Reporter: Nur Qolbi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Volume penjualan rokok secara industri turun 2,2% secara tahunan pada kuartal I-2020. Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya mengatakan, penurunan volume penjualan ini disebabkan oleh naiknya harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) rokok karena tarif cukai yang meningkat.
"Peningkatan ASP ini menyebabkan penurunan volume penjualan produk dengan margin yang lebih rendah. Sementara itu, volume penjualan merek andalan tergolong tangguh, meskipun sedikit turun dibanding kuartal sebelumnya," tutur Christine dalam riset tanggal 17 Juni 2020.
Selain itu, pandemi Covid-19 yang merebak di Indonesia sejak pertengahan Maret 2020 juga menjadi penyebab turunnya volume penjualan rokok pada triwulan pertama tahun ini
Baca Juga: Kenaikan cukai dan pandemi surutkan serapan tenaga kerja di industri hasil tembakau
Christine memperkirakan, volume penjualan rokok secara industri masih akan berada di zona negatif sepanjang sisa tahun 2020. Pasalnya, ASP yang lebih tinggi kebanyakan terjadi pada merek rokok berharga murah yang menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.
Selain itu, pandemi Covid-19 yang masih terjadi juga berpotensi mengurangi selera konsumen untuk merokok. Terlebih lagi, perusahaan rokok belum melihat titik terendah dari volume penjualan rokok pada tahun ini.
Christine memprediksi, titik terendah tersebut akan tercermin pada kinerja kuartal II-2020. Mengingat, pada triwulan kedua ini, banyak penyebab penurunan yang terjadi secara bersamaan, mulai dari pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa provinsi, bulan Ramadan, hingga kebijakan work from home (WFH) yang masih diterapkan meski PSBB dilonggarkan.
Christine juga menilai, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan kemauan untuk tetap di rumah akan menjadi faktor penyebab penurunan volume penjualan rokok pada 2020. "Kami percaya bahwa perusahaan tembakau mungkin masih membukukan volume penjualan negatif 8%-10% year on year pada tahun ini," ucap dia.
Di sisi lain, Christine melihat, pembukaan kembali ekonomi akan membawa katalis positif pada sektor ini. Ia juga berharap, bantuan sosial dari pemerintah dapat diperpanjang hingga Desember 2020 sehingga bisa mengurangi risiko penurunan yang lebih besar.
"Kenaikan cukai 2021 juga harus lebih rendah dari 2020 sehingga akan positif untuk sektor ini," kata Christine.
Baca Juga: Kebijakan rokok murah berpotensi mengurangi penerimaan negara hingga Rp 2,6 triliun
Ia berharap, pemerintah dapat mengumumkan peraturan kenaikan cukai untuk tahun 2021 pada kuartal III-2020 atau kuartal IV-2020.
Dengan adanya kemungkinan positif ini, ia meningkatkan rekomendasi untuk sektor tembakau dari underweight menjadi netral dengan saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sebagai top pick-nya.
Ia merekomendasikan hold saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan target harga Rp 1.700 per saham dan trading buy GGRM dengan target harga Rp 57.000 per saham. Pada perdagangan Kamis (18/6), HMSP ditutup di level Rp 1.750 per saham dan GGRM Rp 47.550 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News