Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) terus memacu diversifikasi bisnis di bidang energi, khususnya proyek pembangkit listrik. Diversifikasi ini dilakukan untuk mengantisipasi penurunan pendapatan dari jatuhnya harga komoditas batubara beberapa tahun belakangan.
Tahun ini, ADRO menargetkan bisa menuntaskan proses financial closing dua mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Proyek yang pertama adalah PLTU Batang, di Jawa Tengah dengan kapasitas 2x1.000 Mega Watt (MW) yang menelan biaya sekitar US$ 4 miliar.Proyek kedua adalah PLTU berkapasitas 2x100 MW di Tabalong, Kalimantan Selatan senilai US$ 450 juta hingga US$ 550 juta.
Direktur Utama ADRO, Garibaldi Thohir mengatakan, dalam jangka panjang, bisnis listrik diharapkan menyumbang sepertiga dari total pendapatan ADRO, disamping bisnis batubara dan logistik. Garibaldi yang akrab disapa Boy itu mengatakan, proses pembebasan lahan proyek PLTU Batang diharapkan bisa selesai pada dua pekan mendatang. Selama ini, proses pembebasan lahan sudah menghambat proyek tersebut selama bertahun-tahun.
Proyek ini digarap oleh konsorsium ADRO dengan J-Power dan Itochu melalui perusahaan patungan bernama PT Bhimasena Power Indonesia. Nantinya sebesar 80% dari pembiayaan proyek akan dibiayai dari project financing perbankan. "Diharapkan soal pembiayaannya bisa selesai pada Oktober mendatang," ujarnya. Dengan begitu, proyek ini sudah mulai bisa digarap pada tahun depan.
Proses pendanaan untuk PLTU 2x100 MW di Kalimantan Selatan juga diharapkan bisa kelar tahun ini. Power plant ini akan dibangun oleh PT Tanjung Power Indonesia (TPI), perusahaan patungan PT Adaro Power dengan anak usaha Korea East-West Power Co. Ltd., PT EWP Indonesia. Adaro memiliki 65% saham TPI, sedangkan EWP menguasai 35% sisanya.
Sebagai langkah awal pembangunan power plant, TPI sudah menandatangani Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT PLN (Persero) pada 15 Oktober 2014. TPI nantinya, akan memasok listrik ke PLN untuk kawasan Kalsel dan Kalimantan Tengah selama 25 tahun ke depan. Sebesar 80% dari proyek ini atau sebesar US$ 400 juta juga didanai dari pinjaman bank. Sesuai ketentuan, sumber pendanaan proyek PLTU itu juga akan difinalisasi ADRO pada Oktober mendatang. Sementara pembangunan PLTU itu sendiri akan memakan waktu selama 33 bulan.
"Kami percepat financial closingnya agar bisa cepat konstruksi," ujar Boy di Jakarta, Rabu (3/6). Informasi saja, saat ini, ADRO juga sudah membangun sendiri PLTU berkapasitas 2x30 MW di Kalimantan Selatan digunakan untuk kebutuhan PLN.
Bukan cuma itu, ADRO melalui anak usahanya PT Adaro Power dan PT Bhakti Energi Persada (BEP) sudah meneken kesepakatan dengan China Shenhua Overseas Development and Investment Co., Ltd. untuk menggarap proyek batubara dan pembangkit listrik di Kalimantan Timur.
Perusahaan itu akan mendirikan perusahaan patungan untuk mengembangkan pembangkit listrik mulut tambang, yang kemungkinan akan dimiliki oleh Shenhua Overseas sebesar 51%, dan oleh Adaro Power sebesar 49%. Proyek juga akan dibiayai melalui project financing, dimana sebagian besar dari total investasi proyek akan dibiayai dengan non-recourse project debt financing.
Pada tahap pertama, Shenhua Overseas dan Adaro setuju untuk melakukan penambangan batubara untuk mengembangkan pembangkit listrik mulut tambang dengan kapasitas 2x300 MW dan fasilitas transmisi listrik. "Kami sekarang sedang proses negosiasi untuk pembiayaannya dan ini juga akan menjadi PLTU mulut tambang yang besar di Kalimantan Timur," jelasnya. Tak berhenti di situ, ADRO juga tengah membidik tender PLTU Sumatera Selatan (SumSel) 9 dan 10 berkapasitas total 1.800 MW.
Tahun ini, perseroan menganggarkan belanja modal sebesar US$ 75 hingga US$ 125 juta. Jumlah belanja modal itu turun dari tahun lalu yang sebesar US$ 160 juta. "Ini untuk maintanance saja," ujar Sekretaris Perusahaan ADRO, Mahardika Putranto. ADRO menargetkan produksi batubaranya bisa mencapai 56-58 juta ton pada tahun ini. Harapannya, kontribusi penjualan lokal juga bisa meningkat. Nantinya, pendanaan untuk belanja modal akan berasal dari kas internal.
Analis DBS Vickers Securities Indonesia, William Simadiputra mengatakan, meski ada diversifikasi usaha, di tahun ini bisnis ADRO masih akan banyak terpengaruh pada turunnya harga komoditas. Ia memperkirakan, pendapatan ADRO tahun ini laba bersih ADRO hanya akan naik tipis menjadi US$ 189 juta dari tahun lalu yang sebesar US$ 718 juta. Ia masih merekomendasikan Hold untuk saham ADRO di harga Rp 875 per saham. Harga saham ADRO naik 5% ke level Rp 925 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News