kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren permohonan PKPU emiten di masa pandemi diproyeksi meningkat


Senin, 19 Juli 2021 / 07:05 WIB
Tren permohonan PKPU emiten di masa pandemi diproyeksi meningkat


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten berada dalam status dimohonkan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Hal ini diketahui dari daftar efek bersifat ekuitas dalam pemantauan khusus yang dirilis Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dalam daftar yang berlaku efektif pada 19 Juli 2021 tersebut, terdapat enam emiten yang masuk kriteria dalam kondisi dimohonkan PKPU atau dimohonkan pailit. Keenam emiten  tersebut adalah PT Mitra Pemuda Tbk (MTRA), PT Pan Brothers Tbk (PBRX), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), dan PT Pelangi Indah Canindo Tbk (PICO).

Lebih lanjut, sebanyak dua emiten berada dalam kriteria memiliki anak perusahaan dengan kontribusi pendapatannya material bagi emiten, namun anak perusahaan tersebut dalam kondisi dimohonkan PKPU atau dimohonkan pailit. Kedua perusahaan tersebut adalah PT Golden Plantation Tbk (GOLL) dan PT Pollux Properti Indonesia Tbk (POLL).

Menambah daftar panjang emiten yang tersandung PKPU, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) digugat pailit oleh Aercap Ireland Limited (Aercap). Aercap merupakan lessor yang menyewakan armada pesawatnya kepada Garuda Indonesia. Aercap mengajukan gugatan pailit tersebut pada 4 Juni 2021 di Supreme Court negara bagian New South Wales, Australia.

Baca Juga: Permohonan PKPU kepada emiten berpotensi meningkat, ini yang perlu dicermati investor

Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang menilai, peluang emiten-emiten khususnya yang dikategorikan masuk ke dalam sektor nonesensial untuk dimohonkan PKPU  bisa meningkat di semester kedua  ini. “Disebabkan mereka tidak bisa beroperasi,  adanya persaingan, maupun karena Covid-19. Seperti Garuda Indonesia di sektor penerbangan. Di seluruh dunia menerapkan pembatasan penerbangan, sementara dari dalam negeri  terdapat penerapan PSBB dan PPKM darurat,” terang Edwin kepada Kontan.co.id, Minggu (18/7).

Bukan hanya di sektor non esensial, potensi dimohonkan PKPU juga bisa menimpa emiten di sektor esensial,  jikalau emiten tersebut memiliki utang yang besar (terutama jika harus membayar kupon bunga) sementara tidak ada pendapatan yang memadai. “Ini mengindikasikan bahwa perusahaan harus benar-benar disiplin dalam mengelola utang,” sambung Edwin.

Baca Juga: Hingga Juni, permohonan PKPU mencapai 394 perkara

Kepala Riset Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu menilai, permohonan PKPU yang menimpa emiten bisa tejadi dari dua sisi. Pertama, memang ada sektor-sektor yang terdampak cukup parah karena meningkatnya tantangan di masa pandemi, seperti sektor pariwisata, properti, jasa restoran, retail, entertainment (live shows), hingga pameran. Sehingga, kinerja perusahaan menjadi tidak optimal. GIAA  termasuk dalam kategori ini.

“Jadi terdapat kemungkinan jika PPKM berlangsung cukup lama, akan ada tambahan perusahaan yang PKPU,” terang Chandra saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (18/7). Chandra bilang, sebagian besar dari sektor-sektor ini perlu diwaspadai investor.

Kedua, tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG) dari manajemen yang kurang baik. Chandra menyebut, emiten seperti SRIL dan PBRX sebenarnya masih bisa memanfaatkan peluang  dari pesanan di segmen alat-alat  kesehatan dan pakaian perlindungan diri.

Untuk kasus SRIL, pada awalnya Chandra menilai emiten tekstil ini memiliki masalah dengan modal kerja (working capital), karena pembelian bahan baku yang harus dilakukan secara tunai. Saat permintaan tinggi, pembayaran dari  pihak pemesan tersendat karena adanya kesulitan dalam jangka pendek.

Baca Juga: Sebanyak 17 emiten masuk dalam daftar pemantauan khusus, ini daftar lengkapnya

“Tetapi yang terjadi  tiba-tiba kreditur kehilangan kepercayaan dan menjatuhkan PKPU, sehingga timbul spekulasi adanya aspek GCG yang dipertanyakan,” ujar Chandra.  

Meski demikian, Edwin menilai masih terdapat sektor yang cukup tangguh (resilient) di tengah pandemi saat ini, seperti emiten yang bergerak di segmen farmasi, rumahsakit, laboratorium,saham-saham teknologi dan telekomunikasi, serta saham berbasis komoditas seperti nikel, minyak sawit, hingga emas.

Baca Juga: Fitch: Penyelesaian Gagal Bayar Sukuk Garuda (GIAA) Bisa Jadi Preseden di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×