kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Yield INDON berpotensi turun, reksadana pendapatan tetap dollar AS makin ciamik


Rabu, 03 Juli 2019 / 14:29 WIB
Yield INDON berpotensi turun, reksadana pendapatan tetap dollar AS makin ciamik


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para manajer investasi memproyeksikan yield obligasi denominasi dollar AS atau INDON berpotensi turun seiring ekspektasi penurunan suku bunga. Kinerja reksadana pendapatan tetap denominasi dollar AS pun diproyeksikan tumbuh signifikan di tahun ini.

Direktur Mandiri Manajemen Investasi Endang Astharanti  memproyeksikan peluang yield INDON untuk turun tetap ada selama bank sentral global kompak akan menurunakan suku bunga acuannya. Penurunan suku bunga yang diharapkan akan mendukung pertumbuhan ekonomi global. 

Apalagi, selama ini yield US Treasury masih dalam tren menurun, sehingga kemungkinan yield INDON juga akan turun selama tidak ada masalah makro ekonomi. 

Hanya saja, pelaku pasar harus mencermati, ke depan bila Bank Indonesia ikut menurunkan suku bunga apakah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi masih melemah bisa menyebabkan resesi yang ujungnya adalah risk off terutama pada aset berisiko tinggi seperti Indonesia. 

Pada awal tahun, Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana memproyeksikan INDON bisa memberikan return 3%-4% di tahun ini. 

Nah, seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga, INDON bisa memberikan return 5% di tahun ini pada reksadana pendapatan tetap denominasi dollar AS. 

Soufat Hartawan, Head of Fixed Income Schroders Indonesia juga memproyeksikan potensi INDON akan tetap positif hingga akhir tahun mengingat siklus suku bunga global akan mulai berubah ke arah pelonggaran likuiditas. 

Meski, masalah geopolitik masih memanas, fokus investor tetap tertuju pada pelemahan ekonomi global yang mendorong kebijakan moneter jadi lebih longgar. "Kondisi tersebut diintrepretasikan pasar sebagai awal dari pemangkasan suku bunga oleh para bank sentral global yang berarti jadi katalis positif bagi pasar obligasi global pula," kata Soufat, Jumat (28/6). 

Namun, Soufat bilang, arah perkembangan perang dagang AS dan China perlu diwaspadai karena kebijakan proteksionis dapat menyebabkan resesi dan menurunnya perdagangan global dapat berlanjut jadi instabilitas regional. 

Priyanto Soedarsono, Chief Investment Officer (CIO) Principal Asset Management menambahkan, dengan memanasnya tensi geopolitik beberapa lembaga keuangan dunia menurunkan ekspektasi pertumbuhan global.

Kondisi tersebut, menurut Priyanto bisa membuat yield US Treasury menurun. Akibatnya, yield INDON juga ikut turun. Priyanto memproyeksikan return INDON bisa tumbuh 10%-12% di tahun ini. 

"Sentimen positif utamanya dari formasi kabinet baru dari Jokowi, perkembangan perang dagang dan jika ada tanda-tanda outlook positive dari lembaga rating," kata, Priyanto. 

Dalam tren penurunan suku bunga, Endang mengatakan pasar obligasi cenderung memiliki downside risk yang lebih kecil dibandingkan dengan pasar saham. Sehingga, obligasi dengan durasi panjang berpotensi memberikan keuntungan yang lebih menarik. 

Senada, Soufat mengatakan INDON seri panjang akan memberikan keuntungan lebih besar dalam enam bulan ke depan karena spread di atas US Treasury tidak terlalu mahal dan arus modal asing ke emerging market akan membuat permintaan INDON akan terus kuat di tengah meningkatnya animo investor mencari instrumen dengan yield tinggi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×