Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Industri batubara memang masih suram. Salah satu produsen batubara, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) turut merasakan penurunan margin laba akibat turunnya harga batubara dunia. Namun, masih ada sentimen positif yang bisa mendorong prospek jangka panjang ADRO, salah satunya adalah bisnis listrik.
Renaldy Effendy, Analis KDB Daewoo Securities mengatakan, dari sisi operasional, ADRO telah mencoba untuk memperluas operasinya ke sektor listrik. Menurutnya, pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara dengan kapasitas 2x30 mega watt (MW) di Tanjung, 2x1000 MW di Jawa Tengah dan 2x100 MW di Kalimantan Selatan bisa memberi peluang investasi dan pemasukan lebih buat ADRO.
Selain itu, adanya kebijakan pemerintah mengenai kenaikan tarif royalti lisensi izin Usaha Pertambangan (IUP) belum banyak berpengaruh buat ADRO. Sekedar mengingatkan, pemerintah akan menaikkan royalti menjadi 7% bagi produsen batubara tingkat rendah, 9% untuk batubara tingkat menengah dan 13,5% untuk batubara tingkat tinggi. "Kami melihat dampak yang minimal untuk ADRO karena produksi dari tambang IUP perseroan hanya menyumbang 1,6% dari total produksi," ujar Renaldy dalam risetnya, Kamis (26/3).
Ia juga bilang, selama ini ADRO juga sudah mengelola biaya untuk mengkompensasi penurunan harga. Caranya dengan meningkatkan efisiensi pasokan batubara dan lebih fokus pada pengendalian biaya. Hal ini berhasil menurunkan biaya pengolahan batubara sebesar 2% year on year (yoy) dan menurunkan biaya pengiriman serta penanganan sebesar 15% yoy. Selain itu, penurunan harga BBM juga bisa mengurangi biaya ADRO di tahun ini.
Pada tahun 2014, pendapatan usaha ADRO hanya naik 1% year on year (yoy) menjadi US$ 3,3 miliar. Padahal volume penjualan masih naik sebesar 7% menjadi 57 juta ton. Sepanjang tahun lalu, harga jual rata-rata turun 5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pelemahan harga ini membuat laba bersih ADRO merosot dalam sebesar 23,59% yoy menjadi US$ 178,16 juta, dibandingkan tahun 2013 yang sebesar US$ 233,9 juta. Di sisi lain, ADRO mencatatkan kenaikan EBITDA sebesar 7% menjadi US$ 877 juta. Angka itu masih mencapai target EBITDA ADRO tahun lalu yang sebesar US$ 750 juta sampai US$ 1 milliar. Kenaikan tersebut disebabkan adanya peningkatan volume penjualan dan penurunan biaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News