Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dana asing mengalir deras ke pasar Surat Utang Negara (SUN) usai The Fed pangkas suku bunga. Langkah agresif bank sentral Amerika Serikat (AS) itu menguntungkan imbal hasil investasi surat utang Indonesia.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mencermati bahwa aliran dana asing masuk ke Indonesia akhir-akhir ini dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor perbedaan tingkat suku bunga antara Amerika dan Indonesia. Kedua, faktor ekspektasi suku bunga AS bakal kembali dipangkas agresif.
Seperti diketahui, Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuannya 50 bps menjadi 4.75% - 5% pada 18 September 2024. Sementara, Bank Indonesia memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 6% pada pertemuan tanggal 17 – 18 September 2024.
Baca Juga: Bunga Acuan Turun, Bank Lebih Ekspansif Salurkan Kredit daripada Simpan Dana di SBN
Fikri memaparkan, perbedaan tingkat dan besaran pemangkasan suku bunga tersebut menjadikan selisih (spread) yield US Treasury 10 Tahun dan Yield SUN 10 Tahun kian melebar. Saat ini selisih yield kedua surat utang tersebut sekitar 280 bps daripada sebelumnya hanya 250 bps.
"Walau suku bunga BI turun, namun The Fed turun lebih besar. Faktor perbedaan tingkat suku bunga ini mendorong SUN seakan-akan relatif lebih menarik dibanding US Treasury, ataupun mungkin surat utang negara lainnya," ujar Fikri saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (25/9).
Fikri mengamati, efek suku bunga dipangkas ini terhadap aliran dana asing ke SBN tampak jelas. Dimana, pada transaksi tanggal 19 September 2024, tercatat kepemilikan dana asing di SBN bertambah Rp 9,56 triliun dalam satu hari menjadi Rp 863,44 triliun. Per 24 September 2024, dana asing di SBN menjadi Rp 873,65 triliun.
Baca Juga: Investor Asing Berburu SBN Usai The Fed Agresif Pangkas Suku Bunga
Di samping itu, investor asing ramai beli SBN sebagai antisipasi pemangkasan suku bunga selanjutnya. Pelaku pasar bertaruh bahwa The Fed mungkin bakal memangkas suku bunga sekitar 50 bps – 70 bps pada FOMC November dan Desember 2024.
"Kalau memang ada ekspektasi penurunan 50 bps lagi, saya pikir selisih yield SUN akan semakin lebar, sehingga itu akan dorong dana asing masuk kembali Indonesia ," jelas Fikri.
Namun demikian, Fikri menuturkan bahwa keputusan suku bunga Fed ke depan sangat bergantung data teranyar seperti data tenaga kerja, serta perkembangan geopolitik. BI kemungkinan juga akan mengikuti setiap langkah bank sentral AS.
Arah pasar baru akan lebih jelas menjelang pertemuan The Fed bulan November, setidaknya satu atau dua minggu sebelum. Sehingga, probabilitas pemangkasan suku bunga baru bank sentral terkuat itu baru bisa diukur kembali pada akhir Oktober 2024.
Baca Juga: BI Prediksi Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,6% pada 2025, Ini Pemicunya
Investor juga perlu mewaspadai transisi pemerintahan baru Indonesia dan pemilu di Amerika Serikat yang bisa berdampak pada keputusan investasi ke depan. Selain itu, konflik geopolitik masih harus jadi perhatian.
Terlepas dari itu, Fikri menilai bahwa imbal hasil atau yield SUN Indonesia masih lebih menarik dibandingkan negara peers terutama Filipina dan India. Non residen saat ini terpantau telah meninggalkan investasi di kedua negara tersebut untuk beralih ke Indonesia.
Fikri menjelaskan, kalau Filipina sendiri karena sudah lebih dulu memangkas suku bunga pada bulan Juli lalu. Sehingga, wajar saat ini banyak aliran dana asing mulai masuk lagi ke Indonesia usai suku bunga BI dipangkas.
Baca Juga: DPK Tumbuh Melambat, Pendanaan Non DPK Bisa Jadi Andalan Perbankan
Sedangkan, India dipandang surat utangnya penuh risiko karena langkah-langkah bank sentral India seperti penerbitan seri surat utang secara tiba-tiba. Ini membuat asing sedikit menahan diri untuk berinvestasi di India. "Dengan Rupiah yang stabil dan yield spread yang masih cukup baik, maka akan mendorong asing masuk ke Indonesia," imbuh Fikri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News