kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah tolak restrukturisasi utang BTEL


Jumat, 03 Juli 2015 / 22:55 WIB
Pemerintah tolak restrukturisasi utang BTEL


Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) berencana merestrukturisasi seluruh utangnya. Namun pemerintah berkeras menolak Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) emiten telko Grup Bakrie tersebut.

"Kami tidak tahu restrukturisasinya. Tiba-tiba diumumkan bahwa utang kepada Kominfo merupakan bagian yang direstruktur. Tentunya tak bisa begitu," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Jumat, (3/7).

BTEL memiliki utang ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ia bilang, pemerintah meminta pengadilan dan BTEL untuk mengeluarkan utang kepada pemerintah dari program restrukturisasinya. Ia pun meminta perusahaan telekomunikasi Grup Bakrie itu untuk tetap membayarkan utangnya kepada pemerintah.

Rudiantara menyebut bahwa Kominfo telah ke Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan putusan PKPU khusus utang pemerintah. Lalu nantinya, MA akan kembali menggelar sidang terkait hal tersebut.

Dalam banding yang dilakukan 5 Juni lalu, dinyatakan bahwa BTEL memiliki utang sebesar Rp 1,2 triliun dalam bentuk pungutan kepada Kominfo. Kala itu disebut bahwa pemerintah semestinya mendapatkan perlakuan berbeda. Namun yang terjadi malah disetarakan dengan kreditur lainnya.

"Posisi klien kami tidak ada dasar legal untuk kasus tersebut. Tak ada justifikasi legal bagi mereka untuk diperlakukan sebagai kreditur yang berbeda," sebut Joel Hogarth, pengacara Ashurst LLP, penasihat restrukturisasi utang BTEL, seperti dikutip Bloomberg.

Jika banding ini ditegakkan, maka investor asing memperoleh angin segar untuk memulihkan investasi mereka. Pasalnya, terdapat 5 hedge fund yang memegang sekitar 28% dari obligasi gagal bayar senilai US$ 380 juta. Kala itu, mereka tak diizinkan mengambil suara untuk restrukturisasi. Bahkan, wali amanat obligasi Dollar BTEL Bank of New York Mellon Corp pun dikeluarkan dari proses tersebut.

Dalam proses PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, BTEL tercatat memiliki total utang sebesar Rp 11,3 triliun. Rinciannya, utang Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dan Universal Service Obligation (USO) yakni Rp 1,26 triliun, utang usaha sebesar Rp 2,4 triliun, utang penyedia menara Rp 1,3 triliun, dan utang dana hasil wesel senior yaitu Rp 5,4 triliun. Lebih lanjut, BTEL pun memeluk utang afiliasi Rp 73,7 miliar, utang dampak derivatif Rp 185,3 miliar, utang dengan jaminan yaitu Rp 625,4 miliar, serta utang pembiayaan kendaraan Rp 2,6 miliar.

Dalam rencana restrukturisasi itu, 70% utang BTEL akan dikonversi menjadi saham. Adapun, saham BTEL akan diberi harga Rp 200 per saham. Sejak November 2012, saham BTEL bertengger di Rp 50.

Pada kuartal pertama 2015, BTEL merugi Rp 1,51 triliun. Padahal di periode yang sama tahun sebelumnya, BTEL masih mampu meraih untung Rp 211,42 miliar. Lalu pendapatan BTEL pun melorot dari Rp 390,5 miliar menjadi Rp 131,59 miliar.

Kepala Riset Universal Broker Satrio Utomo menegaskan agar pemerintah tidak terbuai dengan restrukturisasi utang BTEL. Menurutnya, pemerintah harus tetap memaksakan agar utang BTEL dibayarkan dalam bentuk uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×