Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Operasi penyelamatan Surat Utang negara (SUN) sudah dimulai. Kemarin (30/10) pemerintah melakukan pembelian kembali atau buy back beberapa seri SUN yang menjadi patokan pasar.
Dalam krisis selama dua bukan terakhir, pasar SUN memang mengalami pendarahan cukup hebat. SUN milik asing, misalnya, keluar hingga Rp 11,75 triliun. Yield SUN FR0048 yang menjadi acuan bahkan melejit hingga setara 20,9%, dengan harga 51.
Pemerintah berharap, strategi pembelian kembali akan mampu memulihkan kepercayaan investor, terutama asing. Sebab, jika asing masih terus keluar dari SUN, tentu mereka akan mendolarkan duitnya. Ini otomatis bisa membuat nilai tukar rupiah semakin lemah.
Kemarin, antara lain, pemerintah memborong FR0049 sebanyak 20.000 unit seharga 75,50 dengan yield rata-rata 16,51%, 10.000 unit FR0027 di harga 70,50 dengan yield 17,11%, dan FR0048 sebanyak 10.000 unit pada harga 60,70 dengan yield 17,49%, FR0047 sebanyak 10.000 unit di harga 57 dengan yield 18,03%.
Peserta lelang sebetulnya ingin menjual SUN hingga senilai Rp 1,247 triliun. Namun, pemerintah hanya membeli kembali SUN senilai Rp 41 miliar.
Rahmat Waluyanto, Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan mengatakan, pemerintah akan melakukan buy back secara bertahap dengan melihat yield. Ia melihat penawaran yang hanya Rp 1,247 triliun menandakan bahwa investor masih berniat untuk memegang SUN. "Jika mereka mau mencairkan secara besar-besaran, penawaran yang masuk setidaknya Rp 20 triliun hingga Rp 30 triliun," katanya.
Yang jelas, langkah buy back mampu mengerek harga SUN. FR0048, misalnya, harganya naik ke 56 dan yield-nya menyusut menjadi 18,99%. "Langkah pemerintah terbukti efektif," ujar Rahmat.
Analis Obligasi Danareksa Sekuritas Budi Susanto juga sepakat. "Stabilisasi harga bukan berarti memborong SUN secara besar-besaran," katanya. Menurutnya, jika yield SUN turun drastis, justru akan menimbulkan kecurigaan investor karena menilainya cuma bikinan pemerintah.
Bisa jadi, program buy back sementara bisa memberi sinyal positif. Tapi, Rosady T.A Montol, Kepala Tresuri Bank BNI menilai program buy back belum cukup kuat menarik lagi investor asing untuk kembali. "Saat ini, investor lebih selektif jika ingin masuk ke emerging market seperti Indonesia," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News