Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah lama jadi wacana, rencana Uni Eropa melarang penggunaan minyak kelapa sawit (CPO) bakal terwujud. Baru-baru ini, Anggota Parlemen Uni Eropa menyetujui rencana larangan pemakaian CPO pada 2021.
Rabu (17/1) pekan lalu, Anggota Parlemen Eropa sepakat meningkatkan efisiensi energi hingga 35% pada 2030. Untuk mencapai target itu, mayoritas anggota parlemen melarang penggunaan CPO sebagai bahan baku utama biodiesel mulai 2021.
Meski lampu hijau sudah menyala, larangan impor CPO belum disahkan sebagai peraturan resmi. Jika larangan ini benar-benar diberlakukan, Analis NH Korindo Joni Wintarja menilai, bisa menyulut oversupply CPO di pasar global. "Sekitar 46% total ekspor CPO ke Eropa sebesar 7,5 juta ton digunakan untuk konversi biodiesel. Seandainya aturan ini diterapkan, akan ada kelebihan persediaan CPO sekitar 3,45 juta ton," kata Joni kepada KONTAN kemarin.
Kelebihan pasokan tentu berpotensi menekan harga CPO. Ini bisa menyebabkan pendapatan emiten CPO, seperti PP London Sumatra Indonesia (LSIP), Salim Ivomas Pratama (SIMP), Sawit Sumbermas Sarana (SSMS), dan Austindo Nusantara Jaya (ANJT) terancam turun.
Meski kinerja bisa melemah, menurut Joni, penurunan harga bisa menjadi peluang bagi emiten produsen minyak sawit mentah. "Selisih harga antara CPO, minyak kedelai, dan minyak rapeseed menjadi semakin jauh. Ini artinya, minyak CPO menjadi sangat murah dibandingkan dengan minyak sejenis di dunia sehingga membuka kesempatan pasar yang lain bagi emiten CPO," sebutnya.
Lantaran masih digunakan sebagai bahan makanan, maka tingkat konsumsi masyarakat bakal menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kinerja dari emiten CPO. Di tahun ini, performa emiten CPO pun berpotensi makin moncer karena ada potensi peningkatan konsumsi masyarakat.
Di sisi lain, keputusan Parlemen Uni Eropa masih menghantui kinerja emiten CPO pada tahun ini. Sehingga, pelaku pasar tetap harus mewaspadai sentimen itu.
Di antara saham CPO, Joni melihat, LSIP masih menarik untuk dilirik. Ia merekomendasikan buy LSIP, dengan target Rp 1.540 per saham.
Selain memperhatikan kelanjutan kebijakan Uni Eropa, pelaku pasar harus memperhatikan kebijakan impor CPO dari India selaku pengimpor terbesar di dunia. Hampir semua saham emiten CPO dianggap bakal terpengaruh sentimen global ini.
Namun, William Siregar Analis Paramitra Alfa Sekuritas, memandang, saham emiten CPO Grup Salim, seperti SIMP dan LSIP, tak akan terpengaruh sentimen tersebut.
"Penetrasi penjualan LSIP di pasar domestik mencapai 52% sehingga saham ini kebal sentimen dari Eropa maupun India. Ini ikut membuat SIMP yang merupakan induk usaha LSIP tak terpengaruh sentimen global itu," ungkap William, yang merekomendasikan buy saham LSIP secara bertahap, dengan target Rp 1.500 dan Rp 1.850 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News