Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat atau US Treasury (UST) tercatat meningkat tipis di angka 4,28% per Selasa (11/3) kemarin. Namun, analis menilai obligasi domestik masih menjadi pilihan menarik bagi investor asing di tengah ketegangan geopolitik AS dengan sejumlah negara mitra dagangnya.
Meski naik tipis kemarin, yield UST tercatat cenderung mengalami penurunan sejak Presiden AS Donald Trump memasang tarif bagi pemasok minyak terbesar negaranya, Kanada dan Meksiko, serta menaikkan pajak ekspor China.
Imbas kebijakan tersebut terasa pada pergerakan fluktuatif kurs mata uang sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Investasi Jangka Pendek Saat Pasar Fluktuatif, SBN Ritel, Deposito atau Reksadana?
Kendati rupiah turut tertekan, Analis Fixed Income Sucorinvest Asset Management (Sucor AM) Alvaro Ihsan melihat Surat Berharga Negara (SBN) memiliki potensi positif.
“Inflasi domestik terakhir di angka -0.09% yoy, imbal hasil ril SBN 10 tahun sudah mencapai 7%. Imbal hasil yang ditawarkan sangat atraktif,” ungkapnya kepada Kontan.co.id, Rabu (12/3).
Menurut Alvaro, sentimen investor asing terhadap pasar obligasi Indonesia saat ini cenderung positif. Meski begitu, risiko pergerakan rupiah tetap menjadi pertimbangan. Rupiah sendiri tercatat masih melemah hingga Rabu (12/3).
Pemerintah, kata Alvaro, perlu mengambil langkah strategis terkait penguatan rupiah. Hal itu untuk mendukung sentimen positif investor asing terhadap obligasi domestik.
Baca Juga: Dana Nasabah di Perbankan Terancam Pindah ke SBN, Ini Alasannya
“Dibutuhkan intervensi pasar dari bank sentral (BI) untuk menahan depresiasi rupiah lebih lanjut agar tekanan eksternal dapat dikurangi,” jelas Alvaro.
Di samping itu, pemerintah juga perlu melakukan upaya efisiensi fiskal serta optimalisasi pendapatan negara, termasuk pendapatan pajak. Dengan demikian, utang dapat ditekan sehingga supply risk berkurang.
Alvaro memprediksi imbal hasil SBN 10 tahun masih di angka 6,7%-6,9% sepanjang tahun 2025.
Di sisi lain, investor dapat mempertimbangkan strategi defensif untuk menyesuaikan kondisi volatilitas pasar internasional, yakni dengan memperpendek durasi portofolio.
Selanjutnya: Soal Penundaan Pengangkatan CASN, Wapres Gibran Minta Bersabar
Menarik Dibaca: Resep Kulit Ayam Crispy Saus Mentega, Ini Rahasianya Biar Renyah Tahan Lama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News