidik Dana Segar Rp 1 Triliun dari Rights Issue
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News