kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indeks saham anjlok, kekayaan konglomerat tergerus


Selasa, 06 Februari 2018 / 17:38 WIB
Indeks saham anjlok, kekayaan konglomerat tergerus
ILUSTRASI. Layar Elektronik Perdagangan Saham di BEI


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga membuat sejumlah saham konglomerasi ikut berguguran. Kekayaan para pemiliknya otomatis ikut tergerus hanya dalam waktu yang singkat.

Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) misalnya. Hingga penutupan perdagangan, Selasa (6/2), saham itu ditutup melemah 275 poin atau setara 1,16% ke level Rp 23.525 per saham.

Sehingga, kekayaan Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono yang memiliki 11,62 miliar atau 47,15% saham BBCA langsung menyusut 16% hanya dalam sehari dari sebelumnya Rp 325,36 triliun menjadi Rp 273,36 triliun.

Demikian halnya dengan Anthoni Salim yang memiliki 434,08 juta atau setara sekitar 1,76% saham BBCA. Kekayaannya melalui BBCA susut dari sebelumnya Rp 12,15 triliun menjadi Rp 10,21 triliun.

Sialnya, saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) hari ini juga tak mampu berkelit dari penurunan. Saham INDF turun 150 poin ke level Rp 7.650 per saham.

Anthoni Salim memiliki 1,33 juta saham INDF secara langsung. Artinya, kekayaan miliknya atas emiten konsumer itu menyusut 2% dari sebelumnya Rp 10,37 triliun menjadi Rp 10,17 triliun.

Menurut analis Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar, penurunan yang dialami indeks saham domestik masih cukup wajar. "Karena memang sudah seharusnya turun," ujarnya, Selasa (6/2).

Indeks saham sepanjang Januari kemarin memang berlari kencang. Namun, IHSG perlu mengambil napas sesaat, terutama setelah sentimen anjloknya indeks Dow Jones muncul.

Dia bilang, anjloknya indeks Dow Jones lantaran ada peralihan portofolio investor. Penurunan indeks tersebut terjadi setelah muncul sentimen kenaikan yield obligasi Amerika Serikat (AS) bertenor 10 tahun. Pada saat yang bersamaan, bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) masih mempertahankan suku bunga.

Tapi, ada kemungkinan suku bunga ini naik lebih cepat. Sebab, data bursa tenaga kerja Negeri Uwak Sam pada bulan Januari 2018 menunjukkan kenaikan. Ini bakal mendorong inflasi sehingga The Fed berpotensi mengerek suku bunga lebih cepat.

Suku bunga AS yang lebih tinggi akan membuat investor melepas sahamnya untuk masuk ke instrumen surat utang. Hal serupa tengah dialami oleh IHSG.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×