Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Investasi tidak hanya bertujuan memupuk keuntungan, melainkan juga mengurangi risiko efek inflasi. Moto inilah yang diterapkan Tumpal Sihombing, Direktur Utama Bond Research Institute (BondRI).
Dalam berinvestasi, pria kelahiran Dairi, Sumatera Utara ini membaginya dalam dua bentuk, yakni fisik dan non fisik dalam bentuk financial paper. Untuk investasi fisik, Tumpal memilih investasi tanah karena dianggap aman dan tidak terpengaruh kondisi ekonomi yang naik turun.
Instrumen fisik seperti tanah lebih kuat dibandingkan financial paper apabila terjadi sesuatu seperti goncangan ekonomi. Tanah juga tergolong investasi yang tak surut karena harganya selalu meningkat dan hampir tidak bisa turun.
Tumpal mengakui gaya investasi yang ia jalani ini dipengaruhi oleh kultur budaya Batak. Selain tanah, Tumpal juga memutar dana untuk bisnis kebun kopi di Sumatera Utara. "Jumlahnya tidak banyak. Ada tanah kosong, kemudian saya tanam kopi," tutur Tumpal.
Setelah itu, ia mencari instrumen non fisik yang risikonya masih bisa ia toleransi, yakni instrumen financial paper berupa saham dan obligasi. Alumnus Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) itu cukup berhati-hati dalam berinvestasi di saham. Sebelum memutuskan membeli saham, dia menganalisis fundamental saham serta mencakup beta dan valuasi saham. Hal itu dilakukan untuk melihat apakah harga sudah cukup tinggi atau masih murah.
Mantan Head of Corporate Secretary Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) itu juga mempelajari manajemen dan jajaran direksi perusahaan yang sahamnya sedang ia incar. "Misalkan direksinya bisa beli aset, kemudian menjualnya kembali dengan harga yang berapa kali lipat. Menurut saya sahamnya juga berpotensi tumbuh," kata dia.
Untuk mengejar keuntungan, Tumpal tidak hanya memilih saham-saham berkapitalisasi besar, namun juga saham-saham mid dan small cap yang memiliki peluang mencatat pertumbuhan. Tapi, saham-saham mid dan small cap memiliki porsi relatif lebih kecil ketimbang saham berkapitalisasi besar. "Saya mempertimbangkan momentum ketika membeli saham small cap," ujar Tumpal.
Pilih obligasi ritel
Sejumlah saham yang kerap menjadi incaran pria berumur 41 tahun ini, antara lain sektor telekomunikasi, teknologi, komoditas dan perbankan. Saham-saham tersebut sudah dimiliki Tumpal dalam waktu yang cukup lama. Sebagian kecil saham-saham tersebut juga sudah ada yang ia lepas.
Pria yang pernah menjabat sebagai Investment Specialist Manager Hongkong Shanghai Banking Corporation (HSBC) itu mengaku termasuk jenis investor yang menggenggam saham untuk jangka panjang. Investasi di saham memang cocok untuk investor yang memiliki horizon waktu jangka panjang karena mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga.
Selain itu, trading buy sell yang dilakukan terlalu sering juga mengakibatkan biaya transaksi membengkak. Akibatnya, akan menggerus potensi keuntungan yang bisa diperoleh investor.
Sedangkan untuk investasi obligasi, Tumpal memilih obligasi ritel. Selain karena nilai minimal investasi yang kecil, obligasi ritel juga menguntungkan karena memberi kupon menarik. Ia juga menaruh dana di tabungan dan deposito untuk kebutuhan sehari-hari dan sekolah anak.
Kesadarannya berinvestasi telah didapatkan sejak masih mengenakan seragam putih merah. Kala itu, ia sudah berjualan buku-buku bekas dan hasilnya buat tambahan uang jajan.
Buku pelajaran yang sudah dibelikan oleh orangtuanya, setelah tidak terpakai lagi, ia jual kepada yang membutuhkan. "Hasil penjualan buku bekas itu lumayan buat uang jajan," kata Tumpal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News