Sumber: Bloomberg | Editor: Test Test
HONG KONG. Gara-gara kurs mata uang Asia merosot dan risiko kredit macet di bank-bank makin meningkat, para investor pun meminta yield obligasi yang semakin tinggi. Tidak hanya obligasi dolar dari perusahaan Indonesia, obligasi pemerintah berdenominasi dolar pun yield-nya ikutan terkerek naik mendekati rekor tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Menurut JP Morgan Chase & Co ‘s Asia Credit Index, rata-rata yield dari 8 obligasi pemerintah dan 11 obligasi perusahaan naik menjadi 15,83% pada 21 November. Nilai indeks ini sempat naik menjadi 16,13% pada 27 Oktober lalu, mencapai angka tertinggi sejak Maret 2001.
Rupanya para investor khawatir melihat Pemerintah Indonesia, 12 November lalu mengesahkan peraturan yang memperbolehkan bank sentral menalangi bank-bank. Catatan saja, di Indonesia bank masih menguasai 79% aset finansial.
Peraturan baru ini dianggap akan membuat otoritas di Indonesia, yang pernah menghabiskan Rp 450 triliun (US$ 36 miliar) waktu krisis 10 tahun lalu, membiayai bank yang membutuhkan likuiditas tanpa peraturan yang ketat.
Tahun ini pemegang obligasi dengan denominasi rupiah menelan kerugian 21%. Ini merupakan hasil investasi terburuk dibandingkan 10 surat utang dengan denominasi mata uang lokal lainnya menurut perhitungan kompilasi dari HSBC Holdings Plc.
Itulah sebabnya, porsi kepemilikan asing menurun dengan drastis. Pada 18 November tinggal Rp 89,99 triliun atau turun 16% dibandingkan puncaknya di Bulan Agustus lalu sebesar Rp 106,66 triliun.
Pemerintah Indonesia memang berencana untuk mengurangi sepertiga lelang surat utangnya dan mencari pinjaman dari World Bank dan Australia untuk bisa menutup defisit bujet tahun 2009.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News